Liburan akhir semester kali ini terasa sangat panjang. Ketidakhadiran sosok sang kakek membuat anak-anak itu merasa kurang bersemangat menjalani hari. Rencana liburan yang seharusnya diisi dengan waktu berkumpul bersama keluarga sekarang tinggal wacana saja.
Namun, ketiga anak kembar itu tampaknya bisa memaklumi hal tersebut. Karena kakek mereka tidak pergi tanpa alasan kuat.
Beliau pergi untuk memeriksa cabang lain dari usaha coklat mereka yang katanya memiliki masalah yang cukup serius. Yah, bukan sekali dua kali mereka ditinggalkan di rumah. Lagipula kakek mereka--Tok Aba--memiliki teman kepercayaannya yang biasanya akan mengecek kondisi mereka ketika beliau tak ada.
Dan juga ketiga anak kembar itu sudah terbiasa berdikari sejak kecil.
Selesai memberi makan kucing-kucingnya, Gempa lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk memasukan pakaian kotor ke mesin cuci. Beberapa menit kemudian Taufan datang. Disusul oleh Halilintar yang datang dengan wajah kosong seolah mendapat kabar jika cabe telah punah dari muka bumi.
"Eh? Belum masak, ya?" tanya Taufan yang barusan mengangkat tudung saji dan tidak menemukan apa-apa di bawahnya.
"Ini lagi di masak," Gempa kembali ke dapur kemudian mengecek masakan.
Taufan melongo.
Kemudian ditatapnya para kucing dengan ekspresi terkhianati.
"Bisa-bisanya kalian makan sebelum Tuan kalian!"
Taufan diabaikan. Para kucing lanjut makan.
Merasa diabaikan Taufan kembali memasang wajah terzolimi.
"Ini yang jadi Tuannya siapa, yang dilayani siapa. Seharusnya kalian itu yang memberi makan Tuan kalian!"
Taufan memberikan ceramah pada empat anak kucing yang kini memasang wajah cengo.
"Nyew ! (Tapi kami 'kan kucing!)" protes semua kucing dengan raut tidak terima.
Disuruh menggoreng ikan yang ada mereka sendiri tercebur ke kolam minyak. Mereka tidak mau menjadi kucing goreng.
Cukup ikan saja, jangan kucing. Begitulah kata kucing garong di negara tetangga.
"Fan, sehat?" Halilintar bertanya dengan raut khawatir dibuat-buat. Entah sejak kapan ia tersadar dari rasa shock beberapa waktu lalu.
Gempa hanya menggelengkan kepala, tampak sudah terbiasa dengan tingkah absurd kedua saudaranya. Ia meletakkan piring berisi lauk dan nasi di meja. Kemudian memulai acara makan bersama kedua kakaknya. Sebelum itu, Halilintar sang kepala suku membacakan do’a yang di-amin-kan para kucing yang kebetulan lupa berdo’a saat makan tadi.
Untuk sejenak suasana hening. Hanya terdengar suara kunyahan tulang ikan oleh Ice. Ketiga kembar yang merasa bosan melihat ke arah para kucing. Terlihat Ice dan Blaze tengah berebut ikan. Thorn yang makan sambil berceloteh dengan makanannya. Dan Solar yang makan dengan cara menyuapkan sedikit daging ikan dengan tangan kanannya.
“Eh, Cing,” panggil Taufan. Serempak semua kucing menoleh.
“Ahaha! Noleh semua dong!”
“Yeet! (Kurang ajar!)” Seketika semua kucing mengeong ribut. Merasa dipermainkan oleh anak laki-laki yang tengah terbahak itu.
Sedangkan Halilintar dan Gempa yang menjadi penonton aksi para kucing mendemo Taufan hanya geleng-geleng kepala. Tampaknya bukan hanya manusia yang menjadi korban keusilan Taufan. Kucing pun jadi duga.
Ketiga anak kembar itu tersenyum bahagia. Kehadiran empat kucing kecil itu berhasil mengobati kesedihan sekaligus memeriahkan suasana liburan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow Attack!
FanfictionSekelompok makhluk berbulu lebat menyerang. Selamatkan ikan kalian! *** Musim liburan telah tiba. Akan tetapi tiga anak kembar malah kedatangan tamu tak diundang. Tunggu! Emang ada tamu yang datang-datang main nyerang minta ikan?! *** Genre : Famil...