28. Bertemu keluarga Yuda🐾

46 12 0
                                    

Airin mendengus kesal bukannya takut lelaki itu malah tersenyum lebar sepertinya lelaki itu penganut masokis. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dan pisau disembunyikan ditempat semula.

"Gue yakin lo orang yang baik tapi nggak ada yang bisa perhatian dan paham akan perasaan lo. Lo sudah berusaha dengan baik Airin," celetuk Yuda dengan mengelus kepala Airin.

Airin tertegun mendengar hal yang tidak pernah didengarnya seumur hidup. Ia tersenyum miris bahkan keluarganya tidak mengetahui atau menghargai apa yang selama ini telah dia lakukan. Ia hanya ingin mendapatkan kasih sayang atau penghargaan dari orang tuanya.

"Apa gue sudah melakukan semuanya sebaik mungkin?" lirih Airin dengan menatap kearah jendela.

Sebuah tangan memegang tangannya dengan lembut. Ia merasakan sedikit ketenangan juga dukungan dari orang itu. Lalu tiba-tiba air mata mengalir deras, emosi yang selama ini tidak pernah ditunjukkan akhirnya diketahui oleh orang lain.

"Menangis sepuasnya Lo itu wanita yang kuat. Menangis bukan berarti lemah," ucap Yuda dengan mengalirkan aura ketenangan.

Airin menangis didalam pelukan Yuda. Ia tidak pernah menyangka akhirnya bisa menangis. Dulu saat disiksa oleh Mama atau mendengar cacian orang lain tidak pernah seperti ini. Namun, sepertinya ini adalah puncak dari rasa emosinya.

"Heh, gue nggak nyangka pembunuh berdarah dingin bisa menangis di pelukan Bos kita," celetuk Ali dengan duduk di kasur Airin.

"Sekuat-kuatnya Airin dia masih anak gadis yang rapuh dan perlu kasih sayang," ucap David dengan muka datar.

Tian berjalan dengan mata berkaca-kaca lalu mendorong tubuh Ali agar menjauh. Ia duduk didepan menepuk-nepuk pundak Airin.

"Semuanya sudah berakhir nggak ada lagi yang perlu Lo lindungi. Lo sudah melakukan hal baik yang tidak semua orang bisa melakukannya. Lo itu mandiri, berpikir matang, pemimpin yang tegas dan jenius dalam melakukan strategi," ucap Tian dengan tersenyum tipis.

Airin melepaskan pelukannya dari Yuda dengan tersenyum simpul. Ia melirik kearah mereka semua yang memberikan dukungan kepadanya. Entah mengapa kali ini hatinya sedikit lega tidak ada lagi beban yang dibawanya selama ini.

"Airin jika Lo butuh sosok sandaran gue bisa menjadi sosok itu," pungkas Yuda dengan tersenyum tipis.

∆∆∆

"Airin lo saat gini masih aja belajar," ucap Yuda dengan menggelengkan kepalanya.

"Belajar itu perlu lagipula gue nggak mau ketinggalan materi," sahut Airin dengan mengangkat bahunya.

Yuda meletakkan makanan yang menjadi kebiasaannya setelah beberapa bulan terakhir. Ia menepati janjinya untuk selalu mengunjungi Airin walau dalam kondisi apapun.

"Airin ke taman, yuk!" ajak Yuda dengan tersenyum lebar.

Airin yang mengangkat alisnya dengan menatap keluar jendela. Ia mengangguk pelan lagipula sudah cukup lama dirinya tidak menghirup udara bebas.

Airin berjalan dengan membaca sebuah buku. Tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya. Ia mendengus kesal disaat seperti ini ada saja yang mengganggu ketenangannya.

"Lord Star."

Airin terkesiap mendengar seseorang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Ia mengangkat kepalanya ternyata orang itu adalah Marco. Ia menghela nafas lega dia kira ada orang lain yang mengetahuinya selain Yuda dkk.

"Ada apa?" tanya Airin dengan muka datar.

"Gue udah selidiki ternyata keluarga dia merupakan memiliki bisnis peternakan ayam juga toko emas. Lalu pemimpin keluarganya akan melakukan apapun untuk menyingkirkan rival bisnisnya," papar Marco dengan muka datar.

[TBM] The Biggest Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang