"AYAAAAAHHHHH"
Siapa lagi jika bukan teriakan Rean, anak yang sangat merindukan ayahnya. Rean kini tengah memeluk ayahnya yang baru saja pulang dari Amerika.
"Anak ayah udah gede ternyata, kirain mau kecil aja." ucap Ayah sambil terkekeh.
"Rean direndem pake minyak tanah sama bang Aji makanya melar." jawab Rean sekanenya.
"Haha, mana abang kamu?"
"Ada, bentar lagi juga turun,"
"BANG AJI, AYAH PULANG."
Tidak lama Aji pun turun karena mendengar teriakan Rean barusan.
"Ayah baru sampe?" tanya Aji sambil mengambil tangan ayahnya untuk salim.
"Udah dari taun kemaren," bukan ayah yang menjawab melainkan Rean.
"Diem lo, mending cuci kaki sono terus tidur."
Ayah memperhatikan kedua anaknya, dia kaget ketika melihat Aji dan Rean memiliki luka di wajahnya.
"Habis berantem kalian?"
"Kaga"
"Iya"
Ucap Aji dan Rean barengan dengan jawaban yang berbeda.
"Iya atau enggak?" tegas Ayah.
"Kaga yah, si Rean jangan didengerin, kucing aja di ajak lomba lari sampe jungkir balik."
"Kapan anjing?"
"Lusa."
"AJI TOLOL" teriak Rean lalu berlari ke arah kamarnya.
Kini Ayah dan Aji duduk di ruang tamu bukan untuk menanyakan kabar anaknya melainkan menanyakan seseorang yang dia suruh untuk Aji temukan.
"Gimana?"
"Maaf yah, Aji belum nemuin orangnya."
"Ayah udah bela-belain masukin kamu ke fakultas teknik di jurusan yang sama dengan anak rentenir tersebut, tapi sampai sekarang belum dapet juga?"
"Maafin Aji yah," Aji hanya menunduk tanpa menatap lawan bicaranya.
Ayah menghela nafas.
"Ayah juga nyuruh kamu buat jagain Rean, bukan ajakin dia berantem seperti itu Aji,"
"Maaf yah,"
"MAAF? MAAF DOANG YANG BISA KAMU UCAPIN HAH?" bentak ayah.
"MAUNYA AYAH APA SI? AJI UDAH BERUSAHA JADI APA YANG AYAH MAU, TAPI APA?" Aji tidak kalah emosi dengan Ayahnya, dia berdiri dari tempat duduknya sembari menatap mata ayahnya.
"BISA GA SIH KAMU NGEHORMATIN ORANG TUA, KAYA ANAK-ANAK YANG LAIN?" tanya Ayah ikut berdiri sembari menunjuk wajah Aji.
"Bisa ga ayah kaya ayah orang lain juga?" tanya Aji, kini suaranya lebih rendah.
"Mikirin perasaan anaknya sendiri,"
"Aji emang ga berguna jadi anak, Aji ga becus jadi abang,"
"Itu kan, itu yang ayah mau bilang?"
"Iya bener, emang bener semua itu, emang ga pantes Aji lahir ke dunia ini kan yah," kini Aji tidak bisa menahan lagi air matanya, dia menangis bukan karena cengeng, dia sudah tidak bisa menahan semua bebannya selama ini, kini dia meluapkan semuanya disini.
"Harusnya Aji ga ada didunia ini kan yah,"
"AJIII!!" Ayah sudah mengangkat tangannya dan siap untuk menampar Aji.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDURE
Humorpernahkah kamu melakukan sesuatu hanya karna selalu itu yang di lakukan? kamu melakukannya tanpa tahu apa yang harus kamu teruskan. Lalu, apa kamu pernah penasaran mengapa semua hal itu berpasangan? seperti teman, ataupun sepasang kekasih? terutama...