VIII

997 133 20
                                    


Junkyu x Yoshi

Warning
Typo(s)
Bxb


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jarum detik terus berputar mencari angka tiga belas, suara mesin jam semakin lama semakin sayup akibat kebisingan kota, dan langit mulai gelap bertanda sang mentari turun panggung. Junkyu masih tenggelam dalam pikirannya, duduk di bangku taman dengan pandangan kosong, otaknya terlalu banyak pikiran. Ia bimbang. Perkataan Jihoon tentang Yoshi menganggunya lagi.

Memang benar apa yang keluar dari bibir Jihoon menurut Junkyu sendiri. Jika Junkyu adalah Yoshi, ia pasti juga tidak akan berbicara jujur apalagi mengenai hal pribadi kepada orang lain. Junkyu bahkan bukan siapa-siapa bagi Yoshi.

Ia mengeluarkan hela napas yang berat sekali. Kepalanya mengadah seolah ingin menghitung bintang yang nyatanya masih agak terang dan bersih. Junkyu tak kunjung mengangkat bokongnya dan segera pulang, ia menunggu langit jingga bercampur merah muda silih berganti dengan kelabu dan ungu gelap. Awan-awan sehalus dan seputih serat kapas juga diusir habis oleh awan mendung yang bentuknya menggerombol seperti kepala brokoli. Barulah ketika rembulan malam benar-benar berganti jam kerja, Junkyu angkat kaki dari taman pinggir kota.

Pria Kim itu mengendarai motor dengan laju lamban tanpa memperdulikan kesabaran pengendara lain yang berada di belakangnya habis. Kepalanya terlalu memikirkan banyak hal. Semakin Junkyu berniat melupakan semakin kuat ingatannya. Hingga dalam keadaan setengah melamun setengah hidup, bola matanya menangkap sosok yang telah membuatnya kacau berapa waktu terakhir ini.

Yoshi. Pria surai terang itu berjalan bersisian dengan pria yang Junkyu tidak kenal, bukan pula Yoonbin. Pria asing itu menyengir dan tertawa yang ditanggapi sikap canggung Yoshi. Junkyu menghentikan motornya tepat tiga kios ke depan. Gelombang di dadanya semakin meninggi apalagi ia mengerti kerlingan pria itu supaya Yoshi dapat terpesona. Belum lagi tangan itu melingkar membingkai pinggang Yoshi, mengelus-elus dengan pergerakan lambat memasuki sebuah hotel kelas menengah.

Semua terjadi cepat. Junkyu tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia biarkan motornya di sana. Tungkai-tungkai panjangnya bergerak menuju Yoshi. Ia menarik pergelangan Yoshi, kuat dan kasar, membuat sangat empu tersentak kaget sampai matanya membulat. Dan dibalas tatapan tajam oleh Junkyu, mematikan untuk pria asing itu. Posturnya cukup tinggi —lebih tinggi beberapa sentimeter dari Junkyu namun, tidak membuat nyali Junkyu menciut.

"Ap— apa-apan?!"

Sayangnya pekikan itu Junkyu hiraukan malah menilik Yoshi dengan sudut mata. Membawa pria Jepang itu mengekor di belakangnya. Memerintahkan Yoshi menaiki motor dan ia buru-buru menyalakan mesinnya.

"Hei, ingin kemana?! Dia bahkan yang menawarkan diri!!"

.
.
.
.
.
.


Tidak sekalipun Yoshi menegakkan kepala sekedar menyegarkan mata alih-alih menghitung langkah kaki. Mulutnya pun terkunci rapat membiarkan atmosfer canggung mendominasi mereka berdua. Begitu pula dengan Junkyu, walaupun perasaan tidak enak terus menempel, tiada sepatah katapun ia keluarkan. Paling-paling hanya melirik diam-diam.

Setiba di depan pintu flat, jemari pendek Yoshi melayang menyentuh beberapa angka kunci. Menyentuh kenop pintu dan bergeming  sekejap terdengar bunyi beep. Sekitar beberapa detik, Yoshi maupun Junkyu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sebelum finalnya, badan Yoshi berputar menghadap Junkyu yang justru terkejut dan mundur satu langkah.

"Kamu ingin mampir?" Yoshi bertanya dengan senyuman lebar yang mengembang lebar.

Keringat basah memenuhi telapak tangan Junkyu. Pria itu menelan ludahnya kembali menyebabkan jakunnya berfluktuasi. Junkyu tahu keramahan Yoshi menyembunyikan keadaan batin yang disembunyikan.

"Seharusnya tidak. Dan aku... Minta maaf."

Junkyu bahkan tidak bisa menatap kepingan cokelat terang Yoshi.

Kekehan kikuk yang mengetuk gendang telinga Junkyu lantas membuat kepalanya menoleh, menancapkan pandangan terkejut. "Tidak masalah. Hanya..."

Keduanya beradu pandang. Saling mengharapkan sesuatu yang tidak diketahui oleh masing-masing mereka. Yoshi mengigit-gigit bibir bawahnya, terlihat ragu untuk melanjutkan kalimat yang akan dilisankan.

"... Hanya tolong jangan, jangan diingat kembali dan jangan beritahu siapapun."

Telinganya memang tidak salah mendengar namun, tanda tanya muncul di atas kepalanya. Kening Junkyu mengkerut. Mulutnya terbuka gatal untuk bertanya. "Lantas kenapa? Apa pula maksud pria tadi, kau yang menawarkan diri. Aku jamin mulutku tidak bocor,"

Kelopak mata Junkyu terpejam, ia mengambil napas dalam-dalam. "Kamu ingin cerita... Yoshi?"

Hening lagi.
Yoshi tak kunjung menjawab. Kepalanya menunduk dalam-dalam, bahkan pria Jepang itu lebih tertarik pada ujung sepatunya yang mulai mengelupas. Dia seperti diprogramkan untuk tidak berbicara barang satu huruf pun oleh otaknya.

Gemas.
Namun, Junkyu sadar diri bahwa ia tidak berhak memaksa. Bukannya melangkah mundur untuk segera pulang. Sebaliknya Junkyu mendekat hingga ia mampu menangkup pipi bulat nan hangat, memaksa Yoshi untuk menatapnya. "Aku sungguh-sungguh minta maaf, Yoshi. Mungkin kamu tidak ingin berbicara sekarang tapi, aku berharap kamu bisa bercerita nanti. Juga tentang Yoonbin. Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu tentangnya dari siapapun, bahkan dengan Jihoon, Kak Hyunsuk, dan Jaehyuk,"

"Barangkali aku adalah manusia baru yang masuk ke dalam kehidupanmu. Disamping itu, kamu bisa menuturkan sedikit demi sedikit kepadaku. Aku bisa jaga rahasia kalau kamu menyuruhku. Kamu tidak berdiri sendiri di sini."

Seorangpun tidak ada yang tahu apa atau siapa yang merasuki sosok Kim Junkyu —mendadak mengeluarkan kalimat panjang dengan tatapan teduh. Sekejap kemudian ia mendaratkan kecupan, menyentuh dingin dan keringnya permukaan bibir tipis Yoshi.

Lumatan yang Junkyu berikan terasa seperti madu di dalam susu hangat, manis, lembut, dan menyegarkan. Salah satu tangan Junkyu menarik Yoshi untuk tetap mendekat dan menempel padanya sedangkan dilain sisi menahan rahang pasangannya dan mengusap-usap penuh sayang pipi Yoshi dengan ibu jari. Mengalirkan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini lama ia kubur dalam-dalam bagi Yoshi.

Kelopak mata mereka sama-sama terpejam walaupun awalnya Yoshi hampir terkena serangan jantung. Pada akhirnya terlena akan afeksi yang Junkyu berikan. Kedua tangan Kanemoto muda itu bahkan merayap naik, mengalungi leher Junkyu. Merelakan Junkyu menyelimutinya ke dalam kehangatan perasaan kasih.

Semakin lama, semakin waktu termakan oleh masa. Junkyu yang barangkali tersadar melepaskan tautannya. Warna merah jambu memenuhi wajah hingga telinganya, beda persoalan dengan Yoshi yang merahnya melebihi kepiting rebus.

"A-aku harus pulang. Ugh, dan selamat malam." Terbata-bata Junkyu berucap sembari menggaruk garis rambutnya di kening. Jalannya pula kaku seperti robot yang belum direparasi ulang.

Dirasa Junkyu sudah jauh di ujung sana, Yoshi segera membuka daun pintu dan masuk. Menyenderkan punggungnya, merosot lemas akibat kakinya yang secara mendadak terasa seperti jeli. Sekejap kemudian air mata mengalir membasahi pipinya. Emosi yang sekonyong-konyong datang membuncah dadanya mengakibatkan likuid bening dari matanya semakin deras, menciptakan aliran sungai yang ujungnya menghujani pakaian. Yoshi menenggelamkan kepala diantara dua lengan yang dipapah lutut, raungnya ia tahan mengingat sudah malam.



















Addicted || KyuYoshi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang