5. Airin terluka 🐾

65 19 1
                                    

Airin menuruni tangga dengan merapikan dasinya. Ia melihat dari samping kalau sekarang kedua orang tuanya sudah berkumpul dimeja makan termasuk Asya.

"Pagi," sapa Airin dengan muka datar.

"Mukanya jangan ditekuk begitu nanti kamu nggak punya pacar." Sang papa tersenyum melihat putri sulungnya. Ia juga heran kenapa putri sulungnya mempunyai sikap yang dingin tidak seperti mereka.

"Maaf tapi Airin nggak suka laki-laki." Airin mendudukkan dirinya di kursi dengan mengambil ikan untuk sarapan paginya. Keluarga Airin terkejut dengan pernyataan Airin yang tiba-tiba juga menyimpang.

"Airin papa tahu kamu tidak suka berinteraksi dengan cowok. Tapi jangan sampai kamu menyimpang seperti yang kamu tahu ini tidak sesuai dengan budaya negara kita. Jika menyimpang dan diketahui khalayak kamu akan dicaci-maki." Sang papa menatap putrinya dengan raut wajah khawatir juga takutnya akan membuat malu keluarga mereka.

Airin mengerutkan keningnya untuk mencerna perkataan dari sang papa. Jangan bilang sekarang papanya sedang salah paham.

"Papa tenang saja Airin masih normal dan tidak akan membuat malu keluarga kita," ucap Airin dengan tenang.

"Jangan percaya sama Airin, Pa. Dia disekolahan nggak pernah dekat dengan cowok manapun. Bahkan ada cowok yang menggodanya malah ditatapnya sinis," ucap Asya yang mencoba memanas-manasi.

"Gue mengutamakan pendidikan lalu percintaan itu nomer dua. Percuma saja punya pacar tapi uang ketergantungan sama cewek, nggak sudi. Gue nggak kayak Lo mikirin cinta melulu tapi jika patah hati malah nangis kejer," ucap Airin dengan tenang yang menyiratkan makna meledek. Airin teringat dulu Asya saat masih SMP menangis malam-malam karena diputusin sang pacar yang membuatnya sangat puas melihatnya sekaligus kasihan.

"Udah-udah jangan bilang begitu nanti adik kamu ngambek." Sang mama menatap Airin sekilas lalu beralih menatap putri bungsunya. Asya menatap Airin dengan senyum mengejek yang hanya bisa dilihat gadis itu.

"Mama sepertinya kamu terlalu memanjakan putri bungsu kita. Lalu Asya kamu kira papa nggak tahu selama ini tugas selalu dikerjakan kakak kamu. Kamu itu harus mandiri Nak Asya sekarang sudah SMA bukan." Papa menatap putri bungsunya dengan serius. Ini merupakan hal yang penting untuk diingat gadis itu.

"Papa pilih kasih! Asya benci papa!" berang Asya dengan menghentakkan kakinya terakhir kali ia menutup pintunya keras-keras.

Papa Airin menghela nafas panjang melihat tingkah laku putri bungsunya yang setiap hari semakin menjadi-jadi. Ia menatap Mama Airin dengan tatapan tajam ini merupakan kesalahan sang istri.

"Lihat! Ini semua gara-gara kamu yang terlalu memanjakan Asya apapun keinginannya selalu dikabulkan sehingga jadi pribadi keras kepala. Berbeda seperti kakaknya yang selalu mendapatkan penghargaan yang membuat saya bangga." Papa Airin menukas sang istri tanpa memperdulikan situasi juga keberadaan anak-anaknya.

"Ini juga salah kamu! Kamu selalu sibuk sehingga lupa sama anak-anak kamu! Kamu juga selalu membanding putri kita! Lihat Airin dia tidak bisa bersosialisasi nggak kayak Asya! Percuma pintar tapi kayak orang bodoh!" Mama Airin berucap dengan menunjuk wajah putri sulungnya.

Airin menundukkan wajahnya dengan mengepalkan tangannya. Ia tidak ingin memiliki kehidupan yang seperti ini. Disini ia hanya dijadikan boneka hidup yang hanya dikendalikan oleh kedua orang tuanya.

"Airin pergi," pamit Airin tanpa memperdulikan bagaimana reaksi kedua orangtuanya melihat sikapnya yang seperti ini.

"Airin! Tunggu! Kamu harus menjaga adik kamu selama disekolah. Jika adik kamu kenapa-kenapa uang saku kamu mama potong!"

[TBM] The Biggest Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang