Eleven

505 74 7
                                    

Puluhan orang asing berdesakan memenuhi gedung berlapis kaca dengan sentuhan kendaraan terbang yang berlalu lalang datang dan pergi dari landasan.

Genggaman tangan semakin erat dan erat. Tak lupa Ia juga memeluk dia dan tersenyum meringis. Sorotan matanya melukiskan berbagai hal yang tak bisa digambarkan secara lisan. Nadine dan Zayn akan berpisah dengan kota tempat mereka dipertemukan.

Tangan mungil Nadine terus menerus digenggam oleh Zayn. Katanya, takut Nadine hilang. Tatapan mata keduanya terus bertemu sesekali setiap salah satu dari keduanya ada yang membuat gerakan kecil mendadak. Hal itu yang membuat mereka tetap setia menunggu jadwal keberangkatan ke Bradford.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10:46 namun pemberitahuan tentang keberangkatan belum juga diumumkan.

"Zayn, aku ingin ke kamar kecil," ucap Nadine pelan sambil sesekali menggigit bibirnya.

Zayn menoleh. "Mau aku antar?"

"Nggak, aku bisa sendiri kok."

"Yaudah, hati-hati ya. Aku tunggu di sini."

Nadine pun mengangguk dan segera pergi meninggalkan Zayn. Ia berjalan dengan cepat. Seketika angin membendung sebuah tembok besar di antara keduanya. Ada perasaan yang memiliki jarak di balik semua senyuman merekah indah yang terlukis.

Sesampainya di depan wastafel kamar kecil Nadine langsung membasuh wajahnya dengan air segar dari keran dingin yang telah diputarnya. Ia dingin. Diam menatap pantulan wajahnya di cermin. Memerhatikan seluruh detail yang terbentuk dari sudut kanan hingga kiri wajahnya. Mulutnya ternganga tanpa ia sadari, terdapat luka cukup parah di sana yang tak bisa Zayn lihat. Dengan cepat Ia langsung membersihkan luka itu sambil menahan sakit alhasil ia meringis tanpa membuat orang lain khawatir.

Zayn menatap kakinya yang menggantung tak menyentuh permukaan tanah. Ia diam. Merenungkan semua yang telah terjadi dan memikirkan kejadian apa yang akan terjadi. Terdapat senyum kecil di sudut bibirnya ketika Zayn mengingat sebuah memori yang menghangatkan jiwa, namun senyuman kecil itu kembali hilang dan padam ketika semua memori itu malah mencabik jiwa terdalamnya. Ia menyesal, sungguh menyesal.

*****

Seorang gadis yang sedang berjalan cepat sambil merunduk membuat beberapa pasang mata keheranan. Rambut panjangnya membuat jutaan ekspresi yang terlukis di wajahnya tak dapat ditangkap oleh mata orang lain. Seketika langkahnya terhenti dan diam di punggung belakang seorang lelaki.

"Zayn," bisiknya.

Sepersekian detik Zayn langsung menoleh. "Eh? Kau kenapa?"

"Pesawat kita sudah ingin berangkat. Mengapa kau diam saja?" tanya Nadine sambil mengatur napasnya.

"Serius?" jawab Zayn yang sebenarnya lebih mengarah ke pertanyaan mengintimidasi, "Kau kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kau terlihat hmm--lelah?"

"Aku takut kita ketinggalan pesawat."

Zayn terkekeh kecil namun tiba-tiba Ia langsung terdiam. "Kita tidak akan jadi pergi"

"Maksudmu?"

"Kita akan kembali lagi ke rumah."

"Tapi--"

"Lelaki tangguh tidak akan lari dari kenyataan dan lelaki dewasa akan mengajarkan kepada wanitanya bahwa kenyataan tak bisa dihindari."

*****
Demi apapun sorry banget gue baru update ya ampun. Udah sebulan lebih ya padahal, maaf banget. Maaf juga chapternya sedikit banget. Bagi yang mau nanya2 bisa ke ask.fm gua ya cari aja shafauliaa, kalau misalkan mau ngobrol2 inbox aja, oke? Lop yu

Behind the Scenes // malikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang