Hubungan Kim Junkyu dan kekasihnya berakhir tandas karena salah dua diantara alasan yang lain bahwa dirinya adalah seorang pengangguran dan bersikap acuh tak acuh. Pada waktu yang bersamaan ia tidak sengaja mendengar sedikit percakapan antara Yoshin...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah larut, lalu lalang manusia melonggar bahkan hampir bisa dikatakan agak sunyi. Sedangkan Junkyu baru pulang dari shiftnya (sebenarnya sudah dari beberapa jam yang lalu, tapi Junkyu memilih menemani teman shiftnya 'sebentar' untuk mengobrol)
Kakinya yang jenjang memasuki toko 24 jam sekedar membeli makanan kemasan dan minuman yang bisa ia seruput sambil duduk-duduk sebentar. Pas sekali ketika tangannya menjangkau kopi-susu kalengan, bahunya ditepuk pelan. Mendapati Yoobin dari lirikannya. Bola matanya berotasi. Lantas cepat-cepat menyambar barangnya dan bergegas menuju kasir. Naasnya Yoonbin mengekor dari belakang dengan wajah super duper datar nan menjengkelkan.
"Kita bisa mengobrol sebentar di sana. Pasal Yoshi misalnya." Kata Yoonbin yang sadar bahwa Junkyu ingin pergi tanpa basa-basi.
Kentara sekali. Yoonbin menyinggung senyum saat Junkyu mudahnya memutar tubuh 180 derajat menghadapinya. Ia terkekeh, menunjuk dua kursi yang mengelupas catnya di depan toko.
Bunyi klik kaleng soda mengawali ketegangan diantara keduanya. Ogah-ogah Junkyu menancapkan perhatian pada Yoonbin disampingnya yang sedang menenggak minuman berkarbonasi. Ia sibuk memikirkan jalan keluar agar bisa lekas pulang ke rumah. Tololnya malah berhenti sekonyong-konyong karena telinganya menangkap nama Yoshi.
"Aku baru saja berkunjung ke rumah Yoshi kalau kamu ingin tahu."
Sayangnya tidak. Junkyu benci sekali bertele-tele.
"Langsung saja. Apa yang ingin kamu katakan?"
Lagi-lagi Yoonbin terkekeh pendek sambil menggeleng-geleng. Meneguk sodanya kembali. Sorot matanya lurus mengamati jalanan yang kosong, sesekali melirik ke arah Junkyu yang sama sekali senyap dan malah berdiri menatapnya penuh emosi. "Tidak peduli apa niatmu, tapi waktuku tidak banyak. Kamu bajingan Yoonbin. Kamu mengacaukannya dan kamu masih santai berkeliaran di sekitarnya. Aku muak. Aku tidak suka keberadaanmu mengitari Yoshi sebagaimana bayangan."
"Aku tahu," Yoobin berhenti tuk menyesap minumannya. Menanamkan tatapan pada bola mata Junkyu lamat-lamat lalu bergulir memandangi kaleng soda, mengitari pinggirannya dengan ibu jari. "Yoshi kesalahan terbesarku dan dia temanku, aku tidak bisa pergi membiarkannya terpuruk melulu,"
Lagi. Junkyu merotasi matanya. Pikirnya kehadiran Yoonbin bagi Yoshi hanyalah garam diatas luka yang menganga. Ia percaya tanpa Yoonbin, Yoshi tidak perlu mengingat masa lalunya, mengingat perasaan yang dulu dicampakkan setelah malam seolah hanya permainan belaka.
Di lain sisi Yoonbin menggertakkan rahangnya. Mengangkat kepala dan matanya seolah pedang berusaha menusuk Junkyu dengan sorotnya. "Tidak pernah, dalam hidupku melihat Yoshi menempel dengan orang lain, baik itu Jihoon atau Kak Hyunsuk sekalipun. Dia punya batasan yang menjadi rahasia antara dirinya dan orang lain. Tapi kamu, Kim Junkyu, orang asing yang dalam sekedip mata bisa membuatnya membuka pintu dan mengizinkanmu masuk ke dalam ranah pribadinya. Dan sekarang kamu menghilang."
Baik Junkyu maupun Yoobin mengatupkan bibir mereka. Suara rintik-rintik hujan pada genting asbes toko menghantar mereka menata pikiran. Tenggorokan Junkyu seolah tersumbat sehingga ia tidak sanggup melontarkan kata-kata akibat terjepit. Matanya yang memancarkan ketidaksukaan berangsur layu dihantam ketidakpercayaan. Sedangkan Yoonbin mengunci mulutnya rapat-rapat agar tidak mengeluarkan kalimat yang bukan seharusnya. Ia mendesah panjang melihat reaksi Junkyu.
"Kamu tahu dia membutuhkanmu."
"Tapi, malam itu dia mengusirku."
Yoonbin menggeleng. Ia bangkit. Menyejajarkan badannya dengan Junkyu yang berdiri lesu. Tepukannya pada bahu lebar itu sebagai tanda menyudahi obrolan mereka. "Dia memang tidak mengucapkan sepatah katapun padaku. Tapi, aku tahu kamu mengahancurkan hatinya padahal dia sudah membuka diri. Sebaiknya bicaralah baik-baik."
■□■□■□■□■
Semalaman Junkyu tidak bisa tidur. Memilih berselimut tebal dan mendengarkan gemericik hujan yang semakin deras. Lampu kamarnya tidak dinyalakan, ia menangis tanpa arti. Tidak bisa dijelaskan, memenuhi dada Junkyu hingga sesak dan semuanya meluap tumpah menjadi air bah.
Kepalanya sakit mengingat malam dimana mereka, ia dan Yoshi, bertengkar sepulang Yoonbin berkunjung. Junkyu masih ingat bagaimana ia berteriak kesetaan sampai urat-urat timbul dari balik kulitnya. Sedangkan Yoshi berdiri gemetaran, menjelaskan dengan suara paling halus sekaligus bergetar ketakutan.
"Bukankah seharusnya kamu memberi batasan dengan Yoobin?"
Kedua mata Yoshi membelalak mendengarnya. Ia mencari alasan di balik pertanyaan yang Junkyu lempar namun tidak bisa lantaran lelaki Kim itu menghindari tatapannya. "Sudah ku katakan sebelumnya. Dia teman terbaikku—"
"Iya aku tahu! Tapi, dia yang menyebabkan kamu menjadi seperti itu." Junkyu muak dengan pernyataan bahwa Yoonbin adalah 'teman' Yoshi.
Sekonyong-konyong kaki Yoshi bergerak mundur menjauhi Junkyu, dahinya mengerut, matanya mengartikan bahwa ia terkejut atas apa Junkyu lontarkan. "Apa yang kamu katakan, Junkyu?" Bahkan suaranya terdengar seperti cicitan tikus yang terjepit dan kehilangan kawanannya.
"Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Hanya aku. Aku yang terlalu terbawa perasaan, aku yang terlampau berharap. Dia tahu bahwa aku seorang pecandu sex namun, dia justru mengajakku mengajar di sekolah. Selain itu, dia juga merawatku, selalu mengingatkan aku." Vokalnya tidak kuat cenderung lemah dan gemetar.
"Oh. Lantas kamu masih menyukainya dan menginginkannya untuk merawatmu menjadi normal padahal dia akan menikah dalam waktu dekat!"
Napasnya tertahan mendengarnya. Sesulit itu bagi Junkyu untuk mempercayai ucapannya. Seluruh tubuhnya terguncang, ia tidak mengerti pula kenapa Junkyu tiba-tiba marah. Yoonbin hanya datang untuk meminta sarannya atas foto masa kuliah mana yang terbaik untuk ditayangkan di acara pernikahan. Pelupuk matanya mulai berat, pandangannya pun memburam. Yoshi praktis menunduk kepala tidak ingin Junkyu melihatnya secengeng itu.
"Kenapa kamu tidak percaya padaku? Aku tidak lagi menyukai Yoonbin, Junkyu."
Junkyu bungkam. Dia tidak bisa menjawab. Emosi, cemburu bisa dibilang melahap kewarasannya. Dadanya naik turun menahan diri. Telinganya memerah, sekitar tubuhnya memanas karena amarah. Dan saat itu pula hatinya mencelos, sadar akan kelancangan mulutnya. "Keluar, Junkyu. Tolong keluar dari rumahku."
Tangisnya semakin deras sampai ia tidak bisa menahan suaranya. Beruntung hujan dan selimut menutup vokalnya. Setelahnya Junkyu sadar bahwa dia menyukai Yoshi sebagaimana Jihoon katakan. Ia biarkan dirinya menjadi tolol—membohongi perasaan sendiri yang kemudian diliputi amarah dan cemburu.