Chapter 4

15 7 4
                                    

"Belajarlah untuk berinteraksi dengan dunia luar. Keluar dari dunia gelap yang kau buat itu dan kembalilah melihat indahnya sinar matahari." [Bryan R. R.]

______

Sudah dua tahun lamanya semenjak putra tunggal keluarga Robertson meninggal, dan sudah dua tahun itulah Ray mempertahankan wajah datarnya.

Bukan hanya wajahnya saja, sifatnya juga semakin dingin membuat Mariam kesulitan untuk mendekatinya.

Wajah tampannya terlihat sangat jelas di balik wajah datarnya. Kulitnya sudah tidak pucat seperti dulu.

Keberadaannya? Tentu saja Ray sudah tidak peduli. Kalau dulu dirinya berusaha mencari perhatian kepada Nisa dan Bryan, sekarang sudah tidak lagi.

Bahkan hanya untuk makan bersama saja Ray merasa enggan. Jangankan untuk makan bersama, menatap wajah mereka saja Ray tidak betah.

Sekarang umur Ray sudah menginjak 17 tahun. Umur dimana anak remaja merasakan debaran jatuh cinta atau berkumpul bersama teman-temannya.

Tapi lain halnya dengan Ray. Ray membuang jauh-jauh rasa itu. Ray tak ingin merasakannya. Ray hanya fokus belajar dengan guru homeschooling nya dan merawat creepy dollnya dengan baik.

Sampai pada akhirnya, sesuatu yang sangat langka. Tidak, lebih tepatnya tidak pernah terjadi. Bryan menyuruhnya pergi menyusulnya di ruang kerja miliknya.

Mau tak mau, senang tak senang, lebih tepatnya terpaksa. Ray mengikuti apa yang dikatakan Bryan menyusulnya ke ruang kerja. Entah apa yang akan disampaikan oleh Ayahnya itu, mungkin ingin mengusirnya atau memindahkannya di panti asuhan atau mendapatkan anak baru. Sungguh, Ray tidak peduli.

"Apa apa?" tanya Ray to the point setelah sampai di ruang kerja Bryan.

Ruangan yang bahkan tidak pernah kaki Ray menginjaknya sedikit pun, ya karena Ray tidak tertarik dengan bisnis.

Terdapat banyak perabotan yang tak kalah mewahnya tersusun rapi di ruangan tersebut. Sebuah foto dengan ukuran jumbo yang melekat sempurna di dinding ruangan kerja Bryan sukses menarik perhatian Ray.

Itu adalah foto keluarga. Tapi...tidak ada wajahnya di sana. Ray tersenyum masam mendapati fakta bahwa dirinya benar-benar tidak dianggap di keluarga ini. Kalau begitu kenapa masih menahannya di manshion? Untuk pajangan? Atau untuk senjata? Ray yakin pilihan yang terakhir mengingat IQ nya yang tak terlalu jauh dari IQ kakaknya.

Bryan berdehem membuat perhatian Ray teralihkan menatap wajah tampan yang sudah mulai berkeriput itu.

"Apa kau tau kenapa ayah memanggilmu kemari?" tanya Bryan.

"Mungkin ingin membuangku." jawab Ray dengan santai.

"Bukan."

"Mendapatkan anak pengganti?"

"Bukan!"

Ray menatap Bryan dengan malas. Tak pernah sedikit pun Ray berhasil membaca pikiran si tua yang berada di depannya ini.

Perlakuannya sangat membingungkan. Di sisi lain, terkadang Bryan terlihat sangat menyayangi dirinya dan selalu membela tapi terkadang Bryan tak ingin melihatnya dengan kata lain tak ingin ikut campur dengan masalah yang menimpanya.

"Keparat." umpat Ray.

"Jaga mulutmu, son!" tegur Bryan penuh penekanan.

Mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut Bryan, membuat Ray terkekeh geli dan hal itu tak luput dari pandangan Bryan.

"Apa yang lucu?" tanya Bryan tak senang.

Ray mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk karena terkekeh dan menatap Bryan dengan tatapan tajamnya.

The Evil Soul's Twin - [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang