13. haruskah aku mengambil kasus ini?

475 91 4
                                    

ketcehhhh 😍

Rafael POV

"Udah ngopi bro?" Sapa Robby ketika sosoknya muncul dan duduk di kursi kerjanya tepat di sampingku.

"Udah" Jawabku singkat tidak menoleh ke arahnya karena sedang fokus membaca berulang-ulang pesan yang kak Melan kirim.

"Udah sarapan?" Suara Robby kembali mengusikku.

"Belum" Jawabku masih singkat dengan kening mengernyit dan jari memijit pangkal hidungku.

"Pantes muka elu suntuk gitu, mau sandwich?" Tawarnya, wadah plastik berbentuk kotak muncul sesaat kemudian di atas mejaku seiring suara geseran kursi milik Robby.

Aku menoleh ke arahnya lalu meringis. Robby tidak tahu apa yang membuatku suntuk. Belum sarapan bukan alasan tepat kenapa pagi ini aku terlihat suntuk di matanya.

Semalam aku protes pada kak Melan tentang klien terakhir yang nyaris membuatku pingsan.

Kak Melan beralasan dirinya tidak mengetahui kalau ternyata Diana bukanlah klien sesungguhnya.

Aku tidak percaya dan menanyakan perihal bonus yang dia transfer, pasti bonus itu ada kaitannya dengan Julpah si arwah perawan genit yang hendak menyewa jasaku.
Aku menyinggung bonus itu adalah kompensasi yang seharusnya aku terima karena menerima kasus beda dunia.

Kak Melan menyangkal, dia sama sekali tidak tahu-menahu, memang, ketika aku menceritakan kejadian pertemuanku dengan klien itu kak Melan terlihat kaget dan bergidik ngeri.

Hal itu menepis dugaanku, mungkin kak Melan memang benar-benar tidak mengetahui klien terakhirku itu.
Akhirnya kami menyudahi perdebatan kami soal Julpah.

Dan yang membuatku suntuk adalah kak Melan menyodori klien baru.

Dari photo profile klien yang kak Melan kirimkan padaku lewat pesan, semalam aku hanya bisa menatapi photo klien tersebut tanpa menyetujui apakah aku akan menerima kasusnya atau tidak.

Entah kenapa bisnis belakangan ini di hampiri oleh klien-klien aneh, pertama Shanti, perempuan itu nyaris membuatku tidak perjaka lagi akibat sentuhan-sentuhan agresifnya, kedua Dewi, perempuan bermulut kotor itu memang tidak mencemarkan virus mesum padaku, ketiga, Julpah, masa ada klien beda dunia mau menyewa jasaku?
Untung tidak terjadi, kalau kasusnya dia tidak selesai dan Julpah tidak puas akan hasilnya, bagaimana kalau ujung-ujungnya aku di seret olehnya ke dunia yang sekarang dia huni. Kan seram.

Aku menatapi photo klien baru yang terpajang di photo profile pesan miliknya, wajahnya tampak biasa saja, tetapi...

"Widihhh... siapa tuh Raf? klien simatupang elu ya? Gak mungkin pacar elu, kan?" Tiba-tiba terdengar suara Robby di sampingku.

"Gila, tokednya ibarat buah melon, montoknya bikin tangan pengen ngedrible..."

"Ck, brisik lu Rob" Potongku cepat sambil mengklik tombol agar layar handphoneku mati.

Lupa kalau teman sekerjaku itu sudah datang dan Robby tipe orang yang suka penasaran.

"Siapa sih? Kenalin dong, bukan pacar elu kan?" Ulangnya lagi.

Benar saja, Robby terlihat sangat penasaran. Matanya mengarah ke handphone milikku yang layarnya sengaja aku posisikan menghadap ke bawah.

"Tokednya ranum Raf, kena di tampar pake itu pasti bikin ngac...hufttt..."

"Makan sandwichnya, gue gak nafsu makan" Ucapku lalu berdiri setelah membungkam mulut Robby yang hendak mengeluarkan kata-kata kotor dengan sandwich pemberiannya.

Simatupang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang