"Kalau saya gandeng tangan Farah, boleh nggak?" tanya lelaki yang berjalan di sisinya. Kala itu mereka baru saja memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Restoran steak yang mereka tuju berada di dalam mall tersebut.Farah menengadah menatap lelaki itu. Kaget dan takjub dengan pertanyaan itu. Saat Attar mengatakan bahwa bahasa cintanya adalah sentuhan, Farah sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu lelaki itu menyentuhnya, merangkulnya atau memeluknya. Tapi setelah beberapa kali, ternyata lelaki itu seringkali meminta ijin terlebih dahulu jika ingin menyentuhnya, terutama saat mereka berasa di depan orang lain. Seperti saat itu, misalnya, saat mereka sedang berada di mall.
Setelah menatap lelaki itu hanya selama 2 detik, Farah memalingkan tatapannya. "Boleh," jawab Farah singkat. Salah tingkah dan malu.
Apalagi ketika lelaki itu benar-benar meraih jemari Farah dan menggenggamnya sembari melanjutkan langkah mereka, Farah makin salah tingkah. Dengan laki-laki lain, ia tidak pernah bergandengan tangan seperti ini. Dulu barangkali Erlang pernah menggandeng tangannya atau merangkul bahunya, tapi hanya dalam waktu singkat (misal saat menyeberang jalan atau mengarahkan Farah menuju tempat tertentu) dan tidak seintim ini.
"Farah malu nggak kalau jalan gandengan gini sama bapak-bapak kayak saya?"
Farah kembali menengadah menatap lelaki yang melangkah di sisinya. "Bapak malu ya jalan sama saya? Berasa om-om genit sugar daddy ya?"
Attar tertawa. "Farah nggak se-imut itu sampai orang bakal mikir saya jalan sama sugar baby kok."
Dahi Farah mengernyit. Yang barusan itu pujian atau justru hinaan sih? "Bapak mau bilang bahwa saya pantas mendampingi Bapak, atau bahwa muka saya kelihatan lebih tua daripada usia saya yang sebenarnya?"
Attar tertawa lagi. Ternyata masalah usia selalu jadi momok bagi wanita, meski padahal wanita itu masih sangat muda, seperti Farah. Padahal tadi maksud Attar, ia ingin memuji sosok Farah yang cantik dan tampak dewasa. Postur Farah yang tinggi semampai, dengan tubuh yang tidak kurus maupun gemuk, melainkan berisi di tempat-tempat yang pas, membuat Farah bahkan sudah tampak dewasa sejak masih mahasiswa, meski hanya dengan kaos dan celana jeans. Kini saat gadis itu berjalan di sisinya dalam balutan baju kerjanya, tentu saja Farah terlihat seperti wanita dewasa, bukan lagi seperti anak yang baru lulus kuliah. Tapi ternyata tujuannya memuji, malah dikira sebagai penghinaan. Dasar perempuan.
"Saya sedang memuji diri saya sendiri. Ternyata saya belum kelihatan terlalu tua dan masih pantas jalan berdampingan sama Farah begini," kata Attar akhirnya, memilih aman.
"Dih, PD bener Pak!"
Attar tertawa lagi. Kali ini sambil mengayunkan tangan mereka yang saling bergandengan. Membuat Farah merasa bahwa Attar sedang senang sore ini.
Mereka baru saja tiba di lantai 3 dan berbelok di salah satu koridor, ketika tanpa diduga mereka berpapasan dengan seseorang (atau lebih tepatnya dua orang) yang mereka kenal. Refleks, Farah dengan cepat ingin menarik tangannya dari genggaman Attar.
"Bu Sofi, Pak Danan," sapa Farah ketika mereka akhirnya benar-benar berpapasan. Dengan canggung Farah mengangguk kepada kedua orang di hadapannya sambil (mencoba agar tidak kentara) melepaskan tangannya dari genggaman Attar.
Tapi tanpa diduga, Attar menahan tangannya.
"Halo Sofia, Danan!" sapa Attar sambil tersenyum ramah kepada kedua orang itu. Tangannya masih menggenggam tangan Farah tanpa terlihat sungkan sama sekali. "Apa kabar?"
"Halo Bang!" sapa perempuan Sofi ramah.
Sementara itu pria di samping Sofi hanya menganggukkan kepala kepada Attar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGITIGA BERMUDA (season 2)
RomanceCAMPUS SERIES #2 --Kisah Cinta Segitiga Bersama Dua Duda-- Setiap orang berhak atas kesempatan kedua. Tapi tidak semua orang beruntung mendapatkan kesempatan kedua. * * * First published on October 2021 Reposted on February 2024