Pagi yang cerah di rumah megah. Sosok pria jangkung nan gagah itu sudah siap dengan pakaian olahraganya. Jam masih menunjukkan pukul lima lebih dua puluh menit, tapi dia sudah menuruni tangga dengan semangat. Siap melakukan olahraga pagi.
"Selamat Pagi, Den Nizyam..."
Nizyam, pria itu tersenyum kecil pada Bi Wati yang menyambutnya.
"Pagi, Bi."
"Mau olah raga?" tanya Bi Wati.
Nizyam hanya menjawab dengan anggukan.
"Mau sarapan apa pagi ini?" tanya Bi Wati.
"Terserah," jawab Nizyam. "Oh iya, Ainun belum bangun?" tanya Nizyam.
"Kurang tau, Den. Mau saya lihatin dulu atau gimana?"
"Gak, gak usah," kata Nizyam cepat-cepat. "Biar saya cek sendiri, Bi. Bibi siap-siap bikin sarapan aja."
Wanita paruh baya itu tersenyum ramah sebelum undur diri. Nizyam yang tadinya hendak keluar malah memutar arah menuju kamar Ainun yang sebenarnya tak jauh juga dari tangga rumahnya.
"Ainun." Nizyam memanggil gadis yang ada di dalam sana setelah mengetuk pintunya beberapa kali. Karena tak langsung mendapatkan jawaban, pria itu pun membuka pintu dan mendapati Ainun masih duduk di atas sajadah sembari membaca Al-Qur'an khusus milikinya.
"Shodaqallahul'adziim..." Ainun mengakhiri bacaannya ketika sadar ada yang membuka pintu kamarnya. Yah, dari suaranya dia tau siapa.
"Kak Nizyam. Ada perlu apa?" tanya Ainun. Gadis itu kemudian menutup Qurannya kemudian
"Oh, gak papa. Kirain kamu belum bangun," kata Nizyam.
"Alhamdulillah udah, Kak. Kakak udah shalat subuh? Habis pulang dari masjid?" tanya Ainun.
"Enggak, aku shalat di rumah. Ya udah, kalau gitu aku mau jogging dulu. Oh iya, satu lagi. Jangan lupa nanti siang kita ke notaris, kita buat perjanjian pra nikah."
Ainun mengangguk. "Iya, Kak. Insyaallah inget. Kakak udah ngaji belum?"
Nizyam menghembuskan nafas mendengar pertanyaan Ainun. "Penting banget, ya?" tanya Nizyam.
"Menurut Ai penting. Apalagi ini hari Jumat, loh. Katanya kalau baca surat Al-Kahfi, Allah akan terangi dia dengan cahaya diantara dua Jumat."
"Menerangi cahaya diantara dua Jumat? Maksudnya?" tanya Nizyam.
Ainun tersenyum mendengar pertanyaan Nizyam. "Sini, Kak. Aku kasih tau lebih lanjut," ucap Ainun sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. Kebetulan gadis itu shalat subuh dan mengaji di tas sebuah karpet yang cukup luas.
Nizyam mengernyit kemudian bergidik. "Apaan? Gak mau, aku mau jogging. Buang-buang waktu."
"Eh, bentar, Kak," kata Ainun. "Cuma lima menit, janji," imbuh gadis itu.
"Ayo, Kak sini... Katanya mau belajar agama seperti yang diamanatkan mendiang Papa. Bentar, kok. Janji, deh. Habis ini Kakak bisa jogging sampai siang." Ainun masih memaksa Nizyam untuk duduk bersamanya dan mendengarkannya.
Nizyam menghembuskan nafas kemudian merotasi bola matanya sebelum berjalan gontai mendekati Ainun yang hanya berjarak lima langkah darinya.
"Apa?" tanya Nizyam.
Ainun terkekeh pelan sembari menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. Nizyam menghembuskan nafas sekali lagi sebelum akhirnya menjatuhkan bokongnya di tempat yang diinginkan Ainun.
"Cepetan, keburu siang," dumal Nizyam.
"Iya, Kak. Astaghfirullah... Gak sabaran banget, sih. Cepet tua loh, nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainun [END]
Romance[18+] Religi-Romance "Bahkan, batu yang ditetesi air terus-menerus akan hancur. Tapi, kenapa egomu tidak?" Ainun, gadis tuna netra yang dijodohkan dengan sepupu jauhnya, Nizyam harus menerima kenyataan jika Nizyam tak mencintainya. Nizyam hanya meng...