6. gak adil

525 104 2
                                    

brondong cool, gmn si tg ga kelojotan gatel maen nangkup burung elu dek rafaaa,
tante ksh tau, mendingan sikapnya bikin lebih dingin aja ke shanti biar dia beku, metong deh 😆

Sari POV

"Dari tadi telepon kamu bunyi terus" Laporku pada Melan ketika dia baru memasuki ruangan kerja kami.

"Alarm gue bunyi kali" Jawab Melan sambil mengibas-ibaskan kedua tangannya yang basah, ternyata teman sekerjaku itu habis dari kamar mandi.

"Bukan ah, orang muncul nama penelpon kok, sima sima apa gitu aku gak baca lanjutannya karena tadi sambungannya langsung mati pas aku ke meja kamu" Kataku sambil menatap jemariku yang selesai aku manikur sendiri.

"Waduh ada apa nih" Gumam Melan lalu meraih handphone yang berada di atas mejanya dengan cepat.

Aku menoleh ke arahnya acuh tak acuh lalu melanjutkan kembali memoles jemari yang rasanya kurang mengkilap.

Sebenarnya sih aku rada-rada penasaran dengan si penelpon, kalau tidak penting-penting banget, gak mungkin kan sampai berkali-kali menelpon.

"Kenapa?" Suara Melan terdengar.

Melan ih kok nyapa orang yang di telepon begitu sih? Gak ada lembut-lembutnya. Kalau aku, pasti memasang suara nada-nada M, yaitu 'mendesah'.

Apalagi kalau lawan bicara di ujung sana lelaki, 'mendesah' nya harus lebih merdu.

"Kemarin lusa gue udah ngasih tau dia" Lanjut Melan lagi setelah beberapa saat terdiam.

Mau tidak mau karena suara Melan keras aku jadi mendengar percakapan sebelah pihak.

"Dari pagi dia nelpon elu terus?" Suara Melan naik satu oktaf.

Kali ini aku menoleh dengan perhatian khusus padanya karena wajah Melan terlihat meradang.

"Hah? Dia ke kantor elu? Ngapain?" Mata Melan melebar dengan tangan meremas rambut panjangnya.

"Kacau itu orang ya, kemarinan ngejemput elu"

"Ya udah kalo elu mau batalin, gak kenapa, dari awal kayanya dia cuma main-main sama elu" Suara Melan kian mengecil, aku sampai menggerakkan tubuh ke samping secara tidak kentara agar Melan tidak curiga aku sedang menguping.

"Dia masih di kantor elu?" Tanyanya kemudian.

"Gila, ngapain sih itu orang?"

"Gak, gak ada sejarahnya klien nyamperin elu" Suara Melan benar-benar kian mengecil untungnya indera pendengaranku sangat tajam sehingga masih bisa mendengar jelas.

"Sebenernya yang klien siapa sih, malah dia yang sering nyamperin elu" Lanjut Melan kemudian.

"Eh eh hampir jatoh" Latahku karena kaget Melan menoleh ke arahku yang sedang menumpukan sikutku di atas meja.

Aku pura-pura menjatuhkan alat manikurku agar Melan tidak terlalu curiga, keningku mengernyit dalam mendengar kata 'klien' yang dia sebut.

Tadi juga Melan berkata soal 'batalin'.

Melan sedang berbicara dengan siapa sih? Sama Sima yang tadi menghubungi dia itu? Beneran deh awalannya aku cuma sedikit penasaran, ini kenapa jadi makin penasaran.

Selama enam tahun bekerja dengannya, aku tidak begitu banyak mengetahui info pribadi Melan selain dia mempunyai satu saudara kandung, walaupun aku tidak pernah tahu saudara kandungnya itu lelaki atau perempuan.

Melan tidak pernah cerita, kalau yang aku pernah dengar dari orang kantor, saudara kandungnya itu perempuan.

Aku rasa saudaranya Melan itu sama-sama memiliki kening lebar sehingga Melan tidak pernah bercerita perihal saudaranya itu, ngasih unjuk photo keluarganya ke aku aja tidak pernah.

Simatupang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang