Suara klakson panjang memekakan telinga tak kunjung berhenti. Tubuhnya tiba-tiba saja sudah berada di tengah jalanan yang dipenuhi oleh lalu-lintas. Sementara sorot lampu kendaraan-kendaraan yang berhenti paksa menyorot ke arahnya. Mobil-mobil berderet tidak rapi. Beberapa di antaranya bahkan saling mendorong karena kendaraan di depan mereka menekan rem mendadak dan menimbulkan benturan. Tatapan orang-orang yang terlihat ketakutan dari balik kaca-kaca mobil di depannya memaksa dia untuk memandang pada diri sendiri. Terdapat noda merah pekat pada pakaian berwarna putih yang membalut tubuhnya. Juga kedua tangan yang kini bersimbah darah. Saat dia menyadari semua hal itu, bau amis memualkan semakin mengoyak perut. Tak henti sampai di situ keterkejutannya. Dengan gemetar dia mengulurkan tangan untuk membalik tubuh dari sosok yang telungkup di depannya. Seketika dia menjerit.
Calysta berhasil bangun ketika seluruh tubuhnya hampir saja tenggelam dalam bathub. Dia mengusap kasar wajahnya dari busa air rendaman. Nafasnya terengah. Tubuhya sedikit menggigil ketika dia memutuskan untuk keluar dari bathub dan menyambar kimono mandinya. Bercak air dari sisa jejak langkah kakinya ke luar kamar mandi berbaris rapi mengikuti. Dia menuang air putih dalam gelas lalu meminumnya dengan tergesa. Setelah itu keadaan jauh lebih baik, dia mulai dapat bernafas dengan normal.
Calysta mengambil ponsel lantas duduk di pinggir ranjang. Bibirnya dia gigit ketika menunggu panggilan itu tersambung. Meski presentasi panggilan itu di terima hanya 1%, kali ini dia ingin bertaruh. Siapa sangka angka sekecil itu dapat menumbuhkan harapan dari banyaknya kekecewaan-kekecewaan yang dia alami ketika suara yang sangat dia kenal terdengar menyapa.
"Halo?"
Dia menenelan saliva dengan susah payah. Satu tangannya meremas seprei. Sementara otaknya berpikir untuk menyiapkan kata-kata atau alasan dari kenekatannya menghubungi pria itu. Bagaimanapun sejauh ini Calysta berhasil menahan diri untuk tidak mencari tahu kabar Cars.
"Calysta...? Apa semua baik-baik saja?"
Mendadak nada suaranya terkesan penuh kekhawatiran. Atau itu hanya prasangka Calysta saja yang berharap lebih.
"Iya. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
Butuh beberapa detik bagi Cars di seberang sana untuk kembali bicara. "Tentu aku baik-baik saja. Apa Jake bersamamu?"
Spontan Calysta menoleh ke arah pintu, "ya.. dia berada di sampingku dan sangat mengganggu pergerakanku."
"Itu semua demi keamananmu."
"Aku tahu."
"Habiskanlah banyak waktu dengan sesuatu yang bermanfaat. Aku tahu kau pasti bosan."
Tanpa sadar Calysta mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."
"Kau bisa berolahraga. Kau juga sangat menyukai musik. Kudengar satu tahun ini kau belajar merajut. Kau bisa melakukan semua hal yang menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Calysta Finn
RomanceKata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengejar Cars, putra dari temam dekat orang tuanya serta sahabat sang kakak. Hingga pada akhirnya Callie menarik kembali seluruh perasaannya dan m...