Ali sekarang pergi ingin pulang dengan diantar oleh Yuda dan David. Saat ditengah-tengah jalan dia merasa ada yang mengikuti mereka.
Ali menengok kebelakang dan benar saja ternyata ada sosok berbaju hitam mengikuti mereka. Ia sedikit terkejut karena orang itu merupakan sosok yang diceritakan saksi mata yaitu Angga.
Ali menepuk pundak David berseru, "Tancap gas, Vid! Yuda tancap!"
Awalnya Yuda dan David kebingungan tapi menuruti perintah Ali. Ia merasa lega karena orang itu tidak mengikuti mereka lagi.
Setelah perjalanan cukup lama akhirnya mereka sampai dirumah minimalis modern. Ali turun dari motor David dengan menatap lurus rumahnya.
"Tadi Lo kenapa nyuruh kita tancap gas?" tanya Yuda dengan mengerutkan keningnya.
"Tadi ... gue ada lihat sosok berbaju hitam mengiringi kita dibelakang. Lalu sosok hitam itu sama persis dengan yang dijelaskan oleh saksi mata pembunuhan Doni," jawab Ali dengan wajah memucat.
Tiba-tiba kedua orang tua dari Ali keluar dengan raut wajah khawatir. Mereka membawa sebuah kotak hitam yang isinya entah apa.
"Sayang ... kamu baik-baik aja bukan? Nggak ada yang terluka bukan."
"Baik Bun, memangnya kenapa? Kok bunda kayak khawatir banget," ucap Ali dengan mengangkat alisnya.
"Ini ada orang yang memberi kamu mayat kucing hitam juga surat."
Ali mengambil lalu membacanya seketika wajahnya menjadi pucat. Yuda yang melihat langsung mengambil alih surat itu.
"Ini baru permulaan dari Lord Star. Siapa itu Lord Star?" ucap Yuda dengan keras.
"Sepertinya Lord Star itu adalah psikopat bintang yang sekarang lagi diburu oleh polisi. Orang itu juga membunuh orang yang kita kenal," sahut David dengan muka datar.
Yuda yang mendengar seketika menjadi emosi tangannya sudah mengepalkan hingga surat itu hampir hancur. Kali ini dia tidak akan membiarkan psikopat bintang membunuh lagi dan lagi.
"Tante dan Om sepertinya kalian harus tidur menemani Ali takutnya nanti akan ada hal yang tidak diinginkan," saran Yuda dengan muka dingin.
"Kita sepertinya juga harus menginap dan tidur satu kamar dengan mereka," sahut David dengan muka datar.
"Makasih," ucap Ali dengan tersenyum tipis.
∆∆∆
Pagi cerah tapi berbeda dengan Airin yang tersiksa. Ia hanya berdiri dengan tenang disaat mamanya sedang memukul wajahnya.
Namun, yang lebih menyakitkan adalah disaat dirinya sedang disiksa tidak ada yang menolong bahkan membelanya. Papa yang sedang asyik dengan korannya apalagi Asya yang sedang asyik dengan ponselnya.
"Kamu harus jaga setiap saat bahkan kalau perlu belajar satu ruangan dengan Asya!"
"Tapi Ma ... kami itu beda angkatan. Asya harus jaga dirinya sendiri karena Airin nggak bisa jaga dia setiap saat. Lalu akhir-akhir ini Airin sibuk mempersiapkan olimpiade jadi nggak terlalu bisa jaga Asya," jelas Airin dengan menatap mata tajam sang mama.
"Kamu harus mengundurkan diri dari olimpiade!" Mama Airin menatapnya tajam dengan menjambak rambutnya yang membuatnya merintih kesakitan.
"Airin nggak mau, Ma. Airin mau ikut untuk dapat beasiswa kuliah," sanggah Airin dengan muka datar.
Airin menutupkan matanya saat tangan itu kembali ingin menampar pipinya. Ia membuka matanya perlahan-lahan ternyata Yuda yang mencegah mamanya. Ia mengerutkan keningnya bagaimana cara lelaki itu masuk karena tidak mungkin mengeluyur begitu saja. Ia melirik disamping ternyata ada sang papa dengan muka datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TBM] The Biggest Mistake (END)
Ficção AdolescenteKhairina Putri atau biasa dipanggil Airin merupakan gadis yang kehidupannya tidak diperlakukan secara adil oleh keluarganya. Airin memiliki adik tempramental ini semua keinginannya harus dituruti sehingga membuatnya selalu mengalah. Airin hanya send...