Ainun tersenyum saat menatap ke atas. Langit malam ini cukup indah karena berbalut bintang dan bulan terlihat bersinar terang dan nyaris bundar sempurna. Angin malam yang menerpa kulitnya menambah indah suasana malam ini--suasana yang Ainun suka.
"Ai."
Panggilan itu membuat Ainun terperanjat. Dia menatap pria yang berdiri di depannya-pria yang mengejutkannya. Pria itu kemudian duduk di samping Ainun dan merangkul bahunya.
"Anak Abi yang cantik lagi mikirin apa?" tanya pria itu dengan lembut.
"G-gak ada Abi," jawab Ainun gugup. Ainun sendiri tak ingat tadi dia melamunkan apa, haha...
"Kamu mikirin Nizyam? Sedih karena gak bisa ketemu sama dia kemarin? Kan, Abi udah bilang, kalau dia cuma bisa bikin kamu sakit hati. Udah, gak usah dipikirin, nambah-nambah beban pikiran aja. Kamu tuh, sama kaya Umi kamu. Ngeyel, udah dibilangin gak usah peduli, tetep aja mikir."
"Abi... Kan Kak Zyam itu masih saudara sama Umi, dia anaknya sepupu Umi. Om Abi juga udah nitipin Kak Zyam ke Umi, ke Ainun juga."
"Abi juga menitipkan kamu ke dia, tuh, tapi dia gak peduli. Bahkan, dia nyakitin kamu."
"Ya kalau Umi sama Ainun ngelakuin hal yang sama, apa bedanya Umi dan Ainun sama Kak Zyam? Sama-sama jahat, dong?"
"Duh, udah mulai bisa debat, ya," ucap Gunawan sambil mencubit gemas hidung putri bungsunya. Ainun hanya terkekeh mendengar penuturan dari abinya itu.
"Ainun juga awalnya mikir gitu. Kak Zyam jahat, dia udah bikin Ainun buta, terus nikahin Ainun dan disia-siakan gitu aja. Tapi, Umi ada benarnya. Kecelakaan Ainun itu musibah. Kak Zyam juga sakit waktu itu. Kak Zyam juga udah menyesal dan minta maaf. Ainun juga sempat berpikir buat benci Kak Zyam, tapi gak guna menyimpan dendam. Wanita itu juga menyimpan dendam ke Kak Zyam dan papanya, akhirnya dia jadi jahat dan meninggal mengenaskan gitu. Ih, Ainun gak mau jadi kayak dia."
Ucapan Ainun yang panjang kali lebar itu direspon dengan kekehan oleh Gunawan. Yah, ada benarnya juga. Dia pun menyadari itu sejak lama. Hanya saja, dia masih tak terima jika putri kecilnya diperlakukan buruk oleh pria yang bahkan dia perlakukan seperti putranya sendiri. Seolah, perbuatan baik yang dia lakukan untuk Nizyam tak terbalas. Harapannya agar Ainun bahagia dengan Nizyam pun sirna. Dia pikir, Nizyam akan menerima putrinya seiring waktu, apalagi Ainun hanya harus menunggu donor mata saat itu. Nizyam benar-benar tidak bersyukur dan tidak sabaran, pikirnya.
"Abi," panggil Ainun. Gunawan pun berdehem dan menatap Ainun, seolah bertanya kenapa wanita itu memanggilnya.
"Abi, Ainun boleh, gak, lanjutin sekolah?" tanya Ainun dengan mata berbinar. Gunawan yang melihat itu mengernyit heran.
"Abi kenapa ekspresinya gitu? Gak boleh, ya?" tanya Ainun.
"Hah? Engga, kok. Abi cuma kaget dan bingung aja kenapa tiba-tiba kamu mau lanjutin sekolah. Kamu mau kuliah? Di mana? Jurusan apa? Emang masih bisa, Ai?"
"Itu dia, Bi. Ainun bingung. Tapi, kata tunangannya Kak Labib bisa, kok. Ainun pengen. Abi pasti bangga nanti kalau Ainun bisa lulus kuliah. Iya, kan?"
"Ai. Abi selalu bangga sama kamu. Mau kuliah atau engga, Abi akan selalu bangga punya putri cantik dan baik seperti Ainun Nabila Aisyah ini," ucap Gunawan sambil mencubit gemas kedua pipi Ainun.
"Aduh, mesranya... Umi cemburu, ih sama kalian."
Dua orang yang sedang asyik berbincang itu mengalihkan tatap pada dua orang yang baru saja keluar dari pintu. Sarah dan Rizwan duduk bersama keduanya. Sarah di samping Ainun dan Rizwan di samping uminya.
"Lagi asyik ngobrolin apa?" tanya Sarah.
"Anak kamu mau kuliah, Mi. Mau sekolah lagi katanya," jawab Gunawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainun [END]
Romance[18+] Religi-Romance "Bahkan, batu yang ditetesi air terus-menerus akan hancur. Tapi, kenapa egomu tidak?" Ainun, gadis tuna netra yang dijodohkan dengan sepupu jauhnya, Nizyam harus menerima kenyataan jika Nizyam tak mencintainya. Nizyam hanya meng...