Saat itu salju sedang turun. suhu udara berada pada posisi terendah membuat siapapun diwajibkan menggunakan pakaian berlapis juga heat pack dalam genggaman
Tepat saat jam menunjukan pukul sepuluh pagi, bell tanda berakhirnya kelas berdenting nyaring. Kegiatan belajar hanya sampai setengah hari karena berita mengabarkan jika cuaca akan semakin buruk di siang sampai malam hari nanti
Jisung dengan bungkus bekalnya berjalan turuni tangga menuju halam depan. Sebagian besar siswa berkumpul karena ingin melihat rimbunnya salju turun dari langit
Ia Sedikit kesulitan untuknya melihat jalan karena pipi gembulnya beradu dengan syal di leher, membuat bibirnya mengembung bertabrakan dengan dua pipi besar pada kanan dan kiri
Kedua pipi itu memerah oleh dinginnya udara. mata dengan hazel coklat susu berkedip beberapa kali karena sesekali rintik salju kenai mata. Samar ia melihat bocah lain berusaha bangkit dari jatuhnya dengan kaki yang terkubur dalam tumpukan salju. Jauh di luar sana dekat dengan taman bagian depan
Jisung menoleh kesamping dimana gerombolan bocah kelas lain menertawakan lelaki itu. Jisung menggeram, sudah berapa kali ia peringatkan untuk tidak melakukan bully?!
Dengan tubuh gembul yang semakin terlihat besar dengan pakaian tebalnya jisung turun menuju halaman dan berlari tergopoh hampiri sosok malang yang masih terkubur kakinya
Hal yang pertama jisung sadari adalah, lelaki itu menangis dengan suara yang amat keras memeka telinga. Wajah bocah itu luar biasa merah karena panik namun bibirnya sudah pucat membiru karena kedinginan
Jisung membantu dengan menggali gumpalan salju sekuat tenaga hingga telapaknya memerah dan nyeri
"Jangan menangis! Tarik kakimu naik!" jisung membentak namun ditanggapi oleh si bocah malang. Keduanya bekerja sama hingga akhirnya kaki kecil si lelaki berhasil lepas dari gundukan salju
"Ayo cepat ke dalam!! Kau belum di beri mantel tambahan oleh bibi juhan kan? Ayo masuk sebelum tubuhmu semakin beku"
Dengan langkah terseoknya si bocah lelaki dibimbing jisung masuk kedalam gedung sekolah. Ia beri dua buah heat pack pada kedua tangan si bocah
"Aku jisung. Kelas Mentari-1A!" jisung perkenalkan diri dengan senyum lebar. Tampilkan dua buah gigi ompongnya dengan bangga
"Minho. Embun-3B"
"Woah!! Kau lebih tua dariku rupanya, kenapa kau tidak melawan saat kakimu di timbun begitu?! Bukankah harusnya kau lebih kuat"
Minho hanya menunduk dan enggan menjawab jisung. Sibuk hangatkan tubuh dari dinginnya udara yang sebelumnya membekukan tubuh
"Minho mulai sekarang jadi temanku saja ya?!"
Tawar jisung, tanpa persetujuan sang lawan bicara ia langsung lingkarkan kelingkingnya membentuk janji
Dan hari demi hari berlalu setelahnya.. Minho dan jisung benar-benar menjadi teman permainan selama di sekolah. Mengingat kebaikan hati jisung dan juga janji kelingking yang mereka semat membuat minho merasa jika ia memang harus selalu bersama dengan jisung
Selama beberapa hari mereka menjalin pertemanan bersama, sedikitnya jisung tau jika dua orang tua minho meninggal karena kebakaran saat sedang bekerja. Minho dimasukan kedalam panti seperti dirinya karena tidak ada satupun sanak saudara yang mau menerima dan mengurus
Namun untungnya minho tumbuh menjadi anak yang pintar dan rajin. Begitu banyak prestasi yang diraih, salah satu keahlian minho adalah merakit mesin di usia yang terbilang sangat muda
Namun tanpa mereka ketahui jika semua itu berkat kerja keras jisung di dalamnya.
selama ini jisung yang sering membantunya pelajari juga tekuni hal-hal yang berkaitan dengan robotic dan rakit merakit, namun jisung tidak menunjukannya di depan umum.
Tidak seperti minho yang bahkan mendapat beasiswa keluar negri karena kepintarannya
Namun hal itu tidak membuat jisung iri. Justru jisung sengaja melakukannya karena ia begitu menyayangi minho dan jisung merasa masa lalu minho jauh lebih buruk dibanding dirinya
Makanya jisung ingin membagi ilmu agar kelak minho bisa menikmati kehidupan dengan kepintarannya sendiri. Dunia sudah sangat kejam pada minho sejak usianya masih muda, bukankah minho patut untuk bahagia?
Saat usia jisung menginjak 15, minho menyatakan perasaan padanya.
Saat itu jisung sedang merenung di taman lalu datang minho yang baru saja selesai dengan olimpiade. Minho datang dengan surai yang tersisir rapih dan jas almamater membalut tubuh
Minho sangat amat tampan dan jisung selalu mengagumi di tiap harinya. Tidak pernah terbesit sedikitpun jika minho akan menyatakan perasaan padanya karena jisung merasa minho terlalu sempurna untuk bersanding di sisinya
Jisung terima pernyataan itu. Buat minho tersenyum lebar hingga tampilkan gigi kelinci lucunya
Janji jari kelingking yang dulu mereka semat kini berganti lumatan dengan janji baru yang mereka semat. Diikuti oleh tetesan air mata pertama yang turun basahi pipi gembul jisung
Jisung mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Gelang dengan tali merah buatannya ia lingkarkan pada pergelangan minho. Jisung satukan ibu jarinya dengan milik minho membuat sang kekasih menatap jisung bingung
"Minho-ya, aku juga mencintaimu" namun jisung semakin terisak saat menyatakannya
"Hannie, jangan menangis"
'Hannie, jangan menangis' adalah kalimat terakhir yang sangat melekat dalam ingatan jisung karena setelahnya jisung pergi meninggalkan sang kekasih
Jisung mematahkan janjinya membuat minho merasa luar biasa hancur saat itu. Minho merasa jisung hanya mempermainkan janji disaat ia sangat bersungguh-sungguh pada jisung
Minho melempar celengan miliknya yang sudah ia sembunyikan sejak lama hingga hancur berkeping. Seluruh uang yang ia tabung akan ia gunakan untuk biaya hidup di luar panti asuhan bersama jisung. Namun sayangnya, jisung lebih dulu diadopsi
Dan sialnya, jisung diadopsi oleh seseorang dengan latar belakang yang mencurigakan. Membuat minho kesal bukan main dan hancurkan segala isi di dalam kamar asramanya
Tes..
Tes..
Tes..
Dan di sinilah jisung sekarang dengan tubuh barunya yang di rakit oleh kekasihnya sendiri.
Jisung senang karena berhasil mengingat semua masa lalunya setelah sekian lama terkubur karena Trauma yang disebankan oleh orang tua angkatnya. Jisung bisa kembali mengingat masa-masa menyegarkan di masa lalu walau singkat, setidaknya ia tidak lagi menyalahkan takdir dan merasa hidupnya selalu buruk
BZT
BZZTT!!
Awalnya jisung kira minho sekejam itu hingga kemudian ia sadar jika rupanya detaknya masih ada di sana, walau lemah dan semakin nyeri karena—
Kabel-kabel dalam tubuhnya mulai terasa menyengat kuat.
Jisung menatap sekitar dan tersadar jika lantai tempatnya terduduk sudah sangat amat basah oleh air yang sejak tadi tak henti menetes di atas kepala
Jika dulu tubuhnya tidak akan bereaksi hanya karena tetesan air basahi surai, namun tidak untuk kali ini.
Jisung bangkit perlahan setelah melempar charger yang menggantung pada sisi tubuh. Ia gerakan tungkainya dengan kesulitan karena sepertinya ada air yang masuk kedalam sela tubuh dan membuat bagian sensor geraknya konslet
Jisung berdiri di depan pintu kaca menatap jalanan malam yang lenggang dengan kedipan lemah. Lalu kepalanya menoleh tepat pada kamera yang mengarah padanya dengan cahaya merah berkedip
Tidak, jisung tidak perduli sekalipun mereka akan mengetahui kelakuannya di keesokan hari nanti. Yang jelas, jisung ingin temui minho dengan ingatan masa lalunya sekarang juga
Jisung memaksakan gerak, ia mengambil alat pemadam yang memang sengaja di letakan di sudut ruangan. Dengan langkah yang patah-patah, jisung melemparkan benda berat itu
PRANG!
Hingga kaca tersebut pecah berkeping.
—Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[25] RNG-2.0 || MinSung
FanfictionMinho memiliki senjata. Senjatanya memiliki Mata jeli dan tajam setajam elang, mulut nya penuh dengan untaian kalimat yang mampu menjerat mangsa. Senjatanya menyukai sentuhan, namun jika melewati batas, jangan harap bisa kembali dengan kondisi...