20. Saksi pembunuhan 🐾

39 10 0
                                    

Yuda kembali ke markas dengan perasaan gembira. Kedatangannya dianggap aneh karena senyam-senyum sendiri. Lalu saking senangnya ia tidak menyadari bahwa ada orang yang tidak dikenalnya hadir.

"Gimana Yud kencan malamnya tadi?" ledek Ali dengan tertawa kecil.

"Kencan? Gue nggak kencan cuman jalan-jalan sama Airin," sanggah Yuda dengan tersenyum lebar.

Semuanya seketika berpura-pura ingin muntah. Ali yang mendengar itu menjadi tertawa terbahak-bahak. Ia hanya menatap heran kepada teman-temannya berpikir apakah mereka sudah gila.

"Anjir! Gini nih! Orang yang nggak pernah jatuh cinta sekali jatuh cinta tahunya malah dianggap teman," ledek Andra dengan tertawa terbahak-bahak.

"Apaan elah? Lo seharusnya tahu kalau gue pernah jatuh cinta lalu Lo mau tikung," sahut Yuda dengan memutar matanya.

"Yakin? Lo beneran kalau saat itu jatuh cinta sama Siska atau cuman perasaan ingin menjaganya," ucap Andra dengan tersenyum tipis.

"Iya, masa gue nggak yakin sama perasaan sendiri," sahut Yuda dengan memutar matanya.

"Okay, kita lihat nanti apakah Lo akan jatuh cinta atau cuman menganggapnya sebagai teman," ucap Andra dengan menyeringai.

Yuda hanya mendengus kesal lalu menatap orang asing yang berada disamping tubuh David. Ia menatap datar David yang diberi anggukan oleh sang empu.

"Lo ceritain apa yang Lo lihat saat itu?" perintah David dengan muka datar.

"Saat ... itu gue baru pulang dari tempat les karena jalan yang paling cepat menuju rumah hanya terowongan itu. Saat diperjalanan gue melihat seseorang yang berlari tapi terhenti karena sebuah pisau melayang ke kaki orang itu. Gue yang merasa takut segera bersembunyi dibalik pohon besar. Penjahat itu sangat kejam cara membunuhnya sangat tidak manusiawi alias dengan cara penyiksaan. Orang itu ... orang itu psikopat!"

Semuanya terdiam karena dengan membayangkannya saja sudah mengerikan apalagi melihat secara langsung. Yuda menatap tajam orang didepannya tapi hanya ada rasa ketakutan.

"Apa Lo yakin tentang yang dibicarakan? Jika sesekali Lo berbohong gue nggak akan ampuni Lo!" seru Yuda dengan muka beringasnya.

"Gue ... yakin! Ngapain gue bohong tentang hal beginian?"

"Baiklah, lalu apa Lo bisa sebutkan ciri-ciri penjahat itu?" tanya David dengan menatap tajam.

"Itu ... penjahatnya memakai celana hitam lalu hoodie hitam. Wajahnya ditutupi oleh topeng tapi jenis topengnya gue nggak terlalu lihat dengan jelas. Tingginya sekitar 170 cm lalu ... dilihat dari tinggi juga badannya sepertinya orang itu laki-laki."

Yuda menatap datar kepada Andra yang asyik berbicara bersama Tian. Hati dan pikirannya bertolak belakangan. Hatinya ingin agar dirinya percaya kepada teman lamanya. Pikirannya terus saja berpikir bahwa Andra pelakunya karena ciri-ciri tingginya sama selain itu Andra juga berada di TKP meninggalnya Siska.

Kring kring

"Halo ... Mah."

"..."

"Angga masih ada kepentingan sekolah, Mah."

"..."

Yuda menatap datar orang yang menjadi saksi atas kejadian itu. Ia menjadi heran akan hal sesuatu.

"Lo M. Anggara kenapa nggak bikin kesaksian di kepolisian? Kenapa harus kami?" cecar Yuda dengan mengangkat alisnya.

"Gue ... gue takut buat nama keluarga tercemar karena percuma saja jadi saksi saat itu hanya ada gue juga penjahatnya licik. Apalagi gue nggak bawa ponsel untuk foto bukti takutnya bukan penjahatnya yang masuk penjara malah gue yang jadi terdakwa."

[TBM] The Biggest Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang