Jarum jam sudah menunjukkan angka dua belas tengah malam. Besok pagi Nadine ada mata kuliah pagi, namun dirinya belum juga tertidur. Matanya terus saja menatap ke arah buku pemberian Zayn dan pipinya terus saja menggembung ragu-ragu.
"Buku apa ya ini?" gumam Nadine sambil membolak-balikkan buku pemberian Zayn.
Beribu-ribu pertanyaan hinggap di benak Nadine menimbulkan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Ia kembali lagi terdiam dan menatap buku coklat itu dari dekat.
Gadis berambut coklat itu masih meneliti setiap sudut buku dengan seksama sehingga Ia tahu buku macam apa yang diberikan oleh Zayn, tapi tetap saja setelah berjam-jam lamanya buku itu tidak menunjukkan sesuatu yang spesial.
Perlahan Ia menyandarkan bahunya di antara tumpukan bantal empuk dan memijat punggung hidungnya. "Lebih baik aku membuka buku ini," gumam Nadine.
Mata coklat Nadine mulai membaca rangkaian kata di halaman pertama buku coklat tersebut. Perlahan dahi Nadine mengernyit. "Apa-apaan?"
Nadine berusaha untuk kembali membaca susunan kalimat--yang bisa dikatakan cukup rumit.
Ada perasaan yang berkecamuk di dalam hati Nadine. Perasaan seperti gelisah atau lega. Apa mungkin perasaan bahagia dan sedih sekaligus? Entahlah, Nadine sendiri juga tidak bisa menjawab teka-teki yang berada di hatinya itu.
Kecepatan membaca Nadine semakin bertambah membuat bola mata coklat itu menggeliat seperti cacing padang pasir yang membutuhkan dinginnya mata air. Akhirnya bola mata itu terhenti ketika Ia menemukan potongan foto Niall terpampang di sudut kiri bawah halaman pertama.
"Sebenarnya buku apa ini?!" pekik Nadine.
Tangannya bergetar membuka halaman berikutnya dengan cepat. Tiba-tiba sebuah kilat ketakutan menyambar hatinya, membuat perhatiannya beralih di atas foto dua orang sahabat sedang berpelukan, kejadian itu terjadi sekitar tiga tahun yang lalu, saat mereka baru menginjak kelas satu Sekolah Menengah Atas. Mereka itu adalah Nadine dan Niall.
Sedikit senyuman terulas di bibir merah Nadine. Pipinya memerah dan matanya tertawa. Saat itu Niall masih mengenakan kawat gigi dan Nadine masih senang dengan gaya rambutnya yang dikepang. Mereka berdua masih terlihat culun sekali, namun terpampang di wajah mereka jika mereka saling menyayangi satu sama lain.
Gadis anggun kembali membaca topik menarik yang berada di depan matanya sedangkan otaknya kembali memilah-milah kenangan bahagia yang harus Ia jaga untuk selamanya.
Sepertinya Zayn mendesain buku ini mirip seperti sketchbook kebanyakan, batin Nadine ketika Ia menyadari di setiap halaman-halaman buku tersebut dihias sebegitu indahnya menggunakan ukiran tangan.
Nadine membaca sebuah kalimat, kalimat yang membuat Ia terdiam. Kalimat yang hanya bersusunkan tiga kata yang terdiri dari empat belas huruf.
"04 Februari 2012"
Kalimat itu melempar Nadine kembali ke masa lampau. Tepat pada tanggal itu Nadine dan Niall sedang bermain di halaman belakang rumah Niall.
Pagi yang cerah terlukis di langit tempat mereka berteduh. Pepohonan merunduk dengan santainya walaupun dijadikan tempat hinggap puluhan burung gereja.
Niall dengan polosnya memeluk tubuh mungil Nadine. Membenamkan wajah Nadine di atas dada bidangnya.
"Nadine, asalkan kamu tau aku tak pernah ingin perpisahan terjadi di antara kita," ucap Niall sambil membelai kepala Nadine.
Nadine yang kala itu belum mengerti apapun hanya bisa terdiam memikirkan sebuah pertanyaan mudah namun mengerikan. "Mengapa?"
"Karena hati ini selalu nyaman ketika berada di dekatmu."
"Apa artinya?"
"Entah. Aku juga tidak mengerti. Perasaan seperti ini sebelumnya tidak pernah aku rasakan."
Tiba-tiba Nadine menoleh. "Niall."
"Iya?" jawab Niall lembut.
"Apakah itu yang dinamakan cinta?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Scenes // malik
Fanfiction✅ Completed [2016] Cerita Nadine tidak berhenti sampai situ. Cerita tentang ia dan Zayn. Cerita tentang hubungan mereka. Cerita tentang kepribadian Zayn. Cerita tentang perjuangan yang tiada henti. Cerita tentang awal dari sebuah perjalanan.