pose ngegantung begini jadi inget om adam, bedanya om adam ngasih unjuk perut kotak2nya, nah dirimu kapan nunjukin perut kotak2nya dek rafa? 😆🤭
Rafael POV
'Gue harus minta kak Melan untuk lebih jeli memilih klien, titik!'
Kalimat itu yang berkali-kali aku rapalkan sejak meninggalkan kantor sejam setelah waktunya pulang.
Aku sengaja keluar dari ruangan sejam lebih lama karena demi menghindari Shanti, klien tergenit yang selama ini aku tangani.
Tiga hari berturut-turut perempuan itu berada di depan lobi kantorku pagi-pagi dan selalu ada pada sore harinya.
Aku sendiri bingung, sebenarnya siapa klien siapa yang penyedia jasa?
Shanti malah lebih sering mendatangi aku daripada aku menemui dia.
Ah sudahlah, aku anggap kasus perempuan itu sudah selesai tanpa ada jalan keluarnya.
Sudah berselang sehari sejak kak Melan menutup kasus Shanti dan menerima kasus lainnya, sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju tempat pertemuan dengan klien baru.
Aku menyadari banyak pasang mata melihat ke arahku begitu memasuki sebuah cafe tempat aku dan klien bertemu.
Dengan langkah pelan dan mencoba mengingat wajah klien baru yang semalam kak Melan perlihatkan photonya, mataku mengedar menyisir pengunjung cafe untuk mencari wajah si klien.
Sesosok perempuan mungil berdiri dengan riang sembari melambaikan tangannya ke arahku di meja tengah. Aku tersenyum tipis dan menghampirinya.
"Wahhh... ternyata gantengan aslinya daripada liat dari photo" Perempuan itu berdecak kagum dengan mata berbinar-binar menyambutku.
"Halo mbak, perkenalkan saya Rafael, dengan mbak..."
"Dewi" Potongnya cepat sambil melangkah mendekat dan meraih uluran tanganku untuk berjabat tangan.
"Iya dengan mbak Dewi, udah lama nunggu?" Tanyaku lalu duduk di depannya.
"Ahh nggak nunggu lama kok, saya aja yang kecepetan datangnya" Perempuan bernama Dewi itu mengibas-ibaskan tangan kanannya dan tidak berhenti tersenyum lalu duduk dengan cepat.
"Coba tadi bilang kantornya di mana biar saya jem*ut, eh, jem.put" Dewi menepuk-nepuk mulutnya sambil melihat ke kanan dan ke kiri dengan wajah meringis.
Kedua alisku bertaut mendengar kata sebelum dia ralat.
"Maaf ya, ini mulut emang suka salah nyebut, lidah suka keseleo" Ucapnya dengan wajah masih meringis.
"Untung gak ada yang denger" Lanjutnya lagi setelah melihat para pengunjung cafe tidak menyadari kata yang dia ucapkan.
"Haha... gak apa, normal, saya juga suka salah sebut melon jadi lemon" Sahutku memaklumi.
"Tuh kan normal kan ya kalau suka salah sebut gitu? Saya aja juga salah sebut konyol sama kont*l" Dewi memperlihatkan cengiran lebar.
Aku menelan ludah dengan mata mengedar, takut kali ini ada pengunjung cafe yang mendengar perkataannya barusan.
Klien ku yang baru ini mulutnya sangat frontal, dari wajahnya tidak terlihat canggung menyebut organ tubuh lawan jenis.
"Jadi apa yang bisa saya bantu? Semalam saya udah dengar garis besar permasalahannya mbak Dewi dari manajer saya" Tanyaku, lebih baik memulai bisnis yang sedang aku jalani dari pada berpikir yang tidak-tidak soal klien di depanku ini.
"Iya, gini Rafa, eh boleh kan saya panggil Rafa?" Tanyanya sambil mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Iya boleh" Jawabku dengan kepala mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simatupang
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading