16. jodoh

704 158 47
                                    

pake kaos kutangnya lagi ya dek, biar pere2 di mari pada ga jejerit liat mulmed kamu yg kemarin 🤭
eh pada jejeritan ga sih? Kayanya ngga, ya udah besokan shirtless lagi yakk 😆

Sari POV

Aku memandangi telapak tanganku dan lagi-lagi menciptakan hawa panas pada kedua pipiku.

Sejak semalam aku lebih sering memandangi telapak tangan ini.

Telapak tangan yang bertautan dengan telapak tangan milik pria jangkung bermata tajam.

Rasanya masih hangat tersisa, telapak tangan yang besar dengan jari-jari yang panjang...

"Sar! Sariii... lu dengerin gue gak?"

Aku tersentak kaget mendengar suara panggilan Melan.

"Eh kenapa Mel?" Tanyaku sambil menutupi kedua pipi memakai tangan karena tidak ingin Melan melihatku bersemu merah karena membayangkan kejadian semalam.

"Dih beneran gak denger omongan gue" Melan bersungut.

"Maaf, maaf, pikiran aku berkelana" Ucapku lalu menepuk-nepuk kedua pipiku.

"Palingan berkelana sama pak Putra" Ucap Melan dengan mendelik tidak suka.

"Ihh, nggak sih, bukan sama pak Putra, ehh..." Aku menutup mulutku cepat.

Melan menyadari ucapanku.

"Bukan sama pak Putra? Ambisi elu untuk jadi istri simpenan pak Putra udah ilang? Kok bisa?" Kursi Melan mendekat, wajahnya tampak penasaran.

Aku meringis.

Sejak tahu masa lalu pak Putra aku tidak lagi berambisi menjadi istri simpanan ataupun istri keduanya, bukan karena jadi sering membayangkan dahulunya pak Putra berjalan berlenggak-lenggok memakai high heels, tapi lebih di karenakan pikiranku sekarang di penuhi oleh sosok pria jangkung bermata tajam yang bernama Rafa itu.

Aku sendiri bingung kenapa aku bisa menyukai pria yang umurnya lebih muda dariku itu walaupun Rafa terlihat mapan dari penampilannya, tetapi...

Ahh aku sendiri bingung.

"Ya bisa, memang ambisi gak boleh berubah?" Tanyaku lalu berdeham canggung.

Melan mengamatiku dengan seksama.

"Kayanya gak semudah itu deh ambisi elu berubah segitu cepatnya, kemarin-kemarin elu sampe ngotot deketin pak Put..."

"Jangan kenceng-kenceng ah suaranya, nanti kedengeran yang lain" Potongku dengan suara pelan lalu mengedarkan pandangan dan bernafas lega karena rekan-rekan sekerjaku lebih fokus menatap layar komputernya masing-masing.

"Gak usah ngebahas atau ngomongin pak Putra lagi, pikiran aku sejak kemarin di penuhi pria lain" Lanjutku dengan menunduk karena pipiku kembali terasa panas.

"Heh?! Beneran? Serius lu Sar? Bagus dong, siapa, siapa? Orang kantor sini? Gue kenal gak?" Melan menarik-narik tanganku dengan antusias.

"Hehehe... aku gak gitu kenal sama dia" Jawabku jujur.

"Heh?! Beneran? Serius lu Sar? Bagus dong, eh bentar, elu gak kenal dia? Ceritanya gimana?" Kali ini Melan memutar kursiku menghadap padanya.

Aku tersenyum tipis.

Bagaimana menceritakan awal mula pertemuan kami? Kalau di tinjau kami bukannya bertemu, aku lah yang pertama kali melihatnya.

Awalnya karena mataku tertuju pada pergelangan tangannya yang memakai jam limited edition seperti jam yang aku berikan pada Melan.

Simatupang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang