Meski sudah menikah secara agama dan hukum, hubungan Ainun dan Nizyam tak ada kemajuan. Setelah insiden di malam itu-Nizyam nyaris mencium Ainun, pria itu mencoba menjauh dari Ainun, bahkan menjadi semakin kasar. Ainun hanya bisa bersabar. Sifat Nizyam memang seperti itu sepengetahuannya. Untuk menghindari Ainun, Nizyam pun menyibukkan diri dengan bekerja. Perkataannya yang lalu, yang menyebutkan jika dia akan tidur bersama Ainun tak menjadi kenyataan. Mereka kembali seperti semula, tidur di kamar masing-masing. Nizyam pun melarang Ainun menyusulnya ke lantai dua dan mewanti-wanti agar dia tak nekat.
Ainun gundah. Sudah lebih dari seminggu Nizyam kurang berkomunikasi dengannya. Selalu Ainun yang memulai percakapan, jawaban Nizyam pun singkat dan amat tak memuaskan. Apa salahnya? pikir Ainun sendiri.
"Ainun kenapa melamun?"
Sentuhan di pundak itu menyadarkan Ainun dari lamunan. Dia menggeleng pelan. "Gak papa," jawabnya.
"Ada yang dipikirkan? Cerita sama Bi Wati aja, gak papa."
Ainun menyunggingkan senyum. Bi Wati sekarang sudah seperti Umi, tau saja apa yang dialami dan diinginkan Ainun.
"Ini soal Kak Nizyam, Bi. Kenapa makin cuek, ya?"
Bi Wati diam sejenak, memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan Ainun agar gadis ini tak sedih.
"Mungkin perasaan Ainun aja, deh. Den Nizyam lagi sibuk kerja, banyak urusan. Jadi... kesannya agak cuek," katanya.
"Setelah menikah, rasanya hubungan kami semakin hambar, Bi. Ya... sejak awal emang gak ada rasa, sih," cicit Ainun sambil menunduk dan memilin bajunya.
"Den Nizyam memang sedikit kaku dan dingin, Non. Tapi dia diam-diam perhatian, kok. Ainun lebih sabar aja, lebih perhatian supaya Den Nizyam senang."
"Apa Kak Nizyam akan sayang sama Ainun, Bi? Ainun bukan yang diinginkan Kak Nizyam."
"Tapi bagaimana kalau Allah yang menginginkan Ainun untuk Den Nizyam? Den Nizyam memang sedikit jauh dari jalan Allah, Ainun ditugaskan untuk membimbing dia supaya kembali ke jalan Allah. Seperti amanah Tuan Abimana."
"Ainun tau, tapi kalau Kak Nizyam sendiri gak punya niat berubah, gimana, dong? Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau dia sendiri gak mau merubahnya. Kak Nizyam butuh hidayah, sedangkan hidayah hanya datang dari Allah. Hidayah juga perlu dicari, Bi. Sedangkan Kak Nizyam sibuk sekali bekerja. Bahkan, sama istri aja lupa."
Bi Wati membenarkan ucapan Ainun dalam hati. Kini, dia pun bingung harus merespon seperti apa lagi. Gadis ini sepertinya sudah lelah dengan sifat Nizyam.
"Ainun sabar, ya?" ucap Bi Wati, "kita berdoa sama-sama untuk Den Nizyam supaya diberikan hidayah oleh Allah. Pelan-pelan, Den Nizyam akan mencintai dan menyayangi Ainun. Ainun kan, gadis yang baik, perhatian, sabar, shalihah, kurang apa lagi, coba?"
"Ainun buta, Bi. Kak Nizyam gak mau punya istri cacat," kata Ainun, "meski Ainun bisa melihat itu pun gak menjamin Kak Nizyam suka, cinta, atau sayang sama Ainun. Ainun sejujurnya gak meminta untuk disayangi, kok. Ainun hanya mau diperhatikan dan dihargai sebagai istri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ainun [END]
Romance[18+] Religi-Romance "Bahkan, batu yang ditetesi air terus-menerus akan hancur. Tapi, kenapa egomu tidak?" Ainun, gadis tuna netra yang dijodohkan dengan sepupu jauhnya, Nizyam harus menerima kenyataan jika Nizyam tak mencintainya. Nizyam hanya meng...