Twelve

558 72 17
                                    

"Kenapa sih?" tanya Nadine sambil menyerngitkan dahinya. Ia heran, kenapa pula Zayn yang mengajaknya pergi tapi malah dia juga yang membatalkannya?

Zayn menoleh ke arah Nadine yang sekiranya sudah berpuluh-puluh kali berdecak sebal. "Kesel ya?"

Lagi-lagi Nadine menghembuskan napas pertanda permusuhan. "Pakai nanya lagi."

"Kenapa?" tanya Zayn menahan tawanya.

"Ya, kamu ini ya. Kamu yang nyuruh kita buru-buru pergi, tapi kamu juga yang ngebatalin rencana kita. Kamu kira aku apaan. Untung aku masih mau nurut sama kamu, coba kalau aku gamau? Aku udah pergi sendirian kali ke sana tanpa kamu, iya, tanpa kamu."

Tak berapa lama Zayn yang terdiam langsung terkekeh geli mendengarnya. "Apaan sih, Yang? Kok kamu nggak jelas gitu?"

"Kamu tuh yang nggak jelas."

Zayn melirik pipi empuk Nadine yang sedang mengembang. "Kok aku?"

"Tau."

"Kenapa sih?"

"Pikir aja sendiri."

"Judes banget sih, Sayang."

Nadine menoleh dan melotot. "JANGAN PANGGIL SAYANG-SAYANG!"

"Oke," jawab Zayn dengan nada yang hampir berbisik.

Terjadi keheningan di antara keduanya, mereka lagi-lagi hanyut ke dalam pikirannya masing-masing. Nadine sibuk memandangi kuku cantiknya yang perlahan mulai memanjang dan Zayn sibuk memerhatikan jalan. Deringan ponsel memecahkan gundukan es di antara mereka.

"Halo?" Zayn memulai percakapan.

"Zayn? Apa kau sudah sampai di Bradford?"

Nadine samar-samar mendengar suara wanita yang sudah cukup tua, namun keliatannya masih bugar dan sehat.

"Hmm. Aku tidak jadi ke sana, Mom," jawab Zayn sambil mengigit bibir bawahnya.

"Kenapa? Kau kan sudah janji denganku kalau kau akan memperkenalkan calon menantu kepadaku."

Sontak Nadine yang tak sengaja mendengarnya langsung terperanjat kaget dan melototi kedua mata Zayn yang sedang tertawa renyah melihat ekspresi Nadine.

"Dia aman denganku di sini, Mom. Aku janji setelah selesai menyelesaikan masalah di sini, kami akan pulang ke sana dan menikah."

Lagi-lagi Nadine melototi Zayn dan mencubit pinggangnya membuat Zayn berteriak kecil sambil meringis kesakitan.

"Zayn? Kau kenapa?"

"Tidak ada apa-apa, Mom. Barusan aku diserang semut imut dan cantik."

"Kamu ini masih saja suka bergurau. Ya sudah, aku tutup dulu ya. Nanti malam kabari aku tentang kabarmu."

"Siap, bos!"

Zayn pun menaruh ponselnya ke dalam dashboard mobil. "Apa?" tanyanya saat Nadine mulai menatap dengan tatapan bak raja hutan yang sedang membidik sasaran hangatnya.

"Aku masih ingin kuliah."

Zayn menaikan sebelah alisnya. "Jadi?"

"AKU NGGAK KEPENGEN NIKAH DULU SAMA KAMU TAU NGGAK! AKU GA KEPENGEN!"

"Emang siapa juga yang mau nikahin kamu?"

Nadine membuang pandangannya. "Kamu," jawabnya pelan.

"Siapa?"

"Kamu."

"Siapa?"

"Kamu, Zayn."

"Hah? Aku?"

"Iya, kamu sayang," ucap Nadine sambil mendengus sebal.

"Iya, aku kenapa sayang? Aku nyebelin ya? Uu tayang, sini aku peluk."

Otomatis Nadine menepis tangan Zayn. "Apaan sih, geli tau!"

"Ih, marah-marah mulu kaya singa kelaparan. Eh bukan, kaya babon lagi mau kawin."

"ZAYN!!"

*****

Suasana sudah mulai ramai. Restoran bintang lima ini sudah seperti lautan manusia. Banyak orang yang sedang berkencan dengan kekasihnya, merayakan ulang tahun ataupun kesuksesannya hingga ada yang hanya ingin mencicipi makanan baru.

"Kenapa ngajak aku ke sini?" tanya Nadine heran, "aku kan cuman pakai kaos sama celana jeans."

Dengan santainya Zayn merangkul tangan Nadine. "Kenapa gitu?"

"Kamu nggak liat apa orang-orang pada pakai dress sama kemeja? Tuh, ih, kenapa nggak nyari tempat makan yang biasa-biasa aja sih?"

"Kali-kali aku bawa orang spesial ke tempat yang spesial. Udah ya jangan dipikirin, toh, kamu pakai pakaian gini aja udah cantik." Zayn tersenyum, "yuk, masuk."

Nadine pun terpaksa harus menuruti kemauan Zayn. Ia mencoba untuk tetap nyaman dengan suasana sekitarnya.

"Permisi, apakah ada tempat kosong?" tanya Zayn kepada salah seorang pelayan.

"Oh, ada. Silahkan ke daerah pojok sebelah kanan. Di sana masih ada bangku kosong untuk dua orang."

"Terima kasih," ucap Zayn sambil menebarkan senyuman.

Nadine menyikut sikut Zayn. "Tumben senyum ke orang lain," bisiknya.

"Ya, nggak apa-apa dong. Biar pelayan tadi suka sama aku."

"Playboy kelas kakap," ujar Nadine sambil memutar bola matanya.

Zayn pun memersilahkan Nadine untuk duduk dan memesan menu yang diinginkannya

"Lagi pengen apa?" tanya Zayn.

"Lagi kepengen kamu peluk," jawab Nadine santai.

"Serius ya?"

Nadine menggeleng. "Bercanda elah. Hmm, aku mau ini deh."

Zayn melihat pesanan Nadine. "Malam malam gini kamu pengen makan bubur?"

"Ya, kepengen aja. Tapi buburnya pake kepiting ya."

"Mana ada?"

Nadine terkekeh. "Aku cuman pengen kepitingnya. Buburnya mah buat kamu aja."

Zayn menatap Nadine malas. "Terus kenapa kamu malah mesen bubur?"

"Ya, kepengen aja."

"Aneh."

"Kamu yang aneh."

Zayn menutup buku menunya. "Lama-lama aku cium juga nih."

"Nih, cium," ucap Nadine sambil menepuk pipinya dan memainkan bibirnya.

Seketika Zayn pun mengecup bibir Nadine cukup lama sambil mengelus pipi Nadine pelan. "Aku sayang sama kamu, Nad. Aku nggak pengen kamu pergi dari sisi aku. Apapun yang terjadi kamu harus janji ya kalau kamu bakalan selalu ada di samping aku? Aku janji, aku bakalan nyelesain masalah aku tanpa ngebuat kamu luka sedikit pun. Aku janji abis ini kita bakalan bahagia. Maaf, Nad. Aku mungkin akan cerita semuanya ke kamu, tapi nggak akan secara keseluruhan."

"Maksud kamu nggak secara keseluruhan?"

"Intinya, aku pernah berniat buat ngasihin kamu ke orang kemarin untuk dijual."

*****
Berhubung makin lama makin ngaco. Jadi gue cepetin aja ya? Wkwk. Kayaknya di chapter 20 selesai deh, eh ga deng. Paling 5 chapter lagi.

Comment dong. Comment lo semua bikin gue semangat, sumpah

Behind the Scenes // malikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang