𝓔𝓷𝓪𝓶 𝓫𝓮𝓵𝓪𝓼

889 135 5
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Padahal mama sudah menyediakan berbagai persediaan makanan, tapi namanya Haruto dan Yoshinori omelette saja sampai tidak ada rasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal mama sudah menyediakan berbagai persediaan makanan, tapi namanya Haruto dan Yoshinori omelette saja sampai tidak ada rasanya. Maka dari itu tempat makan siap saji biasa yang ramai pengunjung terutama anak muda seumuran mereka menjadi pilihan. Si bungsu yang mengajak, walau sejujurnya ia tidak lapar-lapar amat.

Sepanjang jalan, Yoshinori lebih memilih menghitung langkahnya sembari memperhatikan ujung sepatu. Sama sekali tidak banyak bercerita seperti biasanya. Sedangkan Haruto pula enggan mengangkat topik. Canggungnya mereka kembali unjuk gigi setelah kejadian tadi pagi. Bahkan saat sarapan pun Yoshinori memilih duduk di samping mama  yang biasanya bersisian dengan Haruto.

Remaja jangkung itu sungguhan tidak sadar telah membuat kakaknya ketakutan setengah mati. Yang ia ingat, semalam penuh wangi Yoshinori lebih menggoda dari biasanya. Lebih menarik sehingga Haruto kabut mata. Ia jadi merasa bersalah saat memotret mimik Yoshinori seperti melihat hantu berkeliaran dibelakangnya dengan menutupi daerah bahu. Haruto tidak tahu pasti apa yang telah ia lakukan, asumsinya, kelakuannya serius kelewatan.

Dadanya berdenyut. Sakit. Dua bola mata yang selalu memandangnya kali ini absen dan apabila bertubrukan bukan tatapan lembut yang mampu membuat Haruto bersemu, namun teror kegelisahan yang hadir di sana.

"Kak...—"

"KAK YOSHI?!"

Bukan. Bukan suara Haruto yang mampu mengangkat kepala Yoshinori alih-alih perempuan berkepang dua dengan suara nyaring paling ceria. Haruto tahu siapa, namun sama sekali tidak punya petunjuk bahwa gadis itu mengenal kakak angkatnya.

"Nina?—eh kamu sudah besar sekali..."

Gadis itu menyengir malu sebelum memukul pelan lengan atas Yoshinori. Memeluk erat pemuda surai cokelat terang itu ibarat burung migrasi yang sudah lama berteman terpisah pada kloter penerbangan.

Di tempat, tanpa sadar Haruto memajukan bibirnya. Perubahan raut wajah Yoshinori yang mencolok praktis membuatnya sakit hati. Dari pagi sampai matahari hampir tenggelam pun senyum hangat nan manis kakaknya tidak terlempar untuknya. Dan sekarang, pilih kasihnya memamerkan sisi cerah itu kepada orang lain.

"Eh—wah, aku tidak ingat kalau Kak Yoshi menjadi kakaknya Haruto."

Kedua bola mata Haruto berotasi, lanjut memakan kentang gorengnya.

Nina Hilman, teman kelas Haruto sejak kelas sepuluh. Gadis baik tidak banyak bicara namun bersama Riki gemar menggoda Haruto karena di sekolah diam-diam banyak yang naksir pada remaja jangkung itu. Tidak dipungkiri ternyata Nina, dulu, sama seperti Yoshinori.

Obrolan keduanya mengalir asik sampai dalam beberapa waktu lupa bahwa Haruto juga ada di sana. Kalau dikata timbul rasa sebal. Tentu Haruto akan mengangguk gusar. Di lain momen, jantungnya selalu berdebar tidak karuan menangkap senyum Yoshinori ketika tengah mengobrol walaupun bukan dengannya setidaknya si bungsu bisa menikmatinya ibarat ponsel yang tengah di isi daya, begitu arti senyum Yoshinori untuknya.

Sampai Nina memanggil satu nama yang teramat familiar bagi Haruto. Kepala otomatis mendongak dengan tatapan terkesiap lantaran tidak percaya bertemu di luar sekolah. "Park Jeongwoo namanya, Kak. Dekat dengan Haruto juga, kok. Kapan-kapan kakak main ke rumah ya?"

"Kalian pacaran?"

Sekonyong-konyong pertanyaanya terlontar seolah tidak ada penahannnya dikarenakan Nina yang merangkul tangan Jeongwoo. Yoshinori praktis menatap sang adik, Jeongwoo membulatkan kedua mata, sedangkan Nina melipat bibirnya ke dalam mustahil menghentikannya untuk tidak tertawa.

"Pfft—kamu penasaran? Atau cemburu?"

Sumpah. Mulut Riki pasti berulah lagi setelah kejadian ia memergoki Jeongwoo di ruang kesehatan. Haruto mengutuk Riki dan Nina sejadi-jadinya dalam diam. Kedua bola matanya berotasi kemudian mendengus sebal. Atmosfernya menjadi tidak nyaman, Haruto harus membenarkan posisi duduknya berkali-kali. Dan berani sumpah, ia bisa lihat semburat merah muda pada kulit wajah Jeongwoo.

"Berisik. Pergi sana." Lantas Nina tertawa kesetanan.

Selepas Nina dan Jeongwoo pamit pulang terlebih dahulu, tidak butuh setengah jam bagi kakak-beradik Watanabe menghabiskan waktu di dalam tempat makan cepat saji yang mulai ramai pengunjung. Meski Haruto meruntuki Nina selama beberapa waktu terus menggodanya di depan Yoshinori, ia juga bersyukur keadaan mereka kembali normal. Selama perjalanan pulang, Haruto tidak keberatan Yoshinori terus mendominasi obrolan mereka atau betapa tidak lucunya lelucon sang kakak karena fokusnya jatuh pada mimik wajah yang menurutnya lucu dan tawa renyah yang sopan sekali mengetuk gendang telinganya.

"Aku baru tahu, kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Jeongwoo?"

"Memang tidak ada yang harus diceritakan."

"Tapi kata Nina, kalian dekat."

Kelopak matanya menutup guna menahan gejolak emosi akibat perkataan Nina. Yoshinori, kakaknya ini terlalu mudah mempercayai perkataan orang lain. "Bukan dekat semacam itu. Hanya, hanya kalau dia butuh bantuan aku bisa membantu. Itu saja."

Sambil menyengir, jemarinya menarik kardigan yang dikenakan Haruto. Dengan nada menggoda ia berkata, "Serius tidak ada letupan-letupan—"

"Letupan apa?!" Nadanya lebih tinggi dari biasanya, Yoshinori sampai terkejut dan menjauh satu langkah ke belakang. Haruto tidak habis pikir bagaimana orang terdekat tanpa absen menggodanya dengan topik yang sama. Membantu orang yang sama lebih sering bukan berarti ia menaruh rasa dan kendati dirinya adalah seorang alpha bukan pula dengan mudahnya jatuh hati seakan cocok dengan kalangan manapun.

Ia gunakan tangannya yang lebar mengusap wajah dengan kasar. Hari ini Haruto merasa lebih emosional dibandingkan hari-hari yang lalu. "Terus, kakak tidak ada letupan-letupan kerap bersama kak Junkyu atau yang lain misalnya?" Pada kata letupan-letupan dengan sengaja Haruto gunakan nada meledek.

"Tidak. Dia memang baik, tapi bukan begitu. Haru sendiri, bagaimana?" Tanya Yoshinori sambil menunggu Haruto membuka kunci pintu rumah.

Tiba-tiba, pergerakan Haruto berhenti. Yoshinori menunggu dengan sabar. Kemudian, tatkala dua manik senada bagian dalam batang pohon saling bertubrukan. Tensi diantara keduanya menjadi lebih menyesakkan sehingga Yoshinori harus berhenti menggigiti kulit tebal sekitar kuku jarinya.

"Kalau aku bilang letupan-letupannya selalu ada setiap di samping kakak, bagaimana?"

Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang