cinq.

3.5K 433 25
                                    

"Uhh.. pelan-pelan paman!"

Bastian hanya bisa menggelengkan kepala nya sembari mengoleskan salep ke pipi Jayden.

"Bagaimana Jayden bisa mendapat luka ini? Lihat, ini pasti begitu sakit kan?" Ujarnya sambil menekan luka yang ada di sana.

"Paman jangan di tekan! Aku hanya terkena pisau saat makan tadi." Bohong nya.

"Kamu tidak berbohong kan?" Tatap Bastian penuh selidik.

"Uhm! Tidak kok!"

Menghela nafas kini tatapannya kembali seperti semula dan mencubit sebelah pipi Jayden yang tak terluka.

"Baiklah lain kali hati-hati. kau membuat ku khawatir tadi." Setelah asik dalam keheningan kini yang lebih muda membuka suara.

"Paman kira-kira umur berapa paman mulai berlatih pedang?" Tanya nya ingin tau.

"Sepertinya umur 7 tahun karena dulu paman sudah diwajibkan menjadi ksatria oleh kakek Jayden.

Tiba-tiba saja menanyakan hal itu, Jayden tertarik berlatih pedang?"

"Iya!" Seru nya antusias. Sembari melanjutkan ucapannya dalam hati.

'-Untuk membalas si bocah sialan itu.'

Bastian membuat pola postur berpikir.

"Paman tidak yakin ayah Jayden akan mengizinkan. Tapi ku rasa kita bisa melakukannya secara diam-diam." Jawaban dari yang lebih tua membuat Jayden tersenyum sumringah.

"Lusa bagaimana? Jayden punya jadwal dengan nona vennelie besok. jadi paman rasa sekarang Jayden harus tidur." Sembari Mengusak kepala sang keponakan yang sudah berbaring dikasur dan berdiri keluar melalui jendela.

Melihat sang paman yang sudah pergi kini Jayden turun dan memandang keluar jendela.

Ohh iya ngomong-omong bagaimana bisa Bastian bersama Jayden itu karena ia tidak sengaja melihat keponakan nya berjalan merintih sambil memegang pipi dari ruang makan. Tapi karena ia masih sibuk bertugas akhirnya baru sempatlah melihat kondisi Jayden saat waktu malam. Lagipula kemana asisten pribadi keponakannya itu?

Menikmati semilir angin malam dengan pakaian tidur bukanlah hal yang tepat. Hawa dingin itu rasanya menusuk hingga ke tulang.

Saat hendak menutup jendela kini Jayden mengerutkan dahi.

'Rasa-rasanya aku seperti sedang diawasi'

Mencoba abai dengan pikiran negatif nya, saat pintu jendela akan ditutup rapat terdengarlah suara ranting pohon yang terinjak

Kreek

"Siapa disana?! Tunjukan dirimu aku tidak takut!" Bohong jika ia tidak takut. Nyatanya tangan nya saja gemetaran memegang vas bunga.

"Pendengaran mu bagus juga. Tak usah takut begitu, kau cukup diam dan aku tidak akan menyakitimu."

Deru nafas seseorang terasa jelas di depannya yang sedari tadi memejamkan mata takut.

Saat deru nafas itu tak kembali terasa didepan wajah nya Jayden mulai kembali membuka mata dan langsung menutup jendela rapat-rapat.

"Apa penjagaan disini tidak ketat? Bagaimana bisa ada penyusup masuk. Argh tadi itu menegangkan, bagaimana jika aku di bunuh secara langsung tadi."

Tidak ingin terlalu memikirkan hal yang baru saja terjadi kini Jayden beranjak tidur menuju kasur.

Melupakan fakta jika yang mengancam nya tadi bersuara anak kecil.

Passion of princeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang