5. 90-10

569 107 2
                                    

Dagunya belah euyy 😍

Rafael POV

"Elu dapat klien Shanti itu dari mana sih kak?" Tanyaku berang.

Kak Melan yang sedang berada di kamarnya, duduk di atas kursi meja belajar berjengit kaget karena aku bertanya tiba-tiba di iringi gebrakan tangan di pintu kamarnya.

"Kalau mau masuk mbok ya di ketok pintunya Raf, jangan elu gebrak gitu" Ucapnya bersungut.

"Kalau copot gimana? Gak mungkin malam-malam ada toko matrial yang buka" Kak Melan kembali menunduk dengan jemari mengetik di atas keyboard laptopnya.

Aku berjalan masuk lebih dalam ke kamarnya yang selalu terlihat rapi.

Kak Melan orangnya memang sangat menjaga kebersihan dan kerapihan. Setiap hari dia selalu mengepel kamarnya, kalau dia tidak melakukannya pagi ya pasti malamnya dia kerjakan.

Lelaki yang bakal menjadi suaminya kak Melan kelak adalah lelaki beruntung karena tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk menyewa asisten rumah tangga, selain menjadi istri, kak Melan bisa merangkap menjadi asisten rumah tangga yang bisa di andalkan.

Selain rajin membersihkan kamarnya, kak Melan juga rajin membersihkan ruangan-ruangan di rumah ini tanpa meminta bantuanku.

Kami menempati rumah ini hanya berdua saja, orang tua kami tinggal di kota kelahiran papa untuk menikmati masa tua mereka di sana.

Sudah hampir sepuluh tahun kami tinggal berdua.

"Kalau kasus ini udah selesai gue gak mau terima Shanti lagi ya, CATAT!" Aku kembali mengangkat tema masalah mengingat tujuanku yang menyambangi kamarnya.

Kami memang beberapa kali menerima kasus dari orang yang sama.

Takjub juga, menurutku mereka hebat karena perempuan-perempuan itu bisa mendapatkan mendapat pasangan baru tidak butuh waktu lama sejak putus dari pacar sebelumnya.

"Black list dia" Lanjutku setelah mengambil duduk di tepian ranjangnya.

"Kenapa sih?" Tanyanya heran sambil berbalik badan ke arahku.

"Gila, klien satu itu genitnya bukan main, gak cuma sekedar genit yang gimana kak, kalau genitnya wajar masih bisa gue hadapi, ini..."

Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya lewat mulut dengan kasar.

"Tadi setelah ketemuan, gue berbaik hati nawarin untuk nganter dia pulang, walaupun gue udah tau dari awal, dia itu genit banget tapi gue nekat nawarin dia pulang"

"Genitnya kaya gimana sih? Biasanya kan elu bisa hadapin segala jenis klien yang selama ini elu pegang" Kak Melan menutup laptop dan berjalan ke arahku lalu mengambil duduk di sampingku dengan kedua kaki bersila.

Huh! Aku mendengus kesal karena teringat kejadian selama perjalanan kami beberapa puluh menit yang lalu.

"Genitnya berbeda dari perempuan-perempuan yang pernah gue hadapin"

"Gue pikir dia bakalan nolak gue anterin pulang, secara gue kan naik motor"

"Ya gue nawarin dia pulang sekedar basa-basi, pikiran gue gak mungkin lah ada cewek mau naik motor"

Kak Melan menyimak penuturanku dengan fokus menatapku.

Kakakku ini memang pendengar yang baik, bukan karena dia manajerku, tetapi karena sifatnya memang seperti itu.

Dan dia selalu memberikan jalan keluar yang baik apabila aku mendapat masalah baik di dalam kerjaan kantor maupun 'kerjaan' simatupang.

"Terus?" Tanya kak Melan karena aku mengambil jeda berhenti cukup lama.

Simatupang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang