𝓣𝓲𝓰𝓪

1.4K 198 6
                                    


Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Minggu pagi dengan senyum lebar Haruto berlari dari kamar yang ditempatinya kemudian turun ke dapur, naik lagi menuju kamar Yoshinori

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Minggu pagi dengan senyum lebar Haruto berlari dari kamar yang ditempatinya kemudian turun ke dapur, naik lagi menuju kamar Yoshinori. Saat membuka daun pintu dan malah menemukan Yoshinori masih bergelung dengan selimut dan mimpi, tangannya menutup mulut agar kikikannya terendam dan tidak membangunkan Yoshinori sebelum melancarkan kejutan. Sekonyong-konyong, Haruto melompat menimpa badan Yoshinori yang dilapisi selimut tebal.

"Kakak! Ayo bangun. Katanya mau bikin kue."

Padahal kedua matanya juga masih bengkak khas bangun tidur. Lain kata dengan semangat paginya, Haruto menyengir dari telinga ke telinga. Memeluk erat tubuh cukup berisi Yoshinori, pipinya menempel pada pipi yang lebih tua. Jemarinya yang mungil-mungil merayap menggelitiki pinggang dan leher Yoshinori. Tekadnya pagi ini untuk membuat sang kakak membuka mata dan memenuhi janji mereka.

"Tunggu dulu. Jam berapa sekarang? Ah, Haru jangan begitu... " Yoshinori merengek dengan vokal parah kala badannya merasakan geli sedangkan Haruto tertawa.

"Bangun? Sekarang hari minggu, Kak Yoshi sudah janji."

Yoshinori justru membawa Haruto cilik ke dalam pelukannya. Menyelimuti bocah sembilan tahun itu dengan selimutnya pula. Mengusap-usap surai lembut sang adik dengan mata terpejam—ingin kembali tidur akibat mengantuk. "Tunggu sebentar lagi, oke? Diluar kayaknya masih gelap."

Polos sekali. Anak sembilan tahun itu menurut, tersenyum menggemaskan, membalas pelukan yang lebih tua. Menerima hujan afeksi dengan senang hati. "Tapi, kita bisa bikin kue sebelum Ayah bangun 'kan?" Tanyanya agak khawatir. Takut rencana mereka gagal akibat terlena akan godaan selimut lembut dan kasur empuk.

Kekehan Yoshinori terdengar serak dan putus-putus. Mengarahkan ujung hidungnya pada pucuk kepala Haruto, menggosok-gosok sekaligus menghirup wangi buah-buahan dari sampo bocah itu. "Nggak kok. Tenang saja."

Finalnya, mereka kembali terlelap. Haruto dengan mudahnya memejamkan mata, tenggelam dalam kehangatan kasih sayang yang disalurkan Yoshinori kepadanya. Dengkur dari keduanya saling bersautan namun tenang dan damai dibarengi ributnya angin menggoda dedauan tuk ikut menari bersama, selebrasi atas keterlambatan sang surya menyembulkan kepala.

Jarum menit telah menempuh satu putaran, mencari angka tiga belas. Pintu kamar Yoshinori terbuka dan berdiri wanita dengan rambut bersanggul. Senyum hangat terpatri mengakibatkan kerutan di sudut mata tercipta. Ibu mereka, Haruto dan Yoshinori, duduk di tepi kasur berniat membangunkan putranya.

"Hei, kalian tidak melupakan sesuatu Yoshi, Haru?" Tangan putih dengan jemari langsing mengusap-usap wajah Yoshinori dan Haruto secara bergantian. Sesekali mengelus pipi bulat kemerahan Yoshi atau merapikan alis Haruto.

Senyum sang Ibu semakin mengembang tatkala Haruto bergerak tidak nyaman barangkali merasa geli pada hidungnya yang berkali-kali dipencet dan disapu melingkar pada bagian puncak. Putra bungsunya mengerjap, dan si sulung mengerang malas kala pipinya menjadi sasaran cubit-dan-unyel.

"Sebentar lagi Ayah keluar kamar loh..."

Haruto praktis meloncat. Nyawanya utuh sempurna dengan kedua mata mencuat ingin keluar. Sedangkan Yoshinori terkekeh lemah saat wajahnya terkena tamparan tidak sengaja. "Duh. Maaf ya, Kak. Kita harus buru-buru kalau tidak, kejutannya bakal ketahuan."

Sang Ibu tertawa kecil. Menuntun Haruto turun dari kasur, mengusak pucuk kepalanya. Lalu berdiri, menggandeng Yoshinori untuk bangun pula. Haruto dan Yoshinori berjalan bersisian, dan Ibu mereka di belakang menuntun.

■□■□■□■□■


Pancake lima tingkat ditutupi krim putih, bagian paling atas dihiasi potongan stroberi dan tulisan 'Happy Birthday, Father' oleh Yoshinori ditambah emoji senyum berjerawat Haruto bubuhkan sambil terkikik sendirian. Yang lebih tua sampai menahan napas melihat hasil karya adiknya. "Berjerawat?"

Kedua mata itu terbuka lebar, dahinya mengkerut. Sedangkan Haruto masih menahan ledakan tawa. "Cantik 'kan?"

"Aduh, dasar..."

Saat Haruto ingin mengeluarkan suaranya, sosok laki-laki dewasa berdiri menempel pada dinding—bersedekap sambil menyengir kegelian. Yoshinori memutar badannya dan ikut memperlihatkan gigi-gigi putih yang berjejer rapi.

"Ayah kira ada perang di dapur."

"Ah, maaf ya Ayah." Timpal Yoshinori

Kue ala ala dua bersaudara itu hampir jatuh ketika tubuh Yoshinori yang sedang membawa karya mereka oleng akibat salah memijak—hampir terkilir dengan telapak kaki menghadap ke dalam. Untungnya Haruto sigap menahan kakaknya. Keduanya mendekati sangat Ayah, mengecup masing-masing pipi kanan dan kiri lalu menyengir.

"Selamat Ulang Tahun. Ayah jangan marah melulu, oke? Kita buat ini." Ucap Haruto. Rautnya sumringah.

Pagi yang hangat untuk sebuah keluarga kecil. Pancake berlumur krim berpindah tangan, sang Ayah menggiring anak-anak  untuk duduk di depan tivi. Tersenyum kepada istrinya yang kemudian ikut bergabung dan memeluk Haruto dan Yoshinori dari sisinya. Yang paling muda meminta Ayahnya untuk segera berdoa.






Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang