Semakin kalian tumbuh dewasa makan semakin banyak masalah yang menimpa dan saat sudah dititik terbawah di sanalah timbul rasa sensitif - Airin
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
Airin menatap cermin dengan memegang ujung mulutnya. Ia meratapi nasibnya yang kurang beruntung tidak seperti anak-anak yang lain. Harta memang melimpah namun memiliki orang tua yang pelit juga toxic relationship dan tidak segan-segan memukul anak.
Sekarang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi dan dia sudah bersiap-siap dengan seragamnya. Ia mengambil kunci motornya dengan berjalan perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara.
Dijalan yang masih gelap ia menyusuri jalan dengan kecepatan tinggi. Ia hanya ingin sampai dengan cepat dan menghilangkan pikiran sedihnya.
Saat sampai disekolahan yang dia rasakan hanyalah sepi seperti isi hatinya yang hampa. Ia tersenyum sendu dengan berjalan menyusuri koridor sekolah.
"Sepi seperti hidupku yang tanpa tanda-tanda Kehidupan," lirih Airin dengan meletakkan tasnya didalam loker takutnya akan ada yang mengerjainya.
Airin segera meninggalkan ruangan kelasnya dengan langkah gontai ia menuju taman belakang sekolah. Setelah sampai dia duduk di bangku taman dengan menjambak rambutnya.
"ARGHHHH! BANGSAT! ASYA TERUS! GUE JUGA ANAKNYA TAPI KENAPA HANYA ASYA?!" teriak Airin dengan memukul dadanya.
Airin menghela nafas panjang akhirnya dia bisa tenang juga dengan mengeluarkan amarahnya. Ia menatap bangku lalu merebahkan tubuhnya ke bangku tidak lupa menutup pahanya menggunakan jaketnya yang sudah dibawanya. Ia juga menyetel alarm untuk jaga-jaga kalau dirinya terlalu nyenyak tidur.
Matahari mulai menyingsing lebih tinggi dan cahaya sudah menyinari bumi. Airin terbangun saat mendengar alarmnya sudah berbunyi dengan keras.
Tiba-tiba semak-semak berbunyi membuat Airin menjadi siaga. Ia sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang jika ada penjahat yang ingin melukainya.
"Airin?"
"Kenapa Lo lagi?" ketus Airin dengan menatap lelaki yang tengah cengengesan.
Lelaki itu merangkul pundak Airin yang membuatnya sedikit risih karena Yuda terlihat sok dekat sok kenal dengannya padahal mereka tidak akrab. Ia menepis tangan lelaki itu dengan menatap sinis.
"Mana teman Lo," ucap Airin dengan melirik kesamping.
"Mereka ninggalin gue, asu! Jadi gue jalan gerbang belakang, eh tahunya ketemu sama Lo," jelas Yuda dengan cengengesan.
Mereka lagi-lagi terdiam Airin yang asyik dengan pikiran, lalu Yuda yang menatap wajah Airin. Yuda mengeryikan keningnya menatap sudut bibir Airin yang tampak membiru. Ia memegang pipi Airin yang membuat gadis itu terkesiap dibuatnya.
"Wajah Lo kenapa?" tanya Yuda dengan raut wajah khawatir.
"Memangnya untungnya gue cerita ke lo apa? Lo mau ceritain ke semua orang tentang rahasia keluarga gue," ucap Airin dengan muka dingin.
"Bukan gitu maksudnya lo sensian banget, sih. Apa luka Lo sudah diobatin?" tanya Yuda dengan menatap bola mata berwarna cokelat milik Airin.
Airin menatap bola mata lelaki itu dengan seksama. Ia merasakan tidak ada kebohongan yang diucapkan Yuda. Namun, apakah dia bisa bercerita tentang kehidupannya kepada orang yang baru dikenalnya. Ia hanya tidak ingin rahasia keluarganya malah tersebar dan membuat papanya malu. Ia mengakui papanya bukan berarti membenarkan perilaku lelaki itu kepada dirinya juga Asya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TBM] The Biggest Mistake (END)
Dla nastolatkówKhairina Putri atau biasa dipanggil Airin merupakan gadis yang kehidupannya tidak diperlakukan secara adil oleh keluarganya. Airin memiliki adik tempramental ini semua keinginannya harus dituruti sehingga membuatnya selalu mengalah. Airin hanya send...