Ch. 4 - Tim

826 145 13
                                    

Ryuza berjalan mencari tempat yang teduh sambil menunggu jumlah regular menurun dengan sendirinya. Saat ini ada 250 regular yang masih bertahan.

Dari kejauhan ia melihat sesuatu yang besar, di atas tebing.

'A.. itu bua- maksudnya Rak.'

Kalau dilihat aslinya cukup, mengerikan. Pikir Ryuzalein.

Sejak Ayahnya menghilang ia sudah tidak peduli lagi pada urusan tokoh utama dunia ini, Bam. Ia tidak ingin ikut campur, ada pepatah mengatakan tokoh utama selalu dikelilingi banyak masalah.

Kalau di pikir-pikir ujian selanjutnya adalah mencari dua orang lagi untuk membentuk sebuah tim. Sejauh ini ada lebih dari 20 regular yang menyerang Ryuza, tentu saja semua sudah dalam keadaan tak bernyawa.

'Saat diluar menara.. Aku tidak bisa merasakan shinsu sama sekali, Tapi Ayah tetap melatihku untuk merasakan shinsu. Sekarang di dalam menara Aku bisa merasakan shinsu dengan sangat jelas.'

'Rasanya seperti Aku bersahabat dengan shinsu, bisa mengontrol shinsu sesukaku.'

'... Membosankan. Apa Aku mencari Bam saja ya?'

Ryuza melirik pocket nya, sudah turun menjadi 213.

"Hei!"

Seseorang memanggil Ryuza dari kejauhan. Terlihat laki-laki berambut putih dan perempuan berambut merah mendatangi Ryuza.

"Tenanglah, kami tidak bodoh dengan berjalan menuju kematian kami sendiri."

Perempuan itu berbicara.

"Dari pada bertarung.. bisakah kita berteman saja?"

Memikirkan apa yang terjadi selanjutnya, Ryuza menerima tawaran mereka.

"Baiklah."

Lelaki itu mengulurkan tangannya.

"Perkenalkan, namaku Nevan, dan dia adalah adikku, Vanya. Kami kembar, Salam kenal."

Ryuza meraih uluran tangan, menjabat tangan Nevan.

"Ryuzalein, kalian bisa memanggilku Ryuza. Salam kenal."

Ting

"Semua peserta yang berhasil bertahan, kuucapkan selamat! Omong-omong, peserta yang masih bertarung setelah batas waktu habis akan dianggap gagal."

"Baiklah, mari mulai ujian keduanya. Temukanlah dua rekan dalam lima menit. Disaat hitung mundurnya berakhir, asal tiga orang dalam satu tim saling bersentuhan akan dianggap lulus."

"Wah kebetulan sekali ya kita bertiga."

Nevan berbicara, tersenyum hangat sampai terlihat bunga-bunga melayang disekitar wajahnya.

"Ya, kebetulan sekali. Aku harap kalian tidak keberatan satu tim denganku."

"Tidak, tidak sama sekali. Van, tidak keberatan kan?"

Nevan bertanya pada Vanya yang sedari tadi diam saja menyimak.

"Kalau kakak begitu, Aku juga begitu."

"Ahaha.. maaf ya Vanya cuek kepada orang yang baru ditemuinya. Dia sebenarnya anak yang baik kok."

"Tidak apa-apa."

Mereka lalu diam.

'Beginikah rasanya berada diantara batu dan batu?' Batin Nevan.

Canggung. Sebenarnya hanya Nevan yang merasa canggung. Vanya diam dan Ryuza acuh tak acuh.

"Baiklah, karena kita sudah setuju menjadi satu tim, ayo berpegangan."

Vanya memegang tangan Nevan dan Nevan memegang tangan Ryuza, "Vanya, ayo pegang tangan Ryuza."

𝐏𝐚𝐭𝐡 𝐨𝐟 𝐃𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲 || 𝐓𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐨𝐟 𝐆𝐨𝐝 || 𝐅𝐟𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang