[14] Marah

68 5 0
                                    

Jovian melangkah dengan langkah penuh kemarahan. Setelah mengetahui bahwa Rhenaldy diseret pergi oleh Tivadar dan teman-temannya menuju rooftop. Jovian melangkah menyusuri koridor lantai atas, mencari keberadaan kelas 12-3, tempat yang Jovian ketahui bahwa kelas tersebut adalah kelas Tivadar, Hevin, dan Liam berada. Tiga lelaki yang Jovian benci.

Tanpa permisi, Jovian membuka pintu itu dengan kasar, membuat seluruh pandangan mengarah ke Jovian. Dengan napas memburu, Jovian melangkah mendekati Tivadar yang rupanya ia sedang tertidur di atas meja.

Tanpa basa-basi, Jovian menarik rambut Tivadar, lalu ia hantamkan dengan kuat kepala Tivadar ke atas meja. Tak sekali dua kali, ia melakukan itu berkali-kali sampai kening Tivadar mengeluarkan darah. Tivadar tersulut emosi saat mengetahui keningnya terluka. Tangan Tivadar beralih tuk mencengkeram tangan Jovian, memutarnya hingga Jovian meringis.

Tivadar bangkit masih dengan tangannya yang setia mencengkram erat tangan kiri milik Jovian.

"Lo siapa? Dateng-dateng bikin gaduh di kelas gue, hah?"

"Bangsat! Lo apain temen gue, hah?"

"Gue gak kenal temen lo anjir! Gak jelas." Tivadar mendecak kesal, lalu melepaskan genggamannya dengan kasar. Tangannya beralih untuk melihat darah dikeningnya.

Tivadar menunjukkan telapak tangannya dengan darah yang ia usap dari keningnya pada Jovian, "Liat apa yang lo perbuat. Lo cari mati ya?"

"Lo yang cari mati! Yang lo dapetin itu gak seberapa sama sakit yang Rhenaldy dapetin." mendengar itu, Tivadar mengerutkan keningnya. Matanya berputar seperti dia sedang mengingat sesuatu.

"Baru sadar sekarang siapa yang barusan lo pukul habis-habisan di rooftop?" napas Jovian memburu dikala ia mengingat kejadian barusan.

Dengan derap langkah yang tergesa-gesa, Jovian, Haydar, dan Jazziel berlari menaiki anak tangga menuju atap sekolah setelah mereka mengetahui bahwa Tivadar berserta teman-temannya datang ke kelas mereka ketika mereka bertiga sedang tak berada di kelas dan menyeret paksa Rhenaldy. Informasi itu mereka dapatkan dari ketua kelas mereka ketika Jazziel bertanya dimana Rhenaldy. Baru 10 menit mereka tinggal dan Rhenaldy sudah menghilang.

Mereka menemukan Rhenaldy terbaring dengan kondisi baju yang kotor, ada banyak cap telapak sepatu dibajunya, semakin membuat geram Jovian.

Dengan segera, Jazziel dan Haydar membantu Rhenaldy untuk duduk. Terdengar risingan yang keluar dari mulut Rhenaldy yang menyertai sengatan matahari siang ini. Jovian menggenggam kedua bahu Rhenaldy, sedikit mengguncangnya dengan tatapan khawatir. Tak dapat dibohongi, dengan jarak sedekat itu, Rhenaldy dapat melihat kobaran api dibola mata Jovian. Dengan terburu-buru, Rhenaldy menunjukkan senyuman manisnya, berusaha meyakinkan Jovian bahwa dirinya baik-baik saja. Karena Rhenaldy tahu, dimata Jovian sekarang penuh murka.

"Siapa yang buat lo kayak gini?" tanya Jovian dengan penuh penekanan.

"Gue...gue gak papa kok, Jov."

"Gue gak nanya lo gak papa atau gimana. Yang gue tanyain, siapa yang buat lo sampai kayak gini?"

Rhenaldy tetap bungkam, masih enggan membuka mulutnya.

"Gue tanya sama lo, Rhen! Jawab gue!" Jovian semakin marah kala Rhenaldy menutupi siapa orang yang telah memukulinya.

Pantulan cahaya membuat Haydar harus menyipitkan matanya berkali-kali, terkadang ia menggunakan tangannya untuk menutupi pantulan cahaya tersebut dari matanya. Pantulan cahaya itu terus-menerus mengganggu pandangan Haydar. Haydar menoleh pada sumber pantulan tersebut, dilihatnya benda kecil berbentuk persegi panjang dengan warna emas tergelak di lantai. Melangkah dengan langkah kecil, Haydar berjongkok untuk mengambil benda kecil tersebut.

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang