Namanya Jovian Marcello, anak-anak biasa memanggilnya Jovian. Anak gagah yang mempunyai postur tubuh tinggi menjulang itu sangat pandai dalam mengendarai sepeda motor. 'Raja Jalanan' adalah sebutannya. Dia hidup mandiri di kostan khusus cowok dekat tempat dirinya bersekolah.
Hidup mandiri, satu hal yang sudah biasa dilakukan oleh Jovian. Hidup tanpa kasih sayang kedua orang tua, hidup tanpa merasakan sepeserpun uang dari orang tuanya, hidup dengan mengandalkan uang hasil balapan liarnya. Walau dari usianya masih bayi sampai 11 tahun pernah merasakan menjadi keluarga utuh dan kenyang akan kasih sayang kedua orang tuanya, namun tidak dengan sekarang, setelah lulus SMP, Bibi yang mengurus Jovian meninggal dan mau tidak mau Jovian harus belajar hidup mandiri. Jika ditanya, kenapa Jovian tidak pergi ke rumah orang tuanya saja dan malah memilih untuk tinggal sendiri? Tentu saja jawaban Jovian pasti mau. Hanya saja, kedua orang tuanya akan menolak kehadirannya.
Kedua orang tuanya telah berpisah sejak Jovian berusia 11 tahun. Saat itu Jovian dengan wajah sumringahnya mengendarai sepeda gunung hitamnya dalam perjalanan pulang menuju rumah, ingin memberitahu bahwa Jovian telah berhasil mendapatkan nilai A sebanyak 5 kali berturut-turut di mata pelajaran Matematika. Namun, senyuman di wajah Jovian luntur saat melihat kedua orang tuanya bertengkar lagi dan melihat Papahnya keluar membawa satu koper besar dengan ekspresi murka. Dan melihat Mamahnya sama murkanya sembari berteriak, "Talakin saya sekarang juga!"
"Tanpa kamu minta pun akan saya lakukan!" sahut sang Papah.
Dengan takut, Jovian menghampiri Papah yang baru saja menutup pintu bagasi.
"Pah, mau kemana?" tanyanya takut-takut.
Menghela napas berat, Papah bersimpuh di hadapan Jovian. Memegang kedua bahu Jovian sembari mengelus-elusnya pelan, "Kamu mau ikut Papah atau Mamah?"
Jovian bingung, dia tidak mau berada di dalam pilihan ini. Ia tidak bisa memilih diantara mereka. Jovian mau tinggal dengan mereka tanpa harus saling meninggalkan.
"Eum, Jo—Jovian..."
"Jovian ikut Mamah." tegas Mamah saat menghampiri Jovian yang tengah tertunduk.
"Tidak bisa. Saya harus dengar keputusan Jovian terlebih dahulu." tegas Papah tak kalahnya.
Mamah menghela napas panjang, lalu bersimpuh di samping Jovian sembari berbisik, "Jovian ikut Mamah kan ya? Kan Mamah yang melahirkan Jovian. Jovian gak boleh ninggalin seseorang yang sudah melahirkan Jovian. Jovian kan anak baik." rayu Mamah pada Jovian.
Papah yang sepertinya mendengar perkataan Mamah barusan, dia mendecak sebal, "Curang." desisnya yang hanya dibalas dengan senyuman kemenangan oleh Mamah.
"Ya sudah. Kalau Jovian pilih Mamah, jangan pernah Jovian cariin Papah lagi. Kalau ada apa-apa, jangan cari Papah." katanya lalu langsung menarik pintu mobil. Mendengar itu, Jovian segera berlari menghampiri Papah lalu memeluk kakinya.
Mamah yang tak ingin Jovian ikut dengan Papahnya, segera menarik Jovian untuk masuk ke dalam rumah. Jovian hanya bisa menatap kepergian sang Papah dari balik jendela dengan tatapan sedih. Ia tidak tahu sebenarnya ada apa diantara Mamah dan Papahnya sampai-sampai mereka ingin berpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect
FanficDunia membawa mereka bertemu, mempertemukan mereka dalam satu lingkaran. Lingkaran persahabatan yang tidak akan pernah bisa ditembus oleh orang lain. Persahabatan mereka begitu kuat, berjanji tak kan saling meninggalkan sampai pada suatu titik diman...