𝓢𝓮𝓫𝓮𝓵𝓪𝓼

1.1K 169 22
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Yakin sekali bahwa penyebab mereka menjadi atensi publik adalah Yoshinori

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yakin sekali bahwa penyebab mereka menjadi atensi publik adalah Yoshinori. Jadi, keluar dari tempat makan Haruto mengajak Yoshinori menepi untuk berhenti sebentar. "Kamu bawa lotion yang mama kasih, kak?" Haruto cukup mengetahui bahu kakaknya menjadi lebih tegang; seperti seseorang terkejut disengat lebah.

"Ke-kenapa? Iya, iya aku bawa."

Tangannya mengadah meminta yang lebih tua menyerahkan padanya. Disaat botol putih seukuran jari telunjuknya mendarat di tangan, Haruto lekas membuka tutup botol itu hingga terdengar bunyi 'pop' lalu menuangkan lotion bertekstur cream warna putih ke telapak tangan. Kepala miring-miring akibat aroma lotion yang anomali di hidungnya; sekilas tidak ada aroma wangi atau apapun, sekilas lain ada setitik peach.

Seakan berhenti bekerja, ia membatu, terkejut. Dinginnya lotion menyentuh permukaan kulit sepanjang leher dan kasarnya telapak tangan besar milik Haruto. Sekonyong-konyong pipi putih Yoshinori diwarnai oleh merah muda senada sakura. Bagaimana Haruto mendekat, meratakan lotion pada lehernya, dan bagaimana anak itu menyungging senyum tipis pada sudut bibirnya. Yoshinori langsung diserbu rasa malu akibat perlakuan manis adiknya itu; sudah lama rasanya Haruto yang seperti ini tampil di hadapan.

"Aku minta maaf. Ini merepotkan." Cicit Yoshinori. Lirih sekali suaranya.

"Tidak, Tidak masalah. Siapa yang bisa mengontrol mereka."

Bisa-bisanya disaat yang seperti ini; menangkup pipi sang sulung, bertatapan dengan kedua mata berkaca-kaca dan garis bibir yang melengkung ke bawah, membawa Haruto berkeinginan untuk mengecup kedua pipi Yoshinori lalu memeluk tubuh yang lebih kecil sekedar memberi rasa tenang. Demi apapun, Haruto tidak bisa diberi cobaan sesulit ini. Tidak bisa memberikan afeksi lalu mengabaikan perasaan aneh yang meletup-letup tidak jelas.

Pada perjalanan pulang, diantara keduanya sama sekali menutup rapat bibir mereka, memberi panggung angin malam dan kesunyian yang didominasi oleh suara jangkrik. Kendati Yoshinori ingin sekali bertanya kepada Haruto alasan bebarapa waktu terakhir mengabaikan dan bersikap dingin. Ia pikir ini waktu yang tepat; sebelumnya sudah menghabiskan waktu bersama, mood Haruto juga terpantau sedang baik, mereka berdua juga saling melempar cerita dan tawa.

Akhirnya, karena butuh sekali jawaban, Yoshinori berdehem sebelum berbicara. "Jadi, Haruto. Aku, aku minta maaf telah membuatmu marah tadi siang dan untuk beberapa waktu belakangan. Aku tidak mengerti, aku tidak tahu alasannya tapi aku minta maaf,"

Sejenak kaki mereka berhenti bergerak. Yoshinori memutar tubuhnya menjadi berhadapan dengan yang lebih muda, sedangkan Haruto melempar kepalanya ke kanan menjauhi tatapan menyedihkan sang kakak.

Sambil menggaruk leher Haruto berucap, "Ya, ya. Seharusnya aku yang minta maaf. Itu... Aku hanya, hanya—rusan sekolahku sedang rumit. Itu saja."

Menyebalkan. Kenapa lidahnya terasa ditumbuhi makhluk aneh yang menggelitik kala berbohong?
Demi dirinya juga Yoshinori, hubungan mereka, dan kedua orang tua. Tidak mungkin mengungkapkan yang sebenarnya. Lagipula memang tidak bisa adik menyukai—naksir—kakaknya sendiri.

"Kamu tidak berbohong 'kan, Haru? Tidak tahu kesalahan apa yang telah aku lakukan, aku sungguh minta maaf. Jadi, tolong... Tolong... Hiks."

Ditengah kegelapan yang mana hanya ada sinar dari lamu jalan, Haruto bisa lihat air mata mengalir melewati pipi Yoshinori. Ia gelagapan mendapati kakaknya sekonyong-konyong menangis maka pelukannya terbuka untuk menghentikan, namun sayangnya tangis Yoshinori justru semakin menjadi.

"Aku tidak paham. Hiks. Tolong jangan marah lagi, Haru."

Bisa Haruto rasakan bulu mata Yoshinori menyentuh kulit pada perpotongan lehernya, hangatnya terpaan napas Yoshinori yang sesenggukan, dan air mata yang membanjiri baju. Usapan demi usapan Haruto berikan, salah satu tangannya menahan pinggang Yoshinori; pemuda itu gemetaran dan Haruto takut jika tidak dicekal maka akan jatuh. Telinganya terus mendengar tanpa mengeluarkan suara dari belah bibir, Haruto membebaskan Yoshinori melampiaskan semuanya.

Tangisnya sudah selesai walau masih meninggalkan segukan menyedihkan. Malu tiba-tiba melanda, Yoshinori mengutuk dirinya yang tanpa hujan dan guntur menangis seperti bayi takut kehilangan ibunya, karena itu Yoshinori menyembunyikan wajahnya pada bahu tegap Haruto sebelum kembali berhadapan dengan wajah yang lebih muda.

"Seperti ini untuk sementara waktu ya? Tidak masalah 'kan, Haruto?" Suaranya sedikit tidak jelas akibat pipinya menempel pada bahu Haruto; memperkecil pergerakan rahang Yoshinori

"Umm... Tidak."

Namanya telah mendukung Haruto mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bohong sekali kalau Haruto menolak. Jemari-jemari tangannya yang panjang mengusap-usap punggung Yoshinori kemudian naik menyisir surai cokelat gelap yang wanginya paling Haruto suka. Terpikir olehnya ia bisa menikmati waktu seperti ini setiap saat; dengan atau tanpa jarak yang penting bisa selalu ada di samping Yoshinori.

Kali ini mungkin sedang tertidur, yang Haruto takutkan barangkali insting memburunya bangun dan feromon Yoshinori terlampau kuat menariknya keluar.

"Kak, sudah punya pasangan belum?"

"Maksudnya?"

"Pacar, mate, atau apalah itu."

Yoshinori terkikik, pelukan pada leher Haruto tambah erat, selain itu ia juga menepuk pantat adiknya. Disisi lain, Haruto tersenyum lebar di balik pelukannya. "Serius, kak. Kak Noa atau Kak Junkyu, gitu?"

"Jangan bercanda. Noa sudah punya pacar, lagi pula dia tidak suka laki-laki." Ujar Yoshinori, cengirannya terpasang, warna merah muda juga mampir di pipinya. Ia mendorong Haruto tanpa tenaga, ia malu.

"Kalau Kak Junkyu?" Serius. Haruto penasaran sekali.

"Diam ah Haruto. Ayo pulang."

■□■□■□■□■

"Heee... Ada apa ini? Haruto, apa yang terjadi?"

Itu mama. Siapa yang tidak terkejut tatkala mendapati salah satu anaknya pulang dengan wajah khas habis menangis; hidung merah, mata bengkak.

"Nangis. Di tengah jalan." Sambil berjalan terseok-seok menuju dapur untuk menenggak segelas air, Haruto menjawab seadanya.

"Iya. Maksud mama... Aduh, kamu kenapa Yoshi? Ada yang jahat? Atau kamu terjatuh?"

Yoshinori justru tertawa. Memeluk mamanya dan meyakinkan bahwa ia tidak berada dalama masalah selama diluar. Sedangkan ayah melototi Haruto dengan sama penasarannya.

Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang