Chapter 12

11 4 0
                                    

"Aku memiliki teman yang jago membuat gombalan." [Ray R. R.]

_____

Ray tau, dirinya sudah berlari keluar garis batas yang sudah ditentukan tapi dirinya tak ingin berlama diam disana atau dirinya akan hancur dan Rey bisa keluar.

Ray terus berlari tak mempedulikan sahutan klakson yang memekakkan telinga. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.

Karena lelah berlari, Ray mendudukkan bokongnya di halte bus yang sudah sepi. Tentu saja sekarang sudah larut malam, waktunya untuk tidur tapi tidak untuk Ray, bahkan matanya tidak mengantuk sama sekali.

Ray memeluk creepy dollnya dengan erat, menahan sakit yang teramat dalam dihatinya. Sungguh kalau boleh jujur, Ray tidak kuat untuk menahannya. Ray hanya ingin tidur dan tenang, tidak ada permasalahan rumit yang hadir.

Ray terus menangis, menangis sejadi-jadinya. Meluapkan segala keluh kesah hatinya yang tersembunyi selama ini.

"Apa kau mau kita bertukar posisi? Aku akan menangung semua rasa sakitmu dan kau bisa tidur dengan tenang."

Ray menghentikan tangisnya dan melihat Rey dengan tatapan sendu lalu tersenyum, "Maaf Rey tapi tidak sekarang." balas Ray.

"Tidak sekarang? Lalu kapan? Sampai kapan kau akan bertahan? Kau sudah terluka Ray, tidak ada yang mau mengobatimu bahkan dunia pun tidak mau melihatmu!"

Ya, Rey memang benar. Selama ini Ray hanya menggunakan topeng untuk bisa menutup lukanya tapi nyatanya topeng itu tidak bisa bertahan lama karena pada akhirnya topeng itu akan pecah dan retak.

Ray menganggukkan kepalanya,"Akan aku pikirkan lagi."

"Segera mungkin, Ray."

Ray terdiam, air matanya sudah tak mau keluar lagi. Mata Ray fokus menatap sepatunya. Ray tidak menyangka dirinya sudah besar. Dulu Ray pernah berpikir, kalau Ray sudah besar maka Ibunya akan menyayanginya tapi nyatanya tidak, tidak ada perubahan apa pun.

Sekali pun Ray menjadi Raja, Ibunya tidak akan pernah mau melihatnya.

Ray tersenyum kecut. Iri saat melihat Randa disuapi Ibunya. Ternyata selama ini Randa lah anak mami yang Vara maksud selama ini hanya saja saat diluar Randa terlihat sangat keren dan bisa menutupi segalanya.

Sedangkan Ray, jangankan untuk disuapi. Bahkan dilirik saja tidak pernah. Yang ada Nisa selalu memarahinya dan mencaci makinya.

Ray kembali tersenyum kecut saat mengingat si kembar Kay dan Key menyalami Ibu mereka saat mau masuk ke kelas. Key juga sering cerita kalau Ibu mereka sering menarik telinga Kay karena nakal.

Sedangkan Ray, siapa yang ingin disalaminya? Sopir? Lucu sekali. Dirumah tidak ada yang memarahinya atau menarik telinganya karena nakal, semuanya memarahinya tanpa sebab.

Ray memegangi rambutnya frustasi, kenapa dirinya tiba-tiba membandingkan kehidupannya dengan teman-temannya? Jelas mereka bahagia karena mereka memiliki kehidupan yang normal sedangkan dirinya tidak normal.

Ray tertawa, tawa yang hanya dirinya sendiri yang dapat mendengarnya. Ray merasakan kepalanya sangat pusing, Ray tau kalau seperti ini Ray biasanya tertidur saat kelelahan berdebat dengan dirinya sendiri atau pun minum obat penenang.

"Rey, aku ingin tidur." gumam Ray.

Ray perlahan-lahan menjatuhkan tubuhnya di atas kursi halte bus tapi kepalanya menyentuh sesuatu yang empuk. Saat Ray membuka matanya, yang dilihatnya adalah Mariam.

Mariam tersenyum sembari mengusap kepala Ray yang terasa panas, "Tidurlah."

Bagaikan sihir, Ray memejamkan matanya yang semakin berat membuatnya jatuh tertidur di atas pangkuan Mariam.

The Evil Soul's Twin - [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang