Perjalanan dari Bandara ke salah satu hutan yang berada di New Hampshire, Amerika Serikat memakan waktu yang cukup lama hingga Calysta tertidur di dalam mobil. Dia memutuskan untuk mengikuti variety show tersebut karena memang tidak tahu apa yang akan dilakukannya selama sisa satu minggu dari masa cutinya. Dan juga ini bukan merupakan ide buruk.
Calysta membuka perlahan matanya dan langsung disuguhkan dengan pemandangan jalan satu arah yang di kanan kirinya terdapat beberapa tebing dan pohon menjulang tinggi.
"Taylor, kau belum memberitahukanku apa saja yang harus kulakukan disana?"
Taylor yang duduk di samping Calysta menoleh. "Kau tenang saja. Sudah ada jadwal yang tertulis serta apa saja yang harus kau lakukan disana." Dia memegang tangan Calysta. "Dan saat jadwal syuting di luar, ada beberapa kru yang nantinya akan datang. Di setiap sudut ruangan dalam rumah itu pun terpasang kamera untuk mengabadikan aktivitasmu kecuali tempat tidur dan kamar mandi."
Calysta mengangguk dan kembali memandang ke arah luar jendela. Pemandangan sudah berubah. Kini mereka mulai masuk ke dalam hutan dengan jalan setapak yang di kanan kirinya hanya pohon-pohon menjulang. Dia menurunkan kaca jendela dan sedikit mencondongkan kepalanya ke luar lalu menengadah hanya untuk memastikan ujung pohon-pohon itu setinggi apa.
"Callie! Hentikan. Itu berbahaya."
Tepukan pada pahanya berhasil membuat Calysta menarik kepala dan menoleh kesal pada Taylor yang sedang mendelik padanya.
"Kau bukan anak kecil lagi bukan?"
"Okay. Kau juga bukan ibuku, Taylor? Jadi hentikan permainan orang tua semacam ini. Menggelikan!"
Taylor merupakan sosok manager yang terlalu kaku bagi Calysta. Namun dia sangat menyukai kebersihan wanita itu. Usianya yang dua tahun lebih tua dari Calysta memberitahu bahwa sikap dan sifatnya jauh lebih seperti orang tua. Dan jujur saja Calysta sangat membenci hal tersebut. Jauh dari sang Ibu tidak membuat dia serta merta bebas melakukan apa saja karena Taylor selalu menjadi sosok pengganti. Kalau managernya itu sudah mulai berceramah, rasanya gendang telinga akan pecah, tidak ada habisnya.
Mobil tiba-tiba saja bergoyang memasuki jalanan yang tidak rata karena batu dan tanah liat yang menjadi pijakannya. Tidak jauh di depan sana terlihat sebuah rumah. Satu hal yang terlintas di pikiran Calysta saat menatap rumah kayu tersebut. Dia seakan hidup di dunia dongeng. Rumah yang berada di ujung jalan setapak di tengah hutan seperti ini dengan di apit oleh pohon-pohon yang rimbun.
"Kau tahu tidak? Aku merasa seperti menjadi Katniss Everdeen yang di culik untuk sebuah misi permainan." bisik Calysta pada Taylor tanpa melepaskan tatapannya ke depan.
Sang supir yang mengantarkan mereka menghentikan mobil tepat di depan rumah kayu yang alami tanpa tersentuh cat sama sekali. Taylor keluar di susul oleh Calysta. Satu koper besarnya sudah diturunkan dari bagasi oleh sang supir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calysta Finn
RomanceKata orang cinta pertama itu tidak akan dapat terwujud dan Callie merasakan hal itu. Bertahun-tahun ia mengejar Cars, putra dari temam dekat orang tuanya serta sahabat sang kakak. Hingga pada akhirnya Callie menarik kembali seluruh perasaannya dan m...