[15] Kurang Kasih Sayang Orang Tua

72 4 0
                                    

Jovian melangkah tepat di belakang Pak guru, beserta Tivadar, Hevin, dan Liam yang ikut berjalan di belakang Jovian. Mereka bertiga berjalan sembari bersenda gurau tak peduli kini Pak guru tengah memendam amarah. Tanpa sepengetahuan muridnya, Pak guru menghela napas berat sambil terus merutuki kelakuan anak muridnya yang kian hari kian menjadi-jadi.

Sesampainya di ruang BK, Pak guru mempersilakan Jovian, Tivadar, Hevin, dan Liam masuk. Nuansa ruang BK yang sepenuhnya dicat warna putih membuat suasana ruangan ini semakin mencekam dan dingin dari pendingin ruangan yang serasa seperti menusuk tulang. Jovian duduk di sofa panjang bersama dengan ketiga lelaki yang tak henti-hentinya bercanda. Mereka seperti tak ada takut-takutnya berhadapan dengan guru BK.

Pak guru menutup pintu rapat-rapat. Berjalan dengan langkah tegas untuk duduk di hadapan murid-murid bermasalah ini. Sebelum mengintrogasi keempat anak lelaki dihadapannya sekarang, Pak guru menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya, lalu sedetik kemudian, beliau kembali membuka matanya. Dirinya nampak malas tuk membahas masalah seperti ini lagi dengan pelaku yang sama.

"Jadi, sebenarnya ini apa permasalahannya?" Pak guru memulai acara introgasi rutinitas ala guru BK.

"Kan udah kami bilang, dia yang buat gaduh." tutur Tivadar malas. Kini, ia duduk bersandar sambil melipat tangannya dengan kaki yang ia lipat di atas lututnya.

Pak guru lagi-lagi menghela napas panjang, pandangannya beralih menatap Jovian yang sedari tadi menundukkan kepalanya dalam-dalam, "Kamu siapa namanya?"

"Jovian, Pak." jawab Jovian dengan pandangan yang masih menunduk.

"Jovian dari kelas mana?"

"10-2."

"Saya belum pernah lihat kamu sebelumnya masuk ke ruangan saya. Ini pertama kalinya ya?" Jovian mengganguk membenarkan perkataan Pak guru.

"Kalau sama kalian bertiga sih saya udah gak heran lagi. Kalian langganan BK." Pak guru nampak tengah membuka buku besar nan tebal yang sepertinya isinya adalah catatan kenakalan anak-anak SMAN Bintang 2.

"Jovian, bisa tolong jelaskan kenapa kamu tiba-tiba ada di kelas Tivadar? Tolong jelaskan sedetail mungkin ya."

Jovian kembali menjelaskan apa yang terjadi. Ia menjelaskan semuanya, dari mulai Rhenaldy yang tiba-tiba menghilang lalu berakhir ia ada di kelas Tivadar. Pak guru mengangguk mengerti dan beliau seakan langsung percaya dengan perkataan Jovian tadi. Hanya dengan anggukan menenangkan itu, amarah yang sedari tadi ia pendam, perlahan hilang dan kini keadaannya jauh lebih tenang. Jovian percaya, Pak guru dihadapannya ini akan membantunya agar Tivadar, Hevin, dan Liam diberi ganjaran yang sepantasnya.

"Bapak percaya sama curut ini?" sungut Tivadar tak terima namanya berulang kali disebut dalam cerita panjang Jovian.

"Tivadar! Mulutnya!" bentak Pak guru tak suka jika ada anak muridnya yang berkata kasar. Semua guru pasti tidak suka akan hal ini, apalagi mereka masih remaja, tetapi perkataan mereka sangat tidak sopan. Dan guru pasti akan merasa gagal mendidik anak muridnya walau guru tidak tahu jelas bagaimana mereka di rumah.

Tivadar menghembus napas kasar lalu merotasikan bola matanya malas.

"Kalian apa gak bosan nyari perkara terus? Saya aja bosan tiap hari berurusan sama kalian." tatap Pak guru secara bergantian pada Tivadar, Hevin, dan Liam.

"Gue juga bosen kali, Pak. Dikira kagak?" nyolot Tivadar dengan mimik wajah menyepelekan.

"Kurang ajar ya kamu omongannya. Udah berani gak sopan kamu ke Bapak?"

"Gue bosen, Pak, diceramahi terus. Iya gak temen-temen?" Tivadar mencari pembelaan pada teman-temannya. Dan ketika teman-temannya mengiyakan perkataan Tivadar, Tivadar nampak puas dengan sunggingan bibir yang membuat hati Pak guru semakin panas.

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang