29. Akhir cerita 🐾

129 12 0
                                    

Airin menatap cermin dengan tersenyum tipis. Kali ini dia sedikit antusias untuk pergi ke sekolah. Ia jadi penasaran bagaimana keadaan murid sekolahnya.

"Banyak banget chat," gumam Airin dengan menatap layar ponselnya.

Setelah itu dia menuruni tangga dengan membawa tas dipundaknya. Saat sampai di ruang tamu ia diberikan senyuman lebar oleh sang papa. Semenjak kejadian itu papanya mulai bersikap terbuka dan hangat kecuali Mama dan Asya yang masih saja tidak berubah.

"Airin sarapan dulu baru berangkat," ucap Papa Airin dengan tersenyum tipis.

"Iya, Pa." Airin duduk di kursi dengan tenang. Ia sudah tidak memperdulikan lagi bagaimana perilaku Asya juga sang Mama.

"Airin setelah ini terserah kamu mau melakukan apa. Selama ini papa hanya ingin kamu mendapatkan pendidikan juga pekerjaan yang bagus maka dari itu papa selalu meminta kamu untuk belajar," ucap Papa Airin dengan tersenyum sendu.

Airin tersenyum tipis setidaknya kehidupannya ada perubahan. Ia menatap layar ponselnya, tetapi tidak ada pesan dari seseorang yang ditunggu-tunggu olehnya.

Ding! Dong!

Airin mengerutkan keningnya sedikit penasaran siapa yang datang pagi-pagi seperti ini. Papa dan Mamanya terlihat bingung kecuali Asya yang berlari dengan antusias membuka pintu.

Setelah cukup lama akhirnya terlihat Yuda berjalan dengan digandeng oleh Asya. Ia yang melihat itu hanya mendengus kesal hingga tidak sadar sendok yang ditangannya sudah hampir patah.

"Yuda kamu mencintai anak Om yang mana? Kamu dekat dengan putri sulung saya tetapi mesra sama putri bungsu saya. Saya tidak akan tinggal diam jika kamu menyakiti putri saya!" tekan Papa Airin dengan muka dingin.

"Sudahlah, Pa. Ini hari pertama Airin keluar dari penjara gila. Airin tidak ingin dihari pertama malah membuat orang menjadi nama," ucap Airin dengan memainkan pisau yang dapat darimana.

Suasana cukup mencekam ditambah karena mereka sudah mengetahui identitas Airin yang tidak bisa diajak main-main. Airin memotong roti seolah itu makhluk bernyawa membuat semua orang terdiam.

"Airin kenyang," ucap Airin sebelum meninggalkan ruang makan.

Kali ini Airin mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Ia juga tidak peduli dengan gaya pakaian seragamnya yang berantakan.

"Eh, itu Airin yang berantem sama Ona dulu."

"Mengenai Ona katanya dia meninggal karena tabrak lari sebelum itu konon dia disiksa oleh psikopat bintang."

"Hah? Yang bener?"

"Iya! Gue sih bersyukur tuh makhluk hilang dari muka bumi!"

Airin yang mendengar itu tersenyum puas karena tidak sia-sia membuat gadis itu musnah dari muka bumi. Ia segera berjalan melewati koridor sekolah dengan santai.

"Eh, ada Neng Airin! Kok baru keluar dari R ..."

"Lo bilang disini gue sabet!" sela Airin dengan menatap tajam.

Ali yang mendengar itu dengan susah meneguk ludah. Setelah itu ia cengengesan karena masih sayang nyawa. Ibaratkan Airin itu adalah malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawa kapanpun.

"Hehe, sabar bro!" seru Ali dengan cengengesan.

"Yuda?" tanya David dengan mengangkat alisnya.

Airin mengangkat alisnya kemudian berkata, "Ah, Yuda? Tadi dia jemput Asya mana mereka genggaman tangan pula."

Airin tertawa puas dalam hati melihat perubahan raut wajah dari David. Ia dengan David memang tidak berteman, tetapi sudah beberapa tahun bertemu jelas ia mengetahui raut wajah lelaki itu.

[TBM] The Biggest Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang