XVII

1.9K 132 23
                                    


Junkyu x Yoshi

Warning(s)
Typo(s)
BxB area

Merah padam dibawah redupnya seutas cahaya tipis sang rembulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merah padam dibawah redupnya seutas cahaya tipis sang rembulan. Poninya yang panjang kuyup akibat banjir keringat padahal diluar sana tengah berangin. Rengek ketidakmampuan melolong praktis mendapat reaksi insan yang lain. Keras kepalanya, ia menggeleng, mendorong pelan pasangannya untuk membiarkannya berkemudi.

Dari bawah, Junkyu tidak tahan. Rahangnya mengeras sembari menggulir dua manik cokelat gelapnya tuk mengamati. Jakunnya naik turun bersamaan dengan napas terengah yang membuatnya agak sinting. Tiada kemajuan apapun, maka ia bangkit, berinisitif untuk membantu. Mengecupi tiap inci permukaan seputih susu yang nampak. Lalu merayap ke atas, meraup penuh kasih bibir tipis kemerahan.

Sekali tarikan dibarengi usapan kasih, pelukan Yoshi semakin erat dan kepalanya terkubur dalam dalam. Kuku-kuku jemarinya tanpa sadar menggores punggung lebar itu. Meninggalkan tiga garis sepanjang lima sentimeter layaknya cat merah menodai kanvas putih polos nan baru.

Belaian-belaian yang diterimanya dari tengkuk belakang kemudian menghilir ke pusat punggung mengalahkan keperihan yang melanda. Junkyu mengecupi bahu hingga tulang selangkanya sembari membisikkan kata-kata penenang.

"Kamu serius, Yoshi?"

Kala pandangan mereka berbenturan. Saat itu pula Junkyu menelan ludahnya kembali. Merah mendominasi wajah Yoshi, raut pemuda Jepang mampu menggelitik setan di dalam dirinya, belum lagi ringisan dan air mata yang bagaimana caranya sanggup merusak akalnya.

"M-mau coba-ash!"

Dan dimulainya setelah Junkyu merespon dengan anggukan. Tidak bisa dikatakan cepat, Yoshi bahkan susah payah untuk mengendalikannya. Gemetar luar biasa merasakan benda lain di dalam tubuhnya namun ia harus tetap mempertahankan posisinha. Malu juga melanda tatkala Junkyu mengamatinya dalam diam lamat-lamat terkadang terkekeh dengan satu sudut tertarik.

"Capek?"

Vokalnya tidak menjawab dengan semestinya. Kepalanya hanya menggeleng kasar. Permukaan resleting celana yang masih dikenakan Junkyu mampu menghapus kewarasan. Pinggulnya ia gerakkan secara acak, tidak menentu, intinya Yoshi hanya ingin memberi makan gairahnya. Monosilabel yang sama berulang-ulang Yoshi nyanyikan, memanjakan telinga Junkyu sebagaimana nyanyian Siren ditengah laut. Menggoda namun, mematikan.

Sentuhan-sentuhan yang melenyapkan  kerasionalan, atmosfer yang semakin tinggi suhunya, titik terlemah yang terus-menerus dihunjam. Suaranya melengking bersamaan dengan batasnya yang terdobrak mengotori perut dan dada mereka. Kepalanya jatuh pada bahu lebar Junkyu, napasnya tidak teratur.

Sekonyong-konyong terkejut akibat Junkyu menjungkirbalikkan posisi mereka. Kedua tangan Yoshi praktis mengalung, dan kakinya begitu erat membingkai pinggang si lelaki Kim.

Junkyu memajukan bibir tapi lantas senyum tanpa dosa hadir di wajahnya. "Aku tahu kamu lelah tapi, aku belum keluar. Lagi ya, Yoshi?"

"Tunggu sebentar Jun-ahng!"

□■□■□■□■


Pagi-pagi Junkyu terusik oleh rambut cokelat Yoshi menggelitik hidung dan lehernya. Ia bangkit dengan hati-hati agar tidak membangunkan si Kanemoto. Pipi yang terakhir dilihatnya agak berisi dan tiba-tiba menjadi lebih tirus, ia usap-usap dengan punggung jari telunjuk. Senyumnya melebar mengingat betapa polosnya tingkah Yoshi tadi malam. Betapa bersyukurnya bahwa Yoshi menyukainya—manusia yang suka membohongi perasaan sendiri. Kecupnya mendarat pada pipi dan ujung kening lelaki Jepang itu sebelum langkahnya bergerak menuju kamar mandi.

Selesai mandi pun Yoshi masih bergelung di balik selimut. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Junkyu berjalan tanpa suara menuju dapur. Menyeduh teh dan cokelat hangat. Menggigit lidahnya dan berdesis tatkala merasakan perih pada punggungnya. Menggeleng-gelengkan kepala padahal tidak mengurangi rasa sakit.

Menyeruput hampir tandas teh hitamnya. Tangannya yang lain menuang cokelat panas ke dalam mug putih besar, khusus Yoshi. Ketika ingi ke kamar, Junkyu berhenti sebentar untuk menyapa minggu pagi dengan senyuman dan teh hangatnya di balkon. Merasakan tekstur kelopak scabiosa segar yang tempo hari mereka beli. Balik lagi ke ruang tengah, membuka P3K yang menempel pada dinding, mengambil gunting kuku.

Tidak tega sebenarnya membangunkan Yoshi tapi, Junkyu juga tak bisa membiarkan si surai cokelat madu itu tidur dengan perut kosong. Gorden kamar sudah ia ikat menjadi satu, kunci jendela juga sudah dibuka sehingga ada sedikit celah udara luar masuk ke dalam kamar.

"Hei Yoshi, ayo bangun. Sudah ku buatkan cokelat hangat. Nanti kita keluar sarapan bersama ya?" Bisiknya lembut. Junkyu tak tahan untuk tidak mengelus pipi Yoshi.

"Jam berapa sekarang?" Suaranya parau, kedua matanya membengkak dan sedikit terbuka.

"Jam 9. Minum cokelatmu selagi hangat, pelan-pelan saja."

Setengah gelas Yoshi habiskan. Junkyu meminta Yoshi mengulurkan tangannya sehingga ia bisa menggunting kuku-kuku Yoshi. Polosnya Kanemoto muda itu menurut. Bunyi cetak-cetik gunting kuku menemani mereka berdua, sampai kedua mata Yoshi menangkap gurat merah hingga merah muda menghiasi bahu si Kim.

Yoshi langsung mendekat, menarik Junkyu. Kedua matanya membulat mendapati lecet-lecet cakaran pada punggung Junkyu yang dilapisi kaos tanpa lengan. "Ini sakit 'kan? Kenapa kamu tidak menghentikanku? Lukanya sebanyak ini."

Junkyu malah tersenyum bodoh dan menggeleng. "Memangnya siapa yang bisa menghentikan dua insan yang sedang dimabuk gairah?"

Tentunya Yoshi memerah malu, membenamkan wajah pada selimut tebal.  Suaranya terpendam namun sanggup membuat Junkyu tertawa. "Memalukan~"

.・゜゜・END.・゜゜・



Fyuh~
Akhirnya selesai
Trims banyak banyak buat yang sudah baca karya ini :)✌

Addicted || KyuYoshi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang