Terdengar suara langkah kuda yang menginjak tanah dengan keras. Langkah para Centaur membuat makhluk-makhluk kerdil seperti kurcaci dan peri ketakutan. Mereka pun segera bersembunyi dan masuk ke lubang gua. Bahkan mereka memasuki hutan serta lereng gunung yang tidak terjamah olehmakhluk lainnya.
Mereka bersembunyi di tengah ketakutan, karena habitatnya merupakan lokasi perang antara tiga ras makhluk yang memperebutkan wilayah kekuasaan. Ras manusia, mereka selalu ikut berperang atas nama keadilan untuk melindungi orang-orang yang mereka cintai. Namun, kenyataannya mereka berperang untuk mengalahkan dua ras lainnya dan mendapatkan lebih banyak wilayah kekuasaan.
Ras lainnya adalah ras hewan buas, terkenal akan keganasan dalam mengalahkan musuh-musuh yang mereka hadapi. Salah satunya adalah makhluk bernama Centaur yang merupakan makhluk berwujud setengah menusia dan setengah kuda yang ahli dalam memanah. Dari berbagai macam makhluk mistis, merekalah yang lebih sering terlihat dalam pertempuran selain para Minotaur atau Wyvern.
"Cepatlah bersembunyi, para Centaur keparat itu sudah mulai memasuki wilayah hutan!" teriak salah satu pemimpin dari ras Peri, mengevakuasi Peri-Peri muda yang menjadi tanggung jawabnya.
Para peri sibuk menyelamatkan diri mereka masing-masing, apalagi setelah ada komando dari salah satu pemimpin mereka agar segera menyembunyikan diri dan tidak terlibat dalam peperangan yang menghancurkan area mereka tinggal.
Selain ras manusia dan ras hewan buas, ada juga ras lain yang tinggal di belahan dunia lain. Mereka menyebut dirinya sebagai "The Wizard" alias ras manusia yang memiliki ilmu sihir. Mereka biasanya tidak langsung terlibat dalam medan pertempuran, tetapi mereka menggunakan mantra sihir untuk menjatuhkan lawan. Tentunya dari tempat yang tidak jauh dengan cara bersembunyi. Meski sesekali secara terang-terangan menyerang musuh yang mereka hadapi.
Para kurcaci yang mendengar dentuman keras, hanya bisa bersembunyi dalam gua-gua. Hanya bisa terdiam hingga pertempuran benar-benar berakhir. Terdengar hunusan pedang, tersayatnya daging-daging makhluk yang tergores benda tajam terbuat dari logam, atau tanah terasa bergetar saat para penyihir beraksi mengeluarkan mantra-mantra luar biasanya.
Ini terasa bagai mimpi buruk bagi para makhluk seperti peri dan kurcaci, tetua kurcaci yang bernama Lindan mulai sumpah serapah, mengutuk para makhluk biadab itu agar diberikan hukuman yang berat.
"Hancurlah kalian, hancurlah bersama harga diri kalian yang rusak dan biadab itu!" teriak Lindan di hadapan para bangsa kurcaci yang tengah bersembunyi.
Dengan mata berkaca-kaca, mereka memandang tetua dan berharap seraya mengucap dalam hati. Ucapan yang sama dari hati mereka, berharap agar peperangan segera dihentikan serta para makhluk barbar itu enyah dari habitat mereka.
Hari demi hari mereka lewati dengan penuh ketakutan, terkadang beberapa dari mereka mencari jalur gua lain untuk bisa ditinggali. Sampai pada suatu ketika mereka menemukan sesuatu.
"Tuan, ada sesuatu di bagian selatan gua ini. Coba, ke marilah!" ujar seorang kurcaci penjelajah bernama Loas.
Lindan dan beberapa kurcaci dewasa mengikuti ke mana Loas pergi. Ketika menyusuri seberapa dalam gua yang mereka jelajahi, akhirnya mereka tiba di tempat yang Loas katakan. Di situ juga ada beberapa kurcaci pencari lain yang masih penasaran dengan apa yang mereka temukan.
"Apa ini?" Lindan terkesima dengan lokasi yang baru saja ia jelajahi.
Gua ini berbentuk heksagonal, begitu rapi hingga Lindan merasa bahwa area tersebut tidak terbentuk secara alami. Seperti ada sesuatu yang membuat itu tetapi tidak bisa dijelaskan secara nalar. Mereka meraba-raba bebatuan yang dindingnya begitu halus dan rapi. Obor yang mereka pegang pun mereka dekatkan pada dinding-dinding area tersebut untuk mencari sesuatu yang lain.
Hingga tidak sengaja mereka menggeser sesuatu dan menyebabkan sebuah batu muncul dari dalam tanah tepat di tengah area heksagonal itu. Penasaran dengan apa yang baru saja terjadi, mereka menyaksikan sebuah buku tebal berwarna jingga muncul ditengah-tengah mereka.
"I-ini 'kan ...." Lindan begitu terbata-bata saat mengucapkannya.
"Sebuah Grimoire?" desis Loas.
Buku itu kemudian terbuka sendiri, sampul depan tampak ukiran burung garuda. Terbuka pada halaman pertama, ada sebuah nubuat tiga baris muncul secara ajaib.
Dalam pikirannya, Lindan merasa hampir tidak percaya bahwa dia akan mendapatkan "Grimoire" miliknya sendiri, takdir telah memilihnya.
"Ini adalah gambar burung legenda, garuda," ujar Lindan saat menyentuh ukiran yang memang terukir seperti sosok burung dengan simbol keadilannya.
"Garuda melambangkan sosok pelindung dan pejuang keadilan, 'kan. Apakah buku sihir ini merujuk pada sebuah ramalan dan keadilan bagi kita semua?" tanya Loas sambil menatap Lindan.
Lindan berkata seraya mendekatkan obor untuk melihat tulisan dalam buku itu, "Lihatlah, di sini tertulis sesuatu."
"Burung datang dari utara, menjatuhkan benih permata."
"Daun mint mengeluarkan air raksa, kayu yang tersentuh akan menua."
"Satu dasawarsa akan mencairkan besi, seterusnya akan abadi."
"Ini adalah sebuah nubuat," ujar Lindan setelah selesai membaca tiga baris kalimat itu.
Lindan mencoba memecahkan teka-teki nubuat tersebut, sayangnya dia masih belum memahami arti dan apa yang akan terjadi setelahnya.
Belum lama mereka menatap buku sihir itu, mendadak terjadi getaran yang begitu hebat membuat keseimbangan mereka goyah dan jatuh terduduk.
"Apa yang terjadi?" Loas berteriak kaget.
"Gawat, langit-langit gua ini akan segera runtuh. Enyah dari sini, cepat!" titah Lindan saat mendongakkan kepalanya.
Sadar akan peringatan dari Lindan, mereka semua segera pergi dari area itu untuk menyelamatkan diri dari reruntuhan akibat goncangan dahsyat tadi.
"Bukunya, selamatkan buku itu!" kata Loas setengah berteriak.
Dengan sigap Lindan menyambar buku itu dan membawa pergi bersama dirinya. Mereka pun akhirnya segera kembali lalu menceritakan pada semua orang mengenai grimoire dan sebuah nubuat yang muncul pada buku itu.
Banyak yang percaya meski masih belum diketahui apa arti dan maksud dalam tulisan itu. Tetapi, dalam hati mereka yakin bahwa harapan itu ada.
Kemudian muncul sesosok peri air dengan sayap bersinar memancarkan cahaya-cahaya kecil berwarna biru muda, dia mengatakan bahwa peperangan telah usai.
"Bagaimana bisa?" tanya Lindan pada peri air itu.
"Setelah dentuman yang sangat keras hingga terjadi goncangan hebat, semua makhluk di luar sana telah binasa. Seperti bekas terkena sambaran petir yang maha dahsyat," jawab peri air.
Awalnya mereka tidak percaya, setelah satu per satu mereka keluar dari gua persembunyian mereka, akhirnya para kurcaci ini percaya pada ucapan peri air itu.
Hanya saja, bekas peperangan membuat pemandangan menjadi mengerikan. Beberapa pohon besar runtuh, ada juga area yang bekas hangus terbakar. Belum lagi bergelimpangan mayat-mayat yang dipenuhi darah, membuat para kurcaci merasa sangat kesal dengan makhluk-makhluk biadab itu.
Semuanya porak poranda, kurcaci anak-anak menangis sesenggukan atas apa yang sudah terjadi pada habitat mereka. Kini para peri dan kurcaci bekerja sama untuk membersihkan sisa-sisa perang. Lalu, merawat kembali hutan dan lereng gunung tempat mereka tinggal.
Salah satu peri mengatakan, perang terhenti ketika ada dentuman besar dan mengguncang hutan dalam sekejap. Semua memang merasakan guncangan itu.
"Asal kalian tahu saja, aku melihat makhluk keturunan dewa dari langit menurunkan senjata terkuatnya!" ujar peri kuning bernama Kreyya.
"Huh, benarkah?" peri lainnya penasaran.
Kreyya berkata dengan bangga. "Ukurannya besar, dilapisi armor besi, bersenjatakan petir yang tergenggam di tangannya."
Para kurcaci dan para peri mendengarkan semua itu dengan memasang wajah terkagum.
"Dialah Sang Titan," ucapnya dengan nada berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peter Mint ~Miracle of Evolution~ (Telah Terbit)
FantasyKetika menyadari bahwa kelahirannya berbeda dari bangsa kurcaci lainnya, Peter Mint merasa krisis identitas. Apalagi setelah mengetahui tiga kalimat dari nubuat yang ditemukan oleh sang tetua kurcaci, Lindan. Dalam petualangannya juga dia berhasil m...