*14. Thorn dan Kegaduhan(2)*

1.3K 231 247
                                    

Sorry di unpublish, chapter ini udah dibikin tambahan cerita. Silakan scroll ke paling bawah untuk mencarinya ( ̄∇ ̄)👍🏻

Dan ganti judul karena baru nyadar tokoh utama chapter ini lebih ke Thorn, wkwk.

Thorn 😺 : Mweay! ^OwO^

Ice 😺 : Zzzzz *tidur mangap* ^-p-^

Dan sorry juga baru nongol, belakangan ini aku sedang berbahagia bersama tugas²ku ☺👍🏻




***
Kemudian setelah memasuki dapur yang menjadi sumber suara. Gempa menemukan pemandangan yang tak pernah dibayangkannya sebelumnya.

Thorn berdiri di sana memandangnya dengan....













.... wajah menggemaskan.

Tidak.

Kalian tidak rabun ataupun salah baca. Kalian cuma kurang akua. Ga.

Baru saja Gempa ingin menjemput kucing kecil itu dalam gendongannya, tiba-tiba saja Halilintar berseru menghentikannya.

"Gempa! Menjauh darinya! Kucing itu hewan buas!"

Halilintar menuding kucing didepannya dengan telunjuknya. Raut seriusnya itu membuat Gempa ikut menatap si kucing.

"Hewan buas...?"

Tepat ketika menolehkan kepala, mata Gempa langsung bertatapan dengan kedua mata hijau besar dan berkilau yang terlihat sangat jernih. Gempa seketika terdiam. Kedua alis anak itu bertaut memikirkan kembali peringatan sang kakak sulung.

Bagaimana mungkin makhluk kecil mungil yang terlihat rapuh di depannya ini disebut hewan buas?

"Meow~"

Si kucing berjalan ke arah si anak bertopi terbalik kemudian menduselkan wajah fluffy-nya ke kakinya. Tak lupa mengeluarkan eongan lucu yang mampu menyihir siapapun untuk segera memanjakan, menyayangi, dan mengajukan diri menjadi babu--majikannya.

Hal tersebut tentunya lebih dari cukup membuat Gempa melupakan pencariannya tentang suara singa mistis yang didengarnya beberapa waktu lalu. Spontan Halilintar kembali buka suara begitu melihat sang adik yang kembali melanjutkan aksinya berupa menggendong sang kucing.

"Hei! Dengar dia itu--"

Sriiiing! Manik hijau sang kucing diam-diam menatap tajam dari ujung matanya. Seketika Halilintar terbungkam dan terpaku seolah dirinya baru saja dikutuk menjadi tiang listrik oleh sang kucing.

"Kamu pasti lapar, ya?"

Gempa menjauhkan si kucing dari pelukannya kemudian mengangkatnya sejajar wajahnya. Seolah paham maksudnya (memang paham sih) si kucing kecil mengangguk lemah dengan mata hijau besar yang berkaca-kaca. Dengan lirih ia mengeong padanya. "Meow..."

Wajah memelas si kucing membuat Gempa terenyuh. Ia lalu kemudian mengajak si kucing kecil dalam gendongannya yang terlihat tak berdaya itu untuk mencari makanan kucing di lemari penyimpanan.

Setelah manusia dan seekor kucing itu berlalu dari hadapan mereka, barulah yang lain mulai bersuara.

"Mbweek...? (Kita selamat...?)" Solar memegang tempat di mana jantungnya berada untuk memastikan apakah jantungnya masih berdetak pada tempatnya.

"Wantutiforfevsiksepeneik (Ngab, gara-garamu aku ketakutan dan hampir berak di kepalamu. Please, jangan lagi suka ngagetin kucing)." Blaze yang berada di atas kepala Halilintar seolah telah meleleh, bentuk kucing itu kini tak ada bedanya dengan slime berwarna jingga.

Meow Attack!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang