"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." [Rey R. R.]
______
Hari ini Ray berencana untuk tidur seharian karena merasa mengantuk dan lelah akibat pesta kecil-kecilannya bersama teman-temannya tadi malam.
Tapi semua itu hanyalah rencana saja karena tidak akan terjadi sama sekali. Bryan memaksanya untuk pergi membawanya bertemu dengan Ibunya, Nisa dan Wilda.
Mendengar hal itu tentu saja dengan cepat Ray menolaknya mentah-mentah. Ray tak ingin menjadi bahan cacian lagi.
Bryan mengusap wajahnya frustasi karena seperti apa pun bujukan yang diberikannya tetap saja Ray bersikeras dengan pilihannya, tidak mau bertemu dengan Ibu dan Neneknya.
"Ray, kau harus pergi. Nenekmu sedang sakit dan temani Ibumu." bujuk Bryan.
Ray membuang wajahnya dengan tangan yang masih setia menyuapi makanan di dalam mulutnya.
Saat ini mereka berdua sedang sarapan karena Bryan yang memaksanya jadi mau tak mau Ray menurutinya.
"Kenapa aku harus peduli?" tanya Ray.
"Ray -"
"Saat aku sakit saja mereka tidak menjengukku jadi untuk apa aku repot-repot pergi mengunjungi mereka? Apakah setelah ini mereka akan menyayangiku dan memelukku? Memujiku?" tanya Ray.
Mulut Bryan terkatup rapat sudah. Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulutnya setelah mendengar kalimat terakhir Ray.
Memang benar apa yang dikatakannya, semuanya benar tapi Ray tidak mengerti sama sekali. Bryan memijit pelipisnya pelan merasa pusing karena terus berdebat dengan Ray.
Dan Ray masih tenang memakan makanannya.
"Aku sudah selesai."
Bryan terkejut, mengangkat wajahnya melihat Ray berdiri dari duduknya berjalan menuju anak tangga.
"Ray, Ayah mohon. Sekali ini saja, turuti apa yang Ayah mau." mohon Bryan.
Ray menghentikan langkah kakinya, menolehkan kepalanya dengan tatapan tajam, "Aku sudah menuruti permintaan Ayah jadi untuk apa memohon untuk permintaan lainnya lagi." balas Ray.
Bryan terdiam. Sudah tak mampu lagi berkata. Melihat keterdiaman Bryan itu artinya sudah tidak ada lagi yang akan Bryan katakan. Dengan cepat Ray melangkahkan kakinya pergi menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar dengan kasar Ray menutup pintu kamarnya dengan keras, "Dia pikir aku mau berbicara dengannya karena aku sudah memaafkannya? Pikirannya pendek sekali." gumam Ray.
Ray merebahkan tubuhnya di atas karpet berbulu dengan creepy doll disebelahnya. Ray menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan apa yang Bryan katakan tadi. Neneknya sakit? Lalu apa urusannya? Bahkan saat Ray sakit saja, sejengkal pun Ray tidak melihat hidung Neneknya.
Bahkan kalau Neneknya sampai menangis atau meninggal sekali pun, Ray tidak akan pernah ingin menemuinya karena tentu saja dia yang lebih dulu memulainya.
Ray memejamkan matanya yang terasa panas. Entah kenapa rasanya sangat sesak sekali.
"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." ujar Rey.
Ray menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang dikatakan Rey, "Iya, kau benar. Kau yang selalu mengerti aku, Rey." lirih Ray.
Tak lama kemudian karena rasa kantuk yang menyerangnya, Ray menguap dan tertidur di atas karpet berbulunya.
Pergi ke alam mimpi dimana hanya ada dirinya dan Rey disana.
*******
Ray mengeliat, merasakan pegal di punggungnya. Ray sempat berpikir kalau dirinya tidur di atas karpet yang bahkan bulunya sangat lebat dan empuk tapi ini rasanya sangat keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Evil Soul's Twin - [On Going]
ParanormalRay adalah anak remaja yang pemalu, cenderung pasif dan sangat ramah. Tapi, Ray memiliki jiwa jahat dalam dirinya yang bernama Rey. Rey memiliki sifat bertolak belakang dengan Ray, sifatnya yang selalu ingin menjadi nomor satu dan mudah emosional se...