Dua Puluh

628 93 19
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Haruto paham rasanya dipaksa untuk melakukan hal yang tidak disukai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haruto paham rasanya dipaksa untuk melakukan hal yang tidak disukai. Baginya seperti berdiri dibalik jeruji dengan kedua tangan dan kakinya diikat, digerakkan bagaikan boneka kayu dipanggung teater. Berteriak pun seolah menghabiskan tenaga yang tidak pernah dianggap berarti. Hatinya bergetar dan sakit. Dapur yang selalu dikelilingi aroma kopi dan roti buatan tangan Mama menjadi menyesakkan seolah-olah partikel-partikel yang kasat mata berencana membunuhnya; memenuhi dadanya sampai tiada ruang kosong.

Sudah berapa lama, Haruto bahkan sampai lupa tepatnya setelah kejadian itu. Yoshinori memang kembali tersenyum dan tertawa tapi, ia merasa semuanya berubah. Bahkan bahu sempit itu melonjak ketika Haruto tiba di sampingnya. Senyum dan tawa canggung terlantun mendobrak telinganya seakan-akan Haruto adalah orang asing.

"Kak,"

Haruto menyesal memanggil Yoshinori. Melonjak dan bergetar ketakutan bukan respon yang Haruto inginkan.

"H-hm? Ada apa?"

Dan kapan tepatnya Haruto menyadari bahwa Yoshinori tidak lagi menyebut Namanya.

"Aku minta maaf." Remaja itu menyesal tapi, bibir dan otaknya bukan perbaduan yang baik untuk mengatakan hal selain itu.

Baru ini Haruto tidak menyukai cara Yoshinori tersenyum. Tiada keindahan dan kehangatan yang biasanya membelai hatinya sampai terhenyuh. Gelengan kepala dan senyuman yang menjadi balasan dari penyataannya bukan apa-apa karena terasa kosong bagi Haruto. Kedut dari saraf di daerah dahinya terasa menyakitkan, Haruto benci ketidakberdayaan dirinya dalam menyelesaikan permasalahan ini.

"Ini... sudah selesai bukan? Kita baik-baik saja sekarang."

Haruto memejamkan matanya. Amarahnya hampir menyentuh bagian paling gelap dari dirinya. Ia menggeram dalam diam sambil mengencangkan genggamannya pada tangan mug berisi susu yang baru saja dituangnya. Ia menatap pusaran cokelat dihadapannya dan menerima ketakutan, keraguaan, kesedihan bercampur menjadi satu. Seluruh benda disampingnya berteriak menghentikan amarahnya. "Lalu, kenapa harus menghindar kalau baik-baik saja? Aku tidak suka."

Mama selalu bilang kalau keegoisan Haruto hal paling buruk dalam dirinya. Remaja itu tahu tentang dirinya, dia paham apa yang diinginkan olehnya, tapi bagaimana cara mendapatkannya selalu menjadi sesuatu yang salah. Haruto pikir semuanya akan balik ke titik semula. Haruto berandai malam itu kalau dirinya bisa tertawa bersama lagi dengan sosok kakak yang membuatnya jatuh hati. Alih-alih setelah tiga pekan berlalu apa yang masuk ke dalam ekspektasinya melebur bersama angin bulan November. Sungguh mendongkolkan hati cara Yoshinori menutup mulut tanpa mengeluarkan satu kata pun; kakak itu menjadi lebih penurut dan mengiyakan saja; tiada protes, kritik, atau apapun yang biasa Yoshinori lakukan kalau apa yang dilakukan salah.

"Ayo kita pergi akhir pekan ini." Suaranya sudah gusar. Haruto tidak perlu menatap lekat-lekat dua bola mata cokelat gelap yang selalu membuatnya terpikat. Kosa kata skeptis, seumur-umur, tak pernah menjadi bagian dari dirinya sebelum hal ini.

"Aku ada-"

"Junkyu 'kan?"

Begitu anggukan Yoshinori menjadi jawaban, Haruto langsung menyeret kedua kaki jenjangnya menuju kamar. Menaiki anak tangga sambil menghitung langkah. Dadanya berdenyut ketika dirinya sengaja melirik pemuda bertahi lalat di dagu itu hanya menunduk memandangi segelas susu. Cih. Hentakan kakinya memantul bahkan sampai terdengar di lantai bawah dan bunyi berdebum saat menutup pintu kamar sampai menggetarkan kisi jendela.

Kenapa Yoshinori tidak memanggilnya? Kenapa Yoshinori tidak menghentikannya saat ditangga? Mengatakan bahwa ia ada waktu untuk menghabiskan waktu bersamanya seperti di hari-hari yang lalu. Mengesalkan. Cermin di hadapannya memberitahu rupa mengerikannya. Kedua alis tebal Haruto hampir menempel karena dahinya mengerut, bola matanya tajam penuh amarah, cuping hidungnya mengembang lalu mengempis, dan rambutnya berantakan tak karuan. Yang paling mengganggu adalah feromonnya, seperti daun teh yang hangus terbakar. Haruto mempertanyakan ketakutan yang menjalar pada setiap pembuluh darah Yoshinori. Menyedihkan baginya ketika orang yang membuat jantungnya berdegup anomali; orang yang sudah seperti sinar matahari di langit biru bulan Maret; orang yang sudah seperti selimut di hari yang mendung; orang yang sudah seperti kue jahe dan cokelat panas di tengah badai salju; justru melihatnya seperti monster temperamental mematikan.

Sambil membuka ponsel pintarnya, bermain game bocah mengganti stroberi dengan nanas agar sejajar dengan stroberi yang lain lalu mendapat poin, kepalanya tidak pernah kosong memikirkan Yoshinori yang menggunakan Junkyu sebagai alasan menghindarinya. Padahal dirinya dan pemuda Kim itu sama-sama menyandang status Alpha. Haruto juga cukup peka untuk mengetahui teman kakaknya itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya terhadap si Omega. Junkyu pasti juga suka menyium aroma manis dari feromon Yoshinori, Haruto yakin pemuda itu juga susah payah tidak mengendus-endus seperti anjing kalau berjalan beriringan atau duduk saling menempel bahu mereka atau sekedar berhadapan. Kalau Yoshinori takut dengan seorang alpha seharusnya Junkyu juga bukan pilihannya.

Namun, bagaimana andaikata yang ditakutkan Yoshinori bukan label alpha melainkan memang dirinya? Menerjang tanpa aba-aba, menandai tanpa consent, ditambah tidak pandai mengendalikan insting kunonya.

Sialan. Label aneh sialan. Alpha sialan.

[Ingin ikut? Akhir pekan. Di rumah Jungwon.]

Pesan singkat dari Riki menghentikan Haruto dari permainannya. Jemarinya mengetuk punggung ponsel. Ia ingin di rumah saja; marathon anime atau komik sambil mendengarkan lagu. Namun, dirinya juga tidak ingin diledeki oleh Mama masalah menjadi remaja labil yang ke senggol dikit kerjaannya mengurung diri di kamar tanpa bersosialisasi dua puluh empat jam. Tiga minggu. Jiwanya seakan hampir habis menghilang akibat terjebak oleh kelakuannya sendiri. Mama sudah bersikap seperti biasa, Ayah pun walaupun masih mengkhawatirkan mereka berdua dan sesekali meceramahinya. Memang akibat perlakuan Yoshinori kepadanya menjadi berbeda seakan-akan kehidupan Haruto berhenti di sana saja menunggu waktu segelnya dibuka atau mati kehilangan kewarasan.

Ibu jarinya menyentuh layer ponsel, beberapa kata sebelum menjadi kalimat utuh diketiknya untuk dihapus, begitu terus hingga lima kali.

[Oke. Rumah Jungwon]

Finalnya sudah dipastikan. Toh, Yoshinori juga hang out dengan Junkyu.


















Hai haii 👋👋👋
Udah berapa lama aku tinggal?
1? 2?
Maaf ya :" Tahun-tahun itu lagi banyak banget yang harus di fokusin (aslinya sekarang juga)
Doain aja ya, aku bisa terus nulis tanpa ganggu rl
Makasih banget kalau ada yang menunggu. Makasih banget udah sabar di gantungin.
Pokoknya makasih (๑•ᴗ•๑)♡

Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang