Part 13

24 10 0
                                    

Ini adalah kisah Luna—sekitar dua belas tahun yang lalu—saat si peri kuning lahir. Di antara bunga-bunga yang bermekaran, setangkai bunga matahari yang ada di selatan mekar paling akhir dan waktunya hanya sekitar lima menit sebelum daun mint merekah.

Beberapa peri dewasa segera membawa peri yang paling terakhir itu ke tempat khusus para bayi peri. Kala itu bayi peri hanyalah seukuran telapak tangan peri dewasa. Mereka bergembira saat melihat bayi peri kuning yang terlahir saat senja itu.

"Akan kau beri nama apa bayi ini, Elle?" tanya Miriem.

"Aku ingin menamakan bayi peri ini," kata Elle. "Luna."

"Luna? Wah nama yang bagus, Elle," sahut Miriem.

Lantas, mereka berdua segera mengantarkan bayi Luna ke tempat mereka tinggal. Ya, mereka adalah Peri-Peri yang mengurus para bayi peri. Selain Elle dan Miriem, ada juga beberapa peri lain yang ikut membantu menjalankan tugas mulia ini.

Malam itu mereka benar-benar sibuk mengurus bayi-bayi yang lucu dan menggemaskan itu. Terhitung ada sekitar 130 bayi peri yang terlahir, lalu bagaimana cara mereka menyelesaikan tugas dengan menangani begitu banyak dengan cepat? Tentu saja dengan keahlian mantra sihir mereka.

Peri dewasa tentu sudah mahir menggunakan mantra untuk membantu lebih cepat dalam mengerjakan tugas mereka. Bayi peri yang hanya seukuran telapak tangan peri dewasa akan bertumbuh seiring bertambah usianya.

Bukan hanya itu saja, bagi peri dewasa mereka memiliki suatu keterampilan khusus. Mampu menyusutkan diri mereka sekecil apa pun atau memperbesar ukuran mereka seperti makhluk lain, seperti ukuran normal manusia atau kurcaci pada umumnya.

Ketika Luna berusia lima tahun, dirinya sedikit terlambat dalam pelajaran terbang. Peri-Peri lain seumurannya sudah mulai memberanikan diri mengepakkan sayap dan berusaha terbang meski tabrak sana tabrak sini. Akan tetapi, Luna masih agak begitu takut untuk mencoba mengepakkan sayapnya.

"Ayo, Luna. Berusahalah Gadis Manis, kepakkan sayapmu," sahut Miriem saat melatih Luna untuk belajar terbang.

Luna hanya menatap Miriem dengan kebingungan. Karena merasa tertekan dia mengepalkan kedua tangan dan memejamkan matanya begitu keras. Luna sedang berusaha membuat sayapnya bergerak agar bisa terbang.

"Unggggg!!" Luna berjuang sekuat tenaga agar sayapnya bisa bergerak.

Wajahnya sedikit memerah saat berusaha keras untuk mengepakkan sayap. Tubuhnya sedikit bergetar karena sedikit memaksa. Elle dan Miriem hanya saling menatap melihat Luna yang masih kesulitan untuk menggerakkan sayapnya itu.

"Berhenti, Luna. Sudah cukup. Jangan terlalu memaksakan diri," ucap Miriem dengan lembut.

"Ta-tapi ... A-aku i-ingin bisa te-ter ... terbang se-seperti yang la-lainnya," kata Luna dengan tergagap karena berusaha menahan tangisnya.

"Jangan terlalu memaksakan diri, kau hanya perlu rileks dan jangan terlalu banyak tekanan. Percayalah, kau juga akan bisa terbang jika saatnya tiba," hibur Elle.

Kemudian Miriem memeluk Luna kecil, agar dia merasa tenang dahulu.

"A-aku ga-gagal," ucap Luna dengan lesu.

"Tidak, Luna. Kau belum gagal. Kau masih bisa mencobanya nanti saat kau sudah siap," kata Miriem.

Setelah satu minggu mereka belajar terbang untuk pertama kali, barulah Luna mampu berkembang karena mulai bisa menggerakkan sayapnya itu. Meski memang cukup terlambat dibandingkan teman-temannya.

"Lihat, kini kau sudah mampu terbang sendiri," kata Elle dengan senyum simpul di wajahnya.

"Iya, Kak Elle. Aku senang akhirnya aku bisa terbang juga seperti teman-temanku yang lain," sahut Luna sambil membalas senyum Elle.

Pernah suatu hari saat usianya baru enam tahun, Luna pergi mengikuti sebuah makhluk lain selain peri. Ya, itu adalah kurcaci kecil. Saat senja dirinya tengah mengintip Peter yang tengah didongengi oleh Lindan mengenai pohon ajaib yang tumbuh di bukit ujung selatan.

Luna mendengarkan kisah itu dengan mengintip di balik pohon besar. Dia sangat menyukai kisah itu karena takjub dengan ceritanya. Belum lagi Lindan memang menceritakan itu seperti mendongeng pada anak kecil, jelas Luna akan menyukai cerita seperti itu.

Saat ingin menemui Peter dan Lindan, sayangnya Elle dan Miriem datang untuk menjemput Luna agar segera kembali pulang. Elle mengatakan untuk mengabaikan kurcaci bernama Peter itu. Meski Luna bertanya apa alasannya, mereka tidak menjawab pertanyaan Luna. Tentu saja hal itu membuat Luna penasaran.

Seiring dengan bertambah usia, saat usianya sembilan tahun, Luna dan semua teman-teman peri mulai melatih mana mereka. Dalam hal ini rupanya Luna lebih unggul dibandingkan dengan peri lainnya. Dia memahami dan mengerti bagaimana mengontrol mana yang ada di tubuhnya.

"Bagus, Luna. Kau cukup unggul dalam merasakan dan mengontrol mana dalam dirimu. Itu bagus," puji Viona, si peri merah—salah satu peri dewasa yang merawat para bayi peri seperti Elle dan Miriem.

Luna termasuk peri bunga matahari yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, sebenarnya itu adalah kunci dari sumber pengetahuan. Ada perbedaan drastis antara Luna dengan peri seumurannya, dalam setiap pelajaran yang diberikan dia selalu berhasil dalam praktiknya.

Lalu, keunggulannya ini terdengar sampai ke telinga Ratu Peri. Sang Ratu pun mengundang Luna ke kediamannya, saat itu dia masih berusia sepuluh tahun.

"Kau kah itu peri bunga matahari, Luna?" tanya Ratu Peri.

"Iya, Yang Mulia Ratu. Namaku Luna, si peri bunga matahari," jawab Luna dengan ramah.

Kemudian Ratu peri mulai menjelaskan alasan mengundangnya. Ia ingin meminta Luna agar bersedia jika keterampilan dan pengetahuannya diasah lebih keras. Maka tidak heran jika Luna bisa mengakses buku perpustakaan milik Ratu Peri.

Dia benar-benar menikmati rasa keingintahuannya tentang hal apa pun. Ketika penasaran, dia mencari sumber yang tepat untuk mengganjal rasa hausnya akan penasaran. Semakin berkembang, semakin rasa ingin tahu juga Luna terhadap ilmu pengetahuan.

Setelah usianya dua belas tahun, mulailah Luna penasaran dengan cerita pohon ajaib yang diceritakan Lindan saat dulu sekali. Setelah mencari-cari, akhirnya dia pun menemukan catatan tersebut. Dari situlah Luna sadar bahwa Peter satu-satunya makhluk yang terlahir dari daun mint.

Saat itu Luna tengah asyik mencari informasi mengenai pohon mint yang tumbuh dan melahirkan suatu makhluk yang sedikit berbeda dari bangsa kurcaci. Tiba-tiba saja Ratu peri mulai membicarakan perihal Peter yang kesepian dan membutuhkan seorang teman.

"Luna, jika aku menyuruhmu berteman dan melindunginya. Apa kau mau melakukannya untukku?" tanya sang Ratu.

"Aku dengan senang hati akan melaksanakan semua permintaan Anda, Yang Mulia." Luna menjawab itu dengan penuh hormat.

Hanya ada satu hal lagi yang Luna inginkan. Selain menjadi pengguna mantra yang hebat, dia penasaran akan sebuah "Grimoire" karena sepengetahuannya buku sihir itu datang karena takdir telah memilih pemilik buku sihir itu. Dia berharap suatu hari nanti memiliki buku sihir itu.

Luna menyadari bahwa Peter adalah makhluk langka, akan ada kemungkinan keberadaannya akan sangat membantu Luna menemukan apa yang paling dia cari. Loas juga mengetahui tugas yang diberikan Ratu peri terhadap dirinya.

Kini, sebagai peri yang bercita-cita tinggi dia tengah diuji. Luna masih berusaha sekuatnya untuk segera bisa menguasai sihir petir ini. Sayangnya selama seharian ini masih belum ada perkembangan yang pasti. Luna terlalu memaksakan diri untuk bisa langsung menguasai sihir tingkat menengah ini, sama seperti dirinya saat kecil dahulu ketika ingin belajar terbang.

"Kumohon pada diriku sendiri, segeralah bisa menguasai ini. Aku membutuhkan ini, untuk menolong kawanku yang tengah dalam bahaya!" batin Luna, yang masih berusaha memperkuat mantra sihir petir yang dia pelajari.

Peter Mint ~Miracle of Evolution~ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang