*10. Eits!*

2K 328 529
                                    

Gempa memperhatikan jam dinding ruang tengah. Kemudian tatapannya beralih pada pintu depan yang tertutup rapat. Benak anak itu dipenuhi perasaan cemas memikirkan mengapa si sulung dan si kucing gembul belum pulang juga. Padahal hari telah menjelang tengah hari. Sudah hampir waktunya makan siang.

"Kok Kak Hali sama Ice belum pulang, ya?" gumamnya. Saat ini Gempa sedang duduk di sofa ruang tengah sambil sesekali mengayunkan kakinya. Tentu saja ia tak sendirian. Di sebelahnya ada Solar yang sedang melihat buku. Sedangkan di depannya ada Taufan, Blaze dan Thorn yang sedang bermain bola.

"Singgah liatin monyet metik kelapa kali," sahut Taufan yang memainkan bola tenis. Mata Blaze dan Thorn berbinar mengikuti pergerakan bola kecil yang dipantulkan ke lantai itu.

"Pfft, itu mah Kak Upan," balas Gempa berusaha menahan tawa. Ucapan sang adik membuat Taufan langsung manyun.

"Idih, mana mungkin aku kurang kerjaan begitu," ujarnya dengan sangat yakin. Ia lalu melemparkan bola kasti. Seketika Blaze dan Thorn berlari kencang untuk mengambil bola tersebut.

Tak lama kemudian kedua kucing tadi kembali membawa bola dengan wajah bersungut-sungut.

"Mwendwoan! (Taufan! Kami kucing bukan guguk!)" protes Blaze.

Thorn mengangguk setuju. "Pwisscwok (Hooh, seharusnya bolanya digelindingkan bukannya dilempar)."

Solar yang duduk di sofa membalik halaman bukunya sambil menyeletuk. "Sweblwak (Percuma kalian ngomong, dia nggak bakal ngerti)."

Sontak Blaze dan Thorn manyun.

"Meongmeow (Manusia mah gitu, maunya dingertiin aja. Sekali-kali ngertiin kucing gitu!)" Blaze berkata dengan semangat menggebu-gebu.

Thorn mengangguk-angguk, "Nyeh (Iya, belajar bahasa kucing kek)."

Kali ini Solar setuju dengan kedua saudaranya. "Meongmeng (Nanti aku coba buatin kamus terjemahan bahasa kucing)."

Suara pintu yang diketuk dengan singkat menginterupsi percakapan para kucing. Membuat semua tatapan terfokus pada pintu yang terbuka, dan dari balik pintu muncul seseorang yang telah ditunggu kedatangannya.

Sontak semua kucing menyerbu kearahnya. Bermaksud melanjutkan urusan yang belum selesai.

"Cwirweng! (Halilintar! Maafkan kami!)"

Halilintar yang baru saja membuka pintu terlonjak akibat seruan ketiga kucingnya. Langsung saja anak itu melotot galak pada ketiga kucing tersebut.

"Mau apa kalian?!"

"Mbwakwan! (Ampun Bang!)" reflek semua kucing beringsut mundur.

Mengabaikan ketiga kucingnya yang gemetaran. Halilintar melangkah menuju dapur, berniat mengambil air dingin. Anak bertopi hitam berjalur merah itu tampaknya sedang badmood karena sesuatu. Terbukti dari raut wajahnya yang tertekuk.

"Meongnyaze (Galak kayak Abang sulung kita, ya)," bisik Solar.

Thorn mengangguk setuju. "Nyeh (Hooh)."

"Nyek?! (Apa bisik-bisik?!)" sergah Blaze yang sebenarnya memang mendengar berkat pendengaran tajamnya. Reflek Thorn dan Solar kembali beringsut mundur.

"Mbwakwan! (Ampun Bang!)"

Sret!

"Mwangga! (Punten slur, numpang lewat!)

Meow Attack!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang