𝓔𝓷𝓪𝓶

1.3K 203 23
                                    

Tidak ada sangkut-pautnya dengan realita kehidupan karakter

Hanya fiksi belaka
.

.

.

.

.

Watanabe Haruto
Kanemoto Yoshinori

.

.

.

.

.

BxB
A/B/O [Omegaverse]
Typo(s)

Ingin tidak ingin jika sudah perintah Mama harus dilakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ingin tidak ingin jika sudah perintah Mama harus dilakukan. Sial betul hari ini menurut Haruto. Mengantar beberapa box berisi bahan-bahan kue dan roti—yang secara tidak sengaja Mama tinggal di rumah—berdua, bersama Yoshinori. Haruto sengaja melangkah lebar-lebar di depan sang Kakak. Niatnya menjaga jarak agar tidak menjadi pecandu kokain (ralat: feromon-melon-manis-kakaknya-sendiri).

"Haruto, tolong pelan-pelan. Kotaknya agak berat." Yoshinori bahkan harus sedikit menaikan nada bicaranya dikarena jarak mereka yang memang jauh seperti habis bertengkar masalah makanlah-makanan-sendiri-jika-tidak-ingin-ada-perang-dunia.

Jujur, sebenarnya Haruto tidak ingin mendengar kalimat melas penuh permohonan. Namun, kalau lawannya menjaga kewarasan maka Haruto lebih memilih untuk tidak gila muda. Tanpa menoleh—setidaknya melihat keadaan Yoshinori—langkah kakinya berhenti, menunggu kakaknya menjadi lebih dekat lalu lanjut berjalan menuju toko roti Mama tanpa obrolan apapun.

Sampai di tempat rupanya Mama ada di sana, menunggu mereka berdua bersedia membuka pintu untuk anak-anaknya. Tergopoh-gopoh Haruto maupun Yoshinori masuk ke dalam toko sambil membawa masing-masing dua kotak dus. Senyum Mama mengembang sempurna sampai menyebabkan kerutan pada ujung matanya tercipta. "Terimakasih ya, Yoshi, Haru."

Keduanya mengangguk dan berdehem bersamaan. Yoshinori mengambil langkah mundur, menjauhi Haruto. Tangannya merogoh saku celana, menarik keluar botol kecil yang panjangnya seukuran jari telunjuk Haruto. "Ma, aku boleh ke toilet?"

"Tentu. Ayo, Mama antar."

Sesuai perintah Mama Haruto duduk di dekat meja kasir sedangkan Yoshinori dan Mama pergi ke belakang. Sembari menunggu pemuda jangkung itu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Tiada notifikasi apapun, dirinya berakhir menggulir layar ponsel yang menampilkan beranda media sosial miliknya.

Di belakang, Yoshinori mengelap peluh yang membanjiri kening dan daerah leher dengan sapu tangan yang Mama berikan. Mencuci wajah dan tangan sebelum memakai lotion dari Mama tempo hari yang telah ia pisah pada botol yang lebih kecil.

"Ngomong-ngomong, jadwal heat-mu belum datang dari dua bulan yang lalu ya Yoshi?" Tanya Mama tiba-tiba selepas anak sulungnya baru membuka pintu toilet.

Kepalanya mengangguk membenarkan. "Aku tidak tahu bulan ini akan datang atau tidak." Tanpa disadari hela napas beratnya keluar menandakan bahwa Yoshinori lelah berbicara pasal ini.

Elusan pada punggung Yoshinori praktis membuat bibirnya menarik senyuman. Ia memeluk tubuh Mama yang sekarang terasa lebih ringkih daripada beberapa tahun sebelumnya.

"Tidak masalah. Pokoknya kalau sudah merasa tidak enak badan langsung bilang Mama, oke? Oh selain itu, feromonmu akhir-akhir ini tidak lebih ganas."

"Itu karena lotion yang Mama berikan. Kalau tidak aku digunakan juga sama saja."

"Padahal wangi Yoshi manis. Sudah dapat gandengan belum, Yoshi?"

Bukan merah muda lagi, senada kepiting rebus memenuhi wajah hingga telinga Yoshinori kala dilempar pertanyaan sejenis itu. Kepalanya automatis menggeleng kencang, salah satu tangannya yang bebas digerakkan ke kanan dan kiri. "Belum. Jangan pertanyaan seperti itu, Ma."

Sepanjang dari ruang belakang sampai ke depan menemui Haruto, Mama dan Yoshinori saling mengobrol—Mama lebih banyak menggoda si sulung dan yang menjadi korban menjawab dengan kaku dan malu-malu.

Haruto di depan sana, mengumpat sekonyong-konyong pikirannya kembali mengingatkan seberapa menyengatnya aroma Yoshinori selepas kakaknya keluar dari kamar mandi bawah (keran kamar mandi Yoshinori rusak pada pengaturan suhunya). Kebetulan Haruto ada di dapur mengutak-atik kulkas mencari puding yang baru saja ia beli disaat bersamaan ketika ia berjalan menuju ruang tengah sambil membawa puding, Yoshinori keluar dengan piyama tartan tepat di hadapannya. Manisnya melon bercampur vanila yang ringan menari-nari di bawah hidungnya.

Tidak mungkin menurutnya, ia bisa salah tingkah pada pemuda yang dulu dilihatnya menangis dengan mata sembab juga hidung memerah di gang kotor antara gedung toko olahraga dan buku. Apalagi hanya karena feromon Yoshinori sebagai omega late bloom, tingkah polos, dan senyuman yang pas sekali menempel pada tempatnya.

Mama dan Yoshinori muncul dari balik dinding, Haruto langsung mengarahkan pandangannya kepada Mama menghiraukan Yoshinori dengan tatapan sayu, polos, penuh pertanyaan. "Nah, sebelum kalian pulang. Yoshi dan Haru harus makan menu spesial minggu ini. Jadi, tunggu sebentar dan mengobrol dahulu."

Kali ini ucapan Mama bagaikan perkataan biasa. Baik Yoshinori maupun Haruto masih bungkam padahal pikiran masing-masing mereka bekerja keras pada topik yang tentunya berbeda. Bahkan sampai Mama datang membawa beberapa kue dan minuman.

■□■□■□■□■

Yoshinori tidak tahan jika harus membisu terus-menerus. Ia kesal sejujurnya dengan tingkah Haruto yang tanpa hujan dan badai petir menjauh darinya, jadi lebih dingin dan tidak banyak omong. Yang lebih tua tidak mengerti apa salahnya sampai diperlakukan seperti pencuri puding di kulkas milik Haruto. Tangannya gatal, ia berhasil menarik siku yang lebih muda. "Haruto..."

Pergerakan meraka berdua berhenti bersamaan. Haruto memiringkan kepala tanpa memutar badan.

"Ya?"

"Ada apa, kenapa kamu begini?"

Pemuda sekolah menengah itu menarik tangannya, melihat sosok Yoshinori menggunakan ujung matanya. "Tidak apa-apa."

"Kalau tidak apa-apa lalu kenapa kamu diam saja? Maksudku, tiba-tiba menjauhiku lalu—"

"Bukan urusan, Kakak. Mau aku diam, banyak omong, bertingkah atau tidak. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kak Yoshi. Jangan terlalu percaya diri."

Detik berikutnya Haruto menjejakkan kakinya cepat-cepat dan agak kasar. Emosi malah melanda tanpa alasan. Pintu pagar terbuka tanpa ia tutup kembali. Meninggalkan Yoshinori tertegun penuh keterkejutan. Sampai di depan pintu, saat jemarinya sudah menyentuh gagang perak, Haruto menangkap suara familiar dari belakang.

"Wah, Yoshi! Kebetulan, aku dan Noa habis garap lagu. Butuh sekali saran. Kamu mau jadi pendengar pertama tidak?"

Kim Junkyu, pemuda Korea jurusan seni musik mengambil kampus di Jepang. Selama masa kuliah tinggal di rumah Noa sebagai keluarga angkat.

"Oh. Boleh. Sekarang?"

"Hu'um. Kalau begitu, HARUTO AKU PINJAM KAKAKMU SEBENTAR YA!!"

Keduanya berlalu. Mata Haruto berkilat tajam. Bagaimana Junkyu datang sambil merangkul Yoshinori, membawa kakaknya pergi begitu saja. Pintu kayu rumah ia banting sampai berdebum. Sepatu yang Haruto gunakan di hempas penuh amarah. Sial betul.

Mana ada Haruto cemburu hanya karena melihat Junkyu membawa Yoshinori pergi.

Pimpernel || HaruNori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang