[13] Mereka Lagi

57 4 0
                                    

Rhenaldy melangkah dengan langkah pelan, ia menundukkan kepalanya, masih ada rasa sedih dan kecewa dalam hatinya. Pada akhirnya, semuanya akan tetap sama. Mamah takkan mau makan bersamanya dan memakan hasil masakannya. Ia melangkah tanpa memperhatikan sekitarnya, sampai ia merasa, ia menabrak seseorang. Dengan segera, ia memundurkan langkahnya, lalu meminta maaf tanpa memandang seseorang itu. Ia hanya takut, jika ia mendongakkan kepalanya, air mata itu akan jatuh lalu orang-orang akan tahu, bahwa Rhenaldy itu cengeng.

"Maaf,"

"Panas, anjir! Siapa sih lo?!" bentak lelaki yang suaranya tak asing di telinganya. Lelaki itu nampak sibuk dengan kopi panas yang tumpah di bajunya, sampai ia tak melihat siapa pelaku yang telah menabraknya.

Dengan perasaan takut, Rhenaldy melirik lelaki itu, hanya untuk memastikan apakah benar itu suara yang ia kenali?

"Eh? Ini bukannya curut itu ya?" ucap Liam dengan kekehan nakal diakhir kalimatnya.

"Curut yang mana satu, anjir?"

"Curut yang Tivadar benci loh, anjir. Hahaha." Liam kembali tertawa setelah melihat Tivadar yang kepanasan akibat kopi yang tumpah ke bajunya.

"Bisa diem gak!? Panas nih!" bentak Tivadar yang kemudian langsung membuka kancing bajunya, melepaskan baju itu, kemudian ia lemparkan baju itu tepat di muka Rhenaldy.

"Cuci baju gue. Siang ini harus udah kering. Paham?" ucap Tivadar kemudian ia mengenakan jas milik Hevin yang sedari tadi Hevin ikatkan pada pinggangnya.

Sebelum mereka bertiga benar-benar pergi dari hadapan Rhenaldy, Liu sempat menepuk pundaknya, sedikit meremasnya hingga membuat pemilik tubuh itu meringis.

"Kalau sampai jam makan siang belum kering, siap-siap. Bakal ada kejutan buat elo." bisiknya. Lalu kembali merapihkan kusut yang dia ciptakan pada jas milik Rhenaldy.

"Lo bisikin apa, Liam?"

"Gak. Bukan apa-apa."

"Kasih tau gue. Gue penasaran."

"Jangan berisik, Vin." sentak Tivadar.

"Nanti juga Liam kasih tau." lanjutnya setelah menarik napas panjang. Liam tersenyum miring memikirkan kejutan apa yang akan ia berikan pada curut manis itu.

Dibelakang mereka, Rhenaldy tengah menunduk menatap baju dengan noda kopi di atasnya. Ia genggam baju itu erat-erat, menumpahkan rasa kesal dan sedih yang menusuk hatinya.

"Gak boleh nangis." lirihnya lalu berjalan menuju toilet untuk membersihkan baju milik Kakak kelas tadi.

IMPERFECT

Jovian, Jazziel, dan Haydar tengah berkumpul membahas suatu hal random yang terpikirkan dimasing-masing kepala mereka. Sampai Jovian tersadar, 10 menit lagi bel masuk, tapi ia sama sekali belum melihat batang hidung sahabatnya. Ia sempat celingak-celinguk mencari keberadaan Rhenaldy, barangkali tiba-tiba dia bersembunyi lalu memiliki niat untuk mengejutkannya.

"Nyari siapa, Jov?" tanya Jazziel yang sibuk berlatih pen spinning dijarinya.

"Rhenaldy. Dia belum datang kan?"

Haydar mengedipkan matanya, ia juga baru sadar kalau Rhenaldy belum datang karena Rhenaldy berjanji akan menukarkan sebatang permen dengan sebungkus yupi milik Haydar.

"Dimana, ya, dia kira-kira?"

"Coba telpon aja, El." usul Jovian yang langsung disetujui oleh Jazziel. Dengan segera, Jazziel mengeluarkan ponselnya lalu mencari nama 'Rhenaldy' di dalamnya. Dengan gerakan cepat, ia menekan simbol telpon, menunggu Rhenaldy menjawab panggilannya.

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang