𝒮𝑒𝓂𝒷𝒾𝓁𝒶𝓃

1K 159 3
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Ini adalah kali pertama Yoshinori jalan-jalan melihat bagian pusat kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ini adalah kali pertama Yoshinori jalan-jalan melihat bagian pusat kota. Seolah tidak ada hari esok, matanya terbuka lebar berbinar-binar menangkap gedung-gedung besar yang semakin gelap hari semakin cantik dihiasi lampu kelap-kelip malam memantul dari refleksi air. Ia mungkin lupa pula mengatupkan kedua belah bibirnya selama menyaksikan cahaya warna-warni berpendar menyilaukan mata.

Haruto berlari dari arah belakang dengan senyum secerah matahari, membawa dua es krim cokelat. Kepala ayah menggeleng dan mama berkata pada Haruto untuk berhati-hati. Dua bocah itu memakan crepe bersama ditemani kedua orang tua mereka yang duduk di kursi kayu panjang di belakang. Jemari-jemari mungil baik Haruto maupun Yoshinori menunjuk objek manapun sambil berceloteh dengan senyum yang tidak mengenal habis.

"Apa kepalamu baik-baik saja, Haru?"

Oh, hampir lupa. Jidat bocah lima tahun itu telah mencium pegangan besi di dalam kabin bianglala akibat terlalu fokus pada matahari terbenam. Tidak ada tangis tapi, Yoshinori tahu betul rasanya sakit dari suara yang dihasilkan. Di samping itu mama dan ayah justru tertawa geli kendati tangan mama langsung terulur mengusap-usap jidat Haruto.

"Sakit. Tapi, aku kuat."

Lantas Yoshinori menarik adiknya untuk lebih menempel dari samping setelah mendengar jawaban Haruto. Mereka saling mencicipi rasa crepe masing-masing dan lanjut bercerita tentang apapun.

"Haru, Yoshi, selesaikan acara kalian. Kita akan turun ke bawah."

"Kenapa? Aku masih ingin di sini."

Mama mendekat. Wanita itu merapikan tatanan rambut Haruto dan Yoshinori, tersenyum hangat sembari menjelaskan. "Kalian lihat kapal besar itu? Yang lampunya terang sekali. Kalian tidak ingin melihat lebih dekat?"

Mama mendekat. Wanita itu merapikan tatanan rambut Haruto dan Yoshinori, tersenyum hangat sembari menjelaskan. "Kalian lihat kapal besar itu? Yang lampunya terang sekali. Kalian tidak ingin melihat lebih dekat?"

Tidak lama. Dalam sekejap mata Haruto meng-iyakan diikuti dengan anggukan Yoshinori. Satu keluarga itu berjalan melewati jalanan berpagar; Haruto dan Yoshinori berjalan di depan, dibiarkan mereka berceloteh ke sana kemari, memperagakan gerakan tokoh kartun, oleh dua orang dewasa yang mengekor di belakang.

Rahang keduanya jatuh, mata berbinar binar, sungguh terkagum pada badan kapal besar yang dikelilingi lampu LED bercahaya. Mama mengeluarkan ponsel; memotret Haruto dan Yoshinori secara diam-diam—mengabadikan ekspresi lucu kedua anaknya—sembari terkikik geli.

"Mama, aku boleh naik ke atas sana?" Jarinya menunjuk geladak kapal. Haruto antusias sekali. Dan di sampingnya diam-diam Yoshinori menginginkan hal yang sama, berdoa agar diizinkan.

Sudut bibir mama tertekuk ke bawah, dengan mimik wajah sedih wanita itu menggeleng pelan. "Maaf ya, Yoshi, Haru, sayangnya kita tidak dibolehkan naik. Kapalnya hanya untuk pajangan."

Serasa tumbuhan yang tidak dicukupi kebutuhannya, bahu Yoshinori dan Haruto mendadak loyo akan jawaban mama. Sinar sumringah mereka berganti dengan raut kecewa dan lesu. Suara "Yah... " bahkan lolos dari bibir bibir mungil itu.

"Hei, sebagai ganti kita lomba lari dari sini sampai tiang ke tiga. Siapa yang menang...,"

"Siapa yang menang?" Yoshinori bertanya mempertegas kalimat yang digantung ayahnya.

Senyum miring tercetak. Kedua alis ayah bergerak naik-turun menjadikan raut muka menjengkelkan. "Siapa yang menang bisa cium ayah!"

Haruto berteriak sebal. Yoshinori mengeluarkan air muka layaknya melihat lipan terbang, dan mama justru tertawa paling keras sambil menepuk paha.


Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang