Langit malam tampak begitu suram. Tidak ada bulan maupun bintang bertaburan yang siap menghibur suasana penyambutan hari Natal. Biasanya di musim dingin seperti ini, Tuhan sesekali berbaik hati menciptakan keindahan langit dengan beberapa ornamen milik-Nya. Saat ini Calysta sudah lebih dari dua jam duduk di bangku sebuah restoran. Perasaan berdebar pada awal dia menginjakan kakinya ke dalam restoran perlahan tergantikan dengan rasa gelisah yang tak berkesudahan. Beberapa kali dia menengok ponselnya, berharap seseorang yang di nanti mengirimkan pesan bahwa sepertinya akan datang terlambat, atau paling tidak meminta maaf karena tiba-tiba ada urusan mendesak dan tidak bisa menemuinya. Namun hanya harapan kosong. Semua kata-kata penghibur dia ucapkan dalam hati agar menekan perasaan kecewanya.
Calysta menatap jalanan kota Manhattan di bawah sana ketika hanya sebuah sekat kaca yang membatasi arah pandangannya di atas lantai gedung Skyline yang merupakan salah satu restoran romantis bertempat di jantung kota. Lampu-lampu gedung yang berkilauan indah terlihat samar di matanya yang sudah dipenuhi kabut. Jauh di ujung belahan kota lain mungkin sudah turun hujan karena petir terlihat berkilat dari tempatnya duduk sekarang.
Seorang pelayan pria menghampirinya dan ini sudah ketiga kali pihak restoram menanyakan; apa ada yang ingin dia pesan atau sesuatu yang dibutuhkannya, namun Calysta lagi-lagi menggeleng.
Tangannya yang sedari tadi dia tautkan di atas meja kemudian turun perlahan lemas di atas kedua pahanya. Segelas cokelat yang awalnya panas kini menjadi dingin dan tidak tersentuh sama sekali. Ketika bayangan dirinya terpantul pada kaca jendela besar di sampingnya, Calysta merasakan ada sebuah hantaman besar di dada. Bagaimana bisa dia berpenampilan konyol seperti ini dengan mengharapkan seseorang yang dia tunggu dapat menaruh hati padanya. Gadis itu kemudian berpikir lagi, betapa seperti jalang dia malam ini dengan dress kemben yang panjangnya berada di atas lutut. Hanya karena kata-kata; aku tidak menyukaimu, kau bukan tipeku, membuatnya merombak penampilan malam ini. Di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun dan harus bersekolah jauh dari kedua orang tuanya. Semua dia lakukan hanya untuk mengejar seorang pria. Lihatlah betapa bodoh dia sekarang.
Tapi bagaimanapun kasarnya umpatan dan caci maki yang sedang dia lontarkan di dalam hati sekarang, tidak akan di ingatnya kembali ketika bertemu dengan pria itu. Calysta akan memaafkan semua dan mengejarnya kembali. Tatapannya beralih ke dalam ruangan dimana dia berada. Empat buah meja dengan masing-masing dua kursi berhadapan terletak di tepi jendela, memang sengaja di letakan seperti itu agar pengunjung dapat menikmati indahnya kota Manhattan.
Tiga meja di depannya terisi penuh dengan pasangan masing-masing. Calysta yakin, para wanita tersebut begitu beruntung bersama pria yang mereka sukai. Tidak seperti dia yang begitu tolol ingin memberikan kejutan dengan mengajak berkencan di tempat seperti ini, padahal beberapa kali penolakan jelas terlontar dari mulut manis bajingan itu.
Di ujung ruangan sana ada sebuah grand piano yang sedang dimainkan oleh seseorang. Lagu romantis yang mengalun seolah mengejek tepat di wajah Calysta dengan berkata; apa yang kau lakukan di sini gadis bodoh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calysta Finn
RomanceKata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengejar Cars, putra dari temam dekat orang tuanya serta sahabat sang kakak. Hingga pada akhirnya Callie menarik kembali seluruh perasaannya dan m...