𝓢𝓮𝓶𝓫𝓲𝓵𝓪𝓷 𝓫𝓮𝓵𝓪𝓼

1.6K 149 26
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

BxBA/B/O [Omegaverse]Typo(s)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Haruto bonyok lagi. Sepulang orang tua mereka ke rumah, Junkyu dan Noa pamit untuk pulang, Ayah melempar telapak tangannya seakan mengirim perasaan kecewa pada anak kandungnya. Sudah diperingati dari awal dan si bungsu tidak menerima.

Sedangkan wanita berumur yang kerutannya hadir di sudut mata menahan tangis sampai tak bersuara. Yoshinori tetap memperhatikan jari-jari kaki yang kukunya amat pendek.

Ini sudah hari keempat setelah peristiwa malam itu. Ayah dan Haruto belum memulai percakapan kembali. Pria dewasa itu masih berenang dalam emosi. Begitu pula Yoshinori  dan Mama yang sama sekali bisu. Tiap makan malam yang seharusnya ramai bincang kesana dan kesini menjadi senyap dillit awan dingin. Alat makan yang saling berbenturan, gerakan membenarkan posisi, dan tik-tok jarum jam yang tak pernah lelah berputar.

Bungsu keluarga Watanabe itu menundukkan kepala seolah ia tidak mempunyai izin untuk sesekali mendongak, menatap lurus semua objek. Mendesah panjang menjadi pelampiasannya setelah menjatuhkan diri di atas kasur. Sambil memeluk guling dan menatap dinding putih yang kosong, Haruto berusaha menjalankan otaknya untuk cukup sanggup berbicara secara pribadi dengan Yoshinori.

Yang ia ingat, Yoshinori teramat wangi malam itu. Sudah berangsur-angsur pula menyembunyikan debaran tidak masuk akal acap kali berhadapan (atau sesuatu yang berhubungan) dengan kakaknya. Haruto yang asli mana tahu akan membuat tanda pada pemuda yang lebih tua darinya itu, ia telah tidak sadarkan diri.

Cukup terkejut setelah babak belur ditangan Junkyu, tamparan Ayahnya membuat Haruto semakin merasa bersalah. Namun, ia juga tidak bisa menahan semuanya. Berpikir bahwa ia berhak mencintai (menyukai barangkali). Lagipula Yoshinori bukan kakak sesungguhnya dari Haruto, menurutnya tidak ada yang salah atas rasa yang selama ini ia pendam dari keramaian.

"Haru?"

Pintu terbuka dan berdirilah sosok Mama—yang kantung matanya tercetak nyata, jelas-jelas gelisah akan nasib anak-anaknya—sambil mengatupkan tangan di depan dada.

Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang