11. Peran Pembantu

74 23 19
                                    

"Katanya kemarin malam lo dinner sama keluarga calon ayah tiri lo?" Sambut Binar ketika memasuki apartemen Tama begitu saja.

Hari ini seperti biasanya ia dijadikan pembantu dadakan oleh orang tuanya untuk mengantarkan makanan ke apartemen Tama.

Menyusahkan memang, tapi Binar menyetujuinya itung-itung mengistirahatkan otak setelah berkutat dengan skripsinya selama beberapa minggu belakang ini. Kebetulan juga ia diantar oleh seseorang, dan akan segera pergi jika urusannya dengan Tama sudah selesai.

"Hm." Deham Tama seraya mengambil alih barang bawaan Binar dan membereskannya.

Alis Binar terangkat satu. "Reaksi macam apa itu? Makan malam bersamanya nggak lancar?"

"Lancar." Singkat.

Gadis itu tampak tidak percaya seraya mengikuti langkah Tama menuju dapur, kemudian bersandar pada tembok dekat lemari pendingin dengan tangan terlipat didada serta tatapan yang hanya tertuju pada Tama.

"Bohong, ya? Mana ada lancar tapi keliatannya badmood."

"Nggak ada yang badmood." Tanggap Tama seraya membuka barang bawaan Binar tanpa berucap lebih.

Binar seperti masih ingin mengobrol dan mengulik kegiatan Tama kemarin malam. Namun sadar bahwa ia tidak bisa berlama-lama, tidak enak kepada orang yang sedang menunggunya di bawah.

"Ck, yaudah deh. Kalo gitu gue langsung pulang." Ujarnya berdiri tegak.

Tama mengangguk tanpa menoleh, ia tidak bertanya mengapa Binar yang biasanya selalu memilih berdiam disini, sekarang malah memilih untuk langsung pergi.

Helaan nafas itu Binar keluarkan, rasanya entah kenapa sedikit berat untuk pergi dari sini. Namun ia segera menepis pemikiran itu dan bener-bener pergi dari sana tanpa sepatah kata lagi.

Dirasa pintu sudah menutup sempurna, dan kini Tama merasakan kesendirian itu kembali, ia memilih meremat kantong dipegangnya dengan mata memejam seraya berkata,

"Binar... apa ini udah saatnya gue melepas lo?"

[ Tentang Aku, Kau dan Dia ]

Buk!

Pintu mobil tertutup dan Binar duduk di samping kursi pengemudi, di sana terdapat Mahes yang melemparinya seulas senyum dan dibalas olehnya dengan senyum sama.

"Udah selesai? Kok sebentar?"

"Udah, kalo lama-lama gue nggak enak sama lo nya, Hes." Jawab Binar ketika ia sudah memasang sabuk pengamannya.

Mahes memutar kunci mobilnya dan menjalankannya. "Padahal mah nggak papa. Gue bakal nunggu lo meskipun lama."

Sederet kalimat yang Mahes ucapkan dengan biasa-biasa saja itu mampu membuat pipi Binar memanas seketika.

"Enggak deh, takutnya lo mikir macem-macem lagi kalo gue lama-lama di apartemennya Tama." Ujar Binar memalingkan wajahnya dari Mahes untuk menyembunyikan segurat merah yang berada di pipi.

Tawa halus Mahes mengalun indah sesaat setelah Binar menyelesaikan perkataannya, hal itu membuat Binar kembali menoleh ke arah Mahes untuk tidak menyia-nyiakan pemandangan satu ini. Sungguh indah dan menawan.

"Haha, tenang aja. Gue percaya sama lo berdua. Lagian Tama juga bukan cowok yang kaya gitu."

Kini gantian Binar yang tertawa. "Lagak lo kayak yang kenal deket aja sama Tama." Sewaktu Mahes menitipkan paper bag untuk diberikan kepada Tama kala itu, Binar pikir itu hanya titipan biasa. Jadi ia tidak begitu menyimpulkan bahwa Mahes dan Tama sedekat itu.

Mahes terdiam mendengarnya, ia kembali teringat obrolannya dengan Tama kemarin malam.

Mahes tidak yakin apa ini saat yang tepat atau bukan untuk membicarakan perihal rasanya ini.

"Mau ngomong apa lagi?" Seakan tahu, Tama akhirnya bertanya demikian ketika Mahes terlihat masih ingin berbicara setelah selesai menceritakan tentang keluarganya.

Mahes menoleh kaget, ia tidak menyangka bahwa gerak-geriknya terlihat begitu mudah. Masih tetap pada posisinya yang menumpu tangan pada pagar pembatas, Tama memilih menunggu sampai Mahes buka suara.

"Mungkin ini terkesan keluar dari obrolan kita yang tadi, tapi... mengenai Binar, gue cuman mau ngasih tahu lo. Kalo gue, suka sama dia."

Hening.

Tama nampak biasa saja, namun dalam hati dan pikirannya ia tidak baik-baik saja. Apa kalian tahu? Jika Mahes juga memiliki perasaan yang sama seperti Binar, itu artinya tidak ada kesempatan lagi untuk Tama. Ia benar-benar tercampakan.

Mahes sedikit gugup karena tidak mendapat tanggapan apa-apa dari Tama, dirinya membutuhkan balasan dari lelaki itu agar ia lebih mudah untuk mendekati Binar, karena memang Tama notabenenya adalah teman dekat dari gadis itu.

"Oh, sejak kapan?" Tanya Tama setelah sekian lama membisu.

"Eum, awalnya gue iseng minta nomor dia waktu pertama ketemu, terus pas waktu jalan bareng gue ngerasa ada sosok yang sudah lama gue rindukan di dirinya Binar, ya, Ibu gue. Maka dari itu, gue suka sama dia. Gue ngerasa rasa hampa yang akhir-akhir ini gue rasakan mulai memudar saat bareng sama Binar."

Tama sepenuhnya terdiam ketika ucapan Mahes selanjutnya membuat dirinya gentar.

"Karena itu, gue mau minta tolong untuk lo bantu gue deketin Binar."

Gue nggak mau, Hes. Andai saja Tama mengatakannya lewat lisan, namun nyatanya tidak sama sekali dan ia membalas ucapan Mahes kebalikan dari dalam hatinya.

"Oke, gue bantu."

Kebahagiaan Mahes tak terbendung lagi saat Tama menyeruakkan perkataan tadi, akan tetapi segera luntur saat Tama melanjutkan ucapannya yang membuat Mahes tidak setuju namun tetap diam.

"Tapi dengan satu syarat. Jangan kasih tahu Binar kalo kita calon saudara tiri, dan biarin dia tahu sendiri soal hubungan kita. Kalo lo nepatin itu, gue janji, gue bakal bantu lo semaksimal mungkin agar lo dan Binar bisa pacaran."

Pada akhirnya Tama memilih menjadi peran pembantu untuk menyatukan dua hati dengan rasa yang sama.

"Hei, kenapa diem?"

Suara Binar menyadarkannya, Mahes fokus kembali pada jalan. "Ah, maaf. Gue tiba-tiba kepikiran sesuatu." Lalu melanjutkan, "Oh iya, gue sama Tama emang nggak deket, tapi kita satu kelompok waktu KKN."

Binar nampak menepuk dahinya. "Iya juga ya, gue lupa."

"Lo tahu?"

"Ck, ya iyalah. Gue pasti tahu kegiatan dan orang-orang yang ada disekitar cowok yang gues suka." Jawab Binar tanpa beban, tidak menyadari kejanggalan dari ucapannya.

Alis Mahes tampak naik. "Cowok yang lo suka? Siapa? Tama?"

Mendengarnya Binar tergelak keras. "Ya ampun, kenapa jadi Tama?! Ya elo lah cowok yang gue su—eh!"

Sejak kapan gue nyerocos nggak tahu malu kek tadi?! Batin Binar panik.

Bibir Mahes berkedut akibat menahan senyum. Ia tidak menyangka jika perasaannya bukan cinta sepihak. Sedangkan Binar harus siap menghadapi Mahes setelah semua ini.

[ Tentang Aku, Kau dan Dia ]

A/N:

komentarnya pada mau sama
Tama, ya. gemess.

see you when i see you.

Tentang Aku, Kau dan Dia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang