[4] Pencari Masalah

76 5 0
                                    

"Udah, Rhen. Gak papa kalau lo emang belum siap cerita. Kalau lo udah siap, kami siap kok buat dengerin. Iya, gak, guys?"

"Iya, Rhen. Bener."

"Iya. Panggil kami kapan aja kamu butuh. Kami akan kesana sesegera mungkin."

Jazziel, Jovian, Haydar sudah merasa sedikit lega karena Rhenaldy sudah berhenti menangis setelah diberi sebuah pelukan kecil oleh sahabat-sahabatnya. Kekanak-kanakan memang, tapi hanya itulah yang dapat menenangkan seorang Rhenaldy Byantara. Saat mereka asik bercanda bersenda gurau, tiba-tiba saja ada sekelompok cowok dengan pakaian tak rapih datang menghampiri mereka.

"Oy!"

Mereka berempat berhenti lalu menatap heran orang yang baru saja menghentikan langkah pulangnya, sedangkan Rhenaldy, dia tak berani menatap mata orang itu.

"Oh, ini dia cecurut yang lo bilang, Yudh?"

"Iya, berani banget mereka. Terutama dia," tunjuk Yudha pada Jovian.

"Kata temennya sih, dia jago berantem, sampai-sampai cowok itu bilang kalau dalam satu ronde gue sudah K.O. Lawak, kan?" gelaknya beserta teman-temannya.

"Wah, wah, wah. Gak tahu aja Yudha orangnya kayak apa." cowok dengan rambut berwarna pirang ini tampak sedang bersiap sembari melakukan peregangan otot. Badannya memang besar, tapi itu tak akan membuat seorang Jovian gentar.

Lagi-lagi, Haydar mencebik, "Ck, ini strategi pecundang bukan sih?" tanyanya pada sahabat-sahabatnya.

"Berlutut untuk menang. Kayak lo, Yudha." jawabnya sendiri pada pertanyaan yang baru saja ia lontarkan.

"Wah, brengsek sialan!" sahut Yudha menggertakkan giginya penuh amarah.

Jazzeil menutup mulut tak percaya pada perkataan Haydar barusan, "Wah! Bener juga ya!"

"Dia mundur waktu di kelas karena takut, soalnya dia sendirian, sedangkan kita berempat." goda Jazziel.

"Tolong jangan ikut sertakan gue." bisik lirik Rhenaldy pada Jaemin. Yang sontak membuat Jaemin bungkam sementara dengan mata melotot, "Eh, ok ok." jawab Jazziel lirik.

"Y—ya, bener. Lo pecundang." akibat perasaan canggung yang datang secara tiba-tiba, perkataan Jazzeil yang sebelumnya berani menjadi terbata-bata.

"Ck, sial." batin Jazziel.

"Dan sekarang? Lihat, dia bawa temen-temennya ke sini buat berhadapan sama kita." lanjut Jovian.

"Banyak bacot lo pada. Serang!" perintah Yudha pada yang langsung dilaksanakan oleh teman-temannya.

Mereka mulai maju dan adu jotos, tapi lain dengan Rhenaldy, dia malah mundur ketakutan. Dia hanya pernah ikut berlatih pencak silat, tapi belum pernah sampai dapat sabuk karena dia datang hanya untuk absen pelajaran penjaskes. Itupun dia datang seminggu sekali. Dia paling hanya tahu kuda-kuda dan cara menendang. Itu saja....

5 lawan 3, itu bukan masalah besar bagi seorang Jovian Marcello yang memang sangat mahir dalam berkelahi. Sedari kecil, entah atas dasar apa dia bertekad keras untuk harus bisa menguasai satu seni bela diri. Ya pasti itu juga akan menjadi satu tamengnya untuk melindungi dirinya sendiri. Hidup sendiri tidak menutup keinginannya itu untuk berhenti dan menyerah pada takdir Tuhan, dia mencari nafkah sendiri, memberi makan dirinya sendiri, membayar uang sekolahnya sendiri, dan membayar uang latihan taekwondo yang memang harganya lumayan mahal. Ingatlah, dia hidup sendiri sudah lama. Tak ada yang peduli padanya, kecuali mendiang Bibinya.

Rhenaldy berdiri di belakang. Takut-takut dia mengepalkan kedua tangannya meminta pertolongan dari Tuhan, agar sahabat-sahabatnya itu selamat dan baik-baik saja, mampu mengalahkan mereka yang memang sangat menyebalkan sampai-sampai ingin rasanya Rhenaldy buang cowok bernama Yudha itu ke sungai Amazon.

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang