Angin bertiup mengitari rambut coklat tipis yang indah memandang sesosok lelaki tegap yang semakin lama bayangannya semakin menjauh. Hari ini Zayn akan kembali ke Bradford. Nadine bersedia mengantarnya hingga bandara dan melihat lelaki itu pergi jauh untuk dua bulan lamanya.
"Zayn!"
Langkah Zayn terhenti. Ia terdiam namun tumitnya tidak kembali menghadap Nadine. Sosok itu hanya terdiam tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
"Zayn, kau tidak ingin mengucapkan salam perpisahan?"
Bandara begitu sunyi karena dalam beberapa minggu ini penerbangan tidak boleh dilakukan karena cuaca buruk, sedangkan Zayn tetap ingin pergi mengingat ibundanya sedang sakit.
"Zayn!" Nadine menghela napas. "Zayn, aku sedang berbicara padamu!"
Perlahan Zayn memutarbalikkan tumitnya. Menatap Nadine dari kejauhan dan perlahan mengatupkan bibirnya. "Apa?"
Suara itu terdengar serak dan parau. Hati Nadine terasa lirih ketika mendengarnya.
"Kau tidak ingin berbicara sepatah kata pun?"
Tiba-tiba Zayn menyerengitkan dahinya. "Bukankah tadi aku sudah berbicara?"
"Bukan, maksudku," Nadine terhenti untuk menarik napas. Rasanya Ia ingin sekali menarik rambutnya kencang dan membenturkannya ke dinding. "Kau tidak ingin mengucapkan salam perpisahan?"
Sosok itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak ingin."
"Mengapa?"
Zayn menggelengkan kepalanya untuk kedua kalinya. "Tidak. Hanya saja aku tidak ingin mengucapkan salam perpisahan."
"Mengapa, Zayn?"
"Tidak. Sudahlah, Nadine."
Bola mata coklat itu berkaca-kaca. Buliran-buliran air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku memaksamu, Zayn." Nadine terdiam. "Mengapa?"
"Aku tidak bisa memberi--"
"AKU MEMAKSAMU UNTUK MEMBERITAHUKU, ZAYN!"
"Tapi--"
"ZAYN!"
Pekikan Nadine sontak membuat beberapa pasang mata langsung menoleh ke arahnya.
Zayn menghela napas. Perlahan kakinya itu melangkah mendekati gadis itu. "Mengucapkan selamat tinggal sama saja seperti membiarkanmu ditinggal olehku untuk selamanya."
"Maksudmu?"
"Mengucapkan selamat tinggal sama saja membiarkan kita berpisah untuk selamanya."
Perlahan Nadine meneteskan air matanya. "Tapi tidak selamanya ucapan itu memberlakukan aturan seperti itu."
"Sok tau."
"Eh?"
"Kau sebenarnya mengerti perkataanku atau tidak?"
Nadine mengangguk. "Aku mengerti. Kau sedang membahas mengenai salam perpisahan bukan?"
"Ya. Lalu kau mengerti ada sesuatu yang tersirat dari ucapanku itu?"
"Apa? Memangnya kau ingin berbicara mengenai apa?"
Zayn menghela napas karena gemas. "Itu artinya aku tidak ingin berpisah denganmu, Nadine."
Seketika pipi Nadine berubah menjadi warna merah muda namun diselingi suara isak tangis yang membuat Zayn semakin tidak tega untuk meninggalkannya.
"Nadine, jangan nangis dong."
Namun gadis itu tetap menangis. Akhir kata didekapkannya tubuh sosok perempuan itu ke dalam pelukan Zayn.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Scenes // malik
Fanfiction✅ Completed [2016] Cerita Nadine tidak berhenti sampai situ. Cerita tentang ia dan Zayn. Cerita tentang hubungan mereka. Cerita tentang kepribadian Zayn. Cerita tentang perjuangan yang tiada henti. Cerita tentang awal dari sebuah perjalanan.